"Mohon maaf bapak ini waktunya sudah siang, apakah kita bisa berangkat sekarang?". Bertanya dengan nada sopan dan dibayangi rasa takut terlambar sekolah.
"Iya nak, ayo berangkat". Jawab sibapak itu dengan nada bersalah juga.
Saat keluar dari rumah sibapak langsung menawarkan Rangga untuk naik gerobaknya karena akan didorong sekuat tenaga agar sampai disekolah.
Dari pemintaan bapak tersebut Rangga langsung mengiyakan karena itu sebuah kode bahwa agar tidak terlambat sekolah.
Saking semangatnya sibapak mendorong gerobaknya dan sibapak  tidak tahu bahwa didepannya ada jalan yang beraspal memiliki lubang yang agak dalam. Dari situlah terjadi kelakaan yang menyebabkan Rangga terpental kekanan atau ditengah jalan dan dari arah berlawanan ada sebuah motor yang berakhir Rangga tertabrak dan meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit. Saat itulah hati sibapak hancur karena anak satu-satunya meninggal dunia dan kini bapak hanya hidup sendiri.
Terbesit didalam hatinya yang dikerumuni bisikan setan menyalahkan bongkahan rumah yang diberi dari Pak Usman karena itu penyebabanya kecelakaan itu terjadi.
Tapi saat itu sibapak langsung istighfar karena itu terjadi sudah diatur  oleh Allah dan mengambil hikmanya dari kejadian itu.
Ditengah lamunan sibapak itu memandang bongkahan rumah tersebut, sambil berpikir untuk apa sisa-sisa bongkahan karena sudah tidak ada harapan dalam hidup.
Saat itulah setiap sibapak pergi berangkat kerja sebagai pemulung selalu digerobaknya terisi bongkahan rumah, yang mana bongkahan tersebut dipakai untuk menguruk jalan aspal yang berlubang agar tidak terjadi kecelakaan yang sama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H