"Kalau orang pintar lawan orang bodoh. Kita sudah tahu siapa yang menang . Tapi kalau orang pintar lawan orang lapar, bisa lain ceritanya." Begitu respons Ahmad, seorang tukang parkir di kawasan monas – ngobrol sambil nunggui anak naik delman- soal rencana relokasi warung di parkir silang Monas . Sorot mata tajam dan tampak gurat kelelahan di rautnya akibat ditekan untuk waktu sekian lama. Masyarakat kita , terutama mereka yang kurang beruntung, berbicara dengan bahasanya sendiri. Bahasa yang hidup di tengah keterhimpitan, yang sarat konflik namun langka peluang dan sumberdaya.
Seberapa mumpuninya seseorang dalam hal kepemimpinan, sebenarnya lebih mirip seni daripada sains eksak. Kualitas utama pemimpin jauh melewati ukuran konvensional. Visioning. Kita memerlukan pemimpin yang tidak saja punya visi besar dan know how berjuang menggapainya, namun juga yang piawai mengkomunikasikan ke khalayak, dengan bahasa yang mereka mengerti. Untuk bisa menggerakkan segala penjuru potensi bangsa ke arah yang sama.
Seperti lilin di tengah kepungan gelap. Kita butuh arahan dari Presiden di saat – saat genting. Kita perlu penunjuk arah saat berputar tak keruan di hutan yang salah. Visi dan self-awareness, adalah kualitas yang menentukan kepemimpinan Selain kriteria yang lain tentunya: kecerdasan -pikir dan emosional, ketangguhan, determinasi, motivasi, social skill dan sebagainya.
Hal ini dramatis digambarkan oleh adegan di film The Kings speech saat rakyat berkumpul di segenap penjuru negeri, mengelilingi radio transistor, menunggu sikap Sang Raja, George VI, di saat Inggris Raya berada mulut perang dunia II. In this grave hour… perhaps… the most fateful in our history , I send… to every household of my people both at home and overseas… this message., demikian pidatonya .
“Indonesia harus merdeka sebelum tanaman jagung matang”, demikian Bung Karno, dengan tujuan yang lugas sejernih kristal, terukur, namun disampaikan dengan bahasa sederhana. Orang di dusun pelosok yang minim pendidikan pun bisa memahami dengan jelas. Di awal kepemimpinannya , seorang Lee Kuan Yew juga harus memperlajari lagi bahasa lokal chinese dengan berbagai macam dialeknya . Demi bisa bisa berkomunikasi lebih baik dengan semua warganya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H