Mohon tunggu...
Roman Rendusara
Roman Rendusara Mohon Tunggu... Petani - Memaknai yang Tercecer

Seorang anak kampung, lahir dan bertumbuh di Rajawawo, Ende. Pernah dididik di SMP-SMA St Yoh Berchmans, Mataloko (NTT). Belajar filsafat di Driyarkara tapi diwisuda sebagai sarjana ekonomi di Universitas Krisnadwipayana, Jakarta. Terakhir, Magister Akuntansi pada Pascasarjana Universitas Widyatama Bandung. Menulis untuk sekerdar mengumpulkan kisah yang tercecer. Blog lain: floreside.wordpress.com.

Selanjutnya

Tutup

Gaya Hidup Pilihan

Ketika Andrea Hirata dan Fitri Manalu di Flores

7 Januari 2016   12:15 Diperbarui: 20 November 2021   14:41 283
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

MENETAP jauh di pelosok desa, tidak menyurutkan ‘nafsu’ menggebu untuk membaca. Berbagai cara ditempuh untuk sekedar mendapatkan bacaan kesukaan. Di situ kadang kebahagiaan menjadi nyata. Meski di kota Ende, terdapat beberapa toko buku yang terkenal. Sebut saja, toko buku Gramedia di jalan Wirajaya, toko buku Nusa Indah di jalan Katedral dan Eltari, serta toko buku Mama di kompleks pertokoan pasar Ende, namun tidak banyak menyediakan literasi terasyik, novel teranyar dan esai terindah. Paling banyak menyediakan buku-buku yang berhubungan dengan mata pelajaran sekolah, buku rohani dan (kalau pun ada) novel daluarsa.

Seperti toko buku Gramedia terletak di jalan Wirajaya Ende lebih banyak menjual perlengkapan alat tulis sekolah, buku pelajaran dan kamus bahasa asing dari berbagai penerbit. Jangan berani membayang Gramedia Ende seperti Gramedia di Jalan Matraman Jakarta Timur. Sangat jauh berbeda. Hanya menempati satu ruangan kosong 8x12 meter per segi.

Sedang toko buku Nusa Indah lebih menjual perlengkapan dan buku rohani Katolik, selebihnya buku filsafat dan teologi bertebaran. Esai-esai ‘tahun-tahun tidak enak’ juga masih terpampang. Tidak banyak buku-buku terbitan terbaru dari berbagai penerbit nasional tersohor. Kumpulan cerpen dan novel lebih banyak dari kalangan penulis lokal, latar belakang kedaerahan, dan penerbit pun tidak tidak asing di telinga orang Flores.

Demikian pula toko buku Mama di kompleks pertokoan pasar Ende, lebih banyak menjual buku-buku pelajaran, kamus dan perlengkapan sekolah menengah. Sangat salah alamat kalau mahasiswa ekonomi mencari buku ‘Kematian Uang’ di toko buku ini.

Sekali lagi, meski mendiami daerah yang tidak banyak berdiri kokoh toko buku, hobi membaca (buku apa saja) tidak serta merta hilang lenyap, justru menjadi spirit untuk segera mendapatkannya. Berkat kerja keras, di awal tahun ini, setelah liburan natal, saya mendapat dua buku bacaan yang renyah. Siapa yang tidak kenal Andrea Hirata, penulis novel fenomenal Laskar Pelangi kelahiran Babel itu. Kini, novel terbarunya, Ayah sedang asyik dibaca. Sungguh, mendapat novel ini saya seperti seorang anak kecil yang sedang dihadiakan mainan baru. Tidak dilepas lama. Kadang makan dan mandi pun jadi lupa. Memang dari sononya, saya suka gaya melukiskan sosok, waktu, benda dan peristiwa di setiap novel Andrea Hirata. Hingga dibuat termangu-mangu, terbius kagum. Setiap cerita mengingatkan saya akan masa kecil yang bahagia di kampung halaman. Hampir persis sama.

Dan buku kedua, Sebut Aku Iblis melengkapi koleksi perpustakaan pribadi. Membaca dua puluh cerita pendek di dalamnya, Fitri Manalu memaksa saya untuk segera menari-nari dalam fantasi cinta ‘yang tidak liar’. Sebab cinta adalah kesejatian manusia, meski musnah, cinta tetap abadi. Tebersit di setiap kisah yang terurai, bagi Fitri Manalu, cinta itu memaknai setiap sendi pergulatan masa lalu, memaafkannya, lalu tetap percaya.

Akhirnya, saya pun sadar, hidup menemukan kemuliaannya ketika saya membaca. Saya dibekali seribu pengalaman bernas tanpa perlu bertukar gagas secara langsung dengan sang penulis. Sebab, sejatinya Andrea Hirata dan Fitri Manalu sedang ‘berada’ di Flores ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Gaya Hidup Selengkapnya
Lihat Gaya Hidup Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun