Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Roman Rendusara adalah nama pena. Tinggal di Kepi, Desa Rapowawo, Kec. Nangapanda, Ende Flores NTT. Mengenyam pendidikan dasar di SDK Kekandere 2 (1995). SMP-SMA di Seminari St. Yoh. Berchmans, Mataloko, Ngada (2001). Pernah menghidu aroma filsafat di STF Driyarkara Jakarta (2005). Lalu meneguk ilmu ekonomi di Universitas Krisnadwipayana-Jakarta (2010), mengecap pendidikan profesi guru pada Universitas Kristen Indonesia (2011). Meraih Magister Akuntansi pada Universitas Widyatama-Bandung (2023). Pernah meraih Juara II Lomba National Blog Competition oleh Kemendikristek RI 2020. Kanal pribadi: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Hobby Pilihan

Melampaui Terima Kasih: Memaknai HUT Pernikahan Opa Tjipt-Oma Rose

5 Januari 2021   15:24 Diperbarui: 5 Januari 2021   16:03 298
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Saya bergabung di Kompasiana (K) pada 19 Mei 2011. Kini saya sudah 10 tahun. Sedangkan Bapak Tjiptadinata Effendi baru bergabung pada 14 Oktober 2012, dan dua bulan kemudian menyusul Ibu Roselina Tjiptadinata,  pada 12 Januari 2013.

Saya berbesar kepala, sebab saya lebih dulu bergabung dengan K. Saya senior. Dalam budaya Flores, generasi-generasi pertama yang mendiami sebuah wilayah, bisa disebut 'mosalaki'. Merujuk pada senioritas, dituakan, tuan tanah dan penjaga martabat wilayah.

Tetap Kusapa: Opa dan Oma

Melihat usia yang terpaut jauh, dalam setiap komen, saya lebih menyapa Bapak Tjiptadinata Effendi dengan sebutan 'opa'. Kepada Ibu Roselina Tjiptadinata, saya menyapa 'oma'. Sebutan ini terdengar lebih keren, mengikuti tren milenial dan generasi Z.

Dalam hati kecil, saya sebenarnya mau panggil: kakek dan nenek. Meski terkesan kuno, tapi lebih menempatkan sisi 'kami orang Timur'. Kesan lebih menghargai sebagai sesepuh, ketika kami memanggil: kakek dan nenek-lebih terkesan hormat.

Selebihnya, saya tetap menyapa: Opa dan Oma. Biar lebih tren. Juga menunjukkan rasa hormat yang dalam melampaui usia. Namun merasa tetap dekat dalam sebuah keluarga besar penulis K.

Merawat Produktivitas Menulis 

Opa Tjipt dan Oma Rose telah menampilkan 'mosalaki' K yang sesungguhnya. Dalam arti, bukan sebatas usia (senioritas), melainkan mengawal nilai dan spirit kehidupan dalam media sosial berplatform blog ini.

Terkini per 5 Januari 2021, pukul 11.40 WIT, Opa Tjipt sudah mengunggah 5.259 artikel dan Oma Rose 764 artikel. Jika ditotalkan, 6.023 artikel. Sungguh, Fantastik. Mengingat usia yang tidak lagi muda, Opa Tjipt dan Oma Rose telah merawat  nilai dan spirit kehidupan melalui produktivitas menulis.

Saya tak penah bosan mengikuti kisah yang ditutur-jujurkan oleh pasangan suami-istri ini. Di setiap tulisan, tidak pernah menguliti topik politik Tanah Air yang penuh intrik. Tidak pernah mengupas isu sensitif sentimen beraroma SARA. Inilah, yang menguatkan karakter dasar penulis, seperti Opa Tjipt dan Oma Rose.

Kelimpahan Rohaniah

Tulisan-tulisannya mengesankan keteduhan hati Opa Tjipt dan Oma Rose. Suka duka kehidupan keluarga di-share-kan. Canda tawa dibagikan. Orkestra kehidupan yang harmonis dengan saudara, sahabat, kenalan, tetangga dan rekan kerja disampaikan. Kisah sukses disemaikan.

Saya mengagumi, Opa Tjipt dan Oma Rose telah mengalami kelimpahan-kelimpahan rohaniah. Dan, kelimpahan ini bukan berasal dari sesuatu yang diperoleh, melainkan sesuatu yang dibagikan.

Opa Tjipt dan Oma Rose sudah membagikan kisah-kisah kehidupan. Mereka telah mempersembah semuanya. Seperti gitar bukanlah gitar sebelum dipertik, lagu bukanlah lagu sebelum dinyanyikan, dan cinta dalam hati bukanlah cinta, sebelum dipersembahkan.

Opa Tjipt dan Oma Rose sudah membagikan, bahkan mempersembahkan cinta mereka, melalui kisah-kisah inspiratif nan bernas.

Usia bisa saja membuat kulit keriput, tapi optimisme dan berpikir positif tidak membuat jiwa kusut. Itulah yang ditemukan dalam setiap artikel yang dipersembahkan.

Saya tidak cukup piawai untuk mengulas semuanya. Saya membatasi diri, hanya memaknai spirit kehidupan pada kata-kata dalam kalimat-kalimat komentar yang ditulis Opa Tjipt dan Oma Rose. Entah kepada/dalam tulisan saya, atau dalam tulisan Kompasiner lain.

Salam dan Terima Kasih

Terdapat dua kata/frasa pemungkas. Pertama, salam. Misalnya, Opa Tjipt selalu memulai dengan "Selamat pagi pak Roman". Oma Rose sama. "Selamat siang mas Roman." Keduanya sehati mendahului percakapan dengan salam.

Kedua, terima kasih. Misalnya, "terima kasih sudah berbagi tulisan inspiratif dan sarat info berharga", tulis Opa Tjipt dan Oma Rose dalam sebuah komentar. Mereka sepakat, melanjutkan salam, dengan mengucap "terima kasih...".

Saya belum pernah bertemu, bertatap muka langsung dengan Opa Tjipt dan Oma Rose. Meski melalui kolom komentar, komunikasi terjadi. Tanpa mengabaikan unsur fonetik, bentuk morfem dapat mengantar saya pada unsur semantik. Saya memahami makna salam dan ungkapan 'terima kasih'.

'Selamat pagi' adalah salam awal yang santun untuk setiap perjumpaan dan komunikasi. Salam biasanya timbul dari sikap respek. Opa Tjipt melihat sesama K-ners lebih sebagai sesama penulis di K, melainkan sebagai saudara dan sahabat dalam keluarga besar komunitas blog K.

Sementara, frasa 'terima kasih' adalah ekspresi membalas kebaikan. Sekaligus kesiapan hati untuk menunjukkan penghargaan atas kebaikan orang lain. Opa Tjipt dan Oma Rose sangat menghargai tulisan-tulisan setiap K-ners, dengan selalu memberikan vote dan komentar yang teduh.

Melampaui Terima Kasih

Bagi saya, ucapan 'terima kasih' yang disampaikan Opa Tjipt dan Oma Rose melampaui kata terima kasih itu sendiri, yakni 'gratitude', perasaan syukur.

Dalam teori Gratitude Dispotition, perasaan syukur timbul dari empat segi. (1) Intensity. Opa Tjipt dan Oma Rose berasal dari individu/keluarga yang selalu berpikir positif. (2) Frekuency; berasal dari individu/keluarga yang sopan dan santun. Tahu tata krama. (3) Span; terkait banyaknya hal yang perlu disyukuri dalam hidup. Tentang keluarga, pekerjaan dan kesehatan. (4) Density, melihat kehadiran sesama yang lain membawa dampak positif.

Saya bersyukur, saya mengenal Opa Tjipt dan Oma Rose. Darinya, saya memetik nilai dan spirit kehidupan, terutama dalam relasi sosial, pergaulan dan persahabatan. Saya lebih 'ringan mulut' untuk memberi salam dan mengucapkan terima kasih (dan bersyukur) atas segala yang terjadi dalam hidup.

Selamat memaknai (kembali) ziarah 56 tahun hidup perkawinan. Tiada kado yang istimewa dari penulis Flores ini, selain untaian doa dan sembah penuh tunduk, semoga Tuhan menjaga kebahagiaanmu selalu.

Ende, 5 Januari 2021.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hobby Selengkapnya
Lihat Hobby Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun