Kerangka Pemikiran Tafsir Abdullah Saeed
Dirinya menjadikan fenomena cara membaca Al-Qur’an yang fleksibel (seven ahruf) dan proses naskh sebagai sign bahwa Al-Qur’an mengandung flesksibilitas yang tinggi dalam menghadapi kebutuhan masyarakat yang situasional (Saeed, 2006: 150-152). Fleksibilitas ini juga seharusnya berlaku dalam proses interpretasi Al-Qur’an. Lalu melegitimasi kompleksitas makna. Abdullah Saeed mengidentifikasi adanya keragaman bentuk kata dalam bahasa Arab yang tidak bisa diperlakukan secara sama dalam mengggali maknanya (Rahman, 1982: 2-3).
Memahami konteks sosio-historis penafsiran. Al-Qur’an sangat fundamental dalam penafsiran guna menguak makna legal-etis teks dan menentukan relevansinya terhadap kehidupan kontemporer (Saeed, 2016: 231-233).
Kemudian teori yang berbeda adalah merumuskan hirarki nilai ethico-legal teks. Abdullah Saeed mengembangkan konsep hirarki nilai-nilai teks, dengan memfokuskan pada nilai legal-etisnya. Hirarki nilai ini diharapkan dapat mempermudah para penafsir kontekstualis dalam menafsirkan ethico-legal texts. Dalam menentukan hirarki nilai, Abdullah Saeed mendasarkan pada nilai etis "right action" yang merupakan dasar agama sebagaimana yang telah ditekankan Al-Qur’an. Abdullah Saeed mengelompokkan hirarki nilai Al - Qur’an sebagai berikut (Saeed, 2016: 262-275):
Pertama, Obligatory Values Ialah nilai keagamaan yang tidak terikat pada waktu tertentu. Semua Umat Islam menganggapnya sebagai bagian esensial dari Islam. nilai ini dikelompokkan dalam tiga sub kategori, yaitu: (1) nilai-nilai yang berhubungan dengan sistem kepercayaan (belief); (2) nilai-nilai yang berhubungan dengan praktik religius, salat misalnya; (3) nilai-nilai yang berkaitan dengan status halal-haram, yang dinyatakan secara spesifik dalam Al-Qur’an.
Kedua, Fundamental Values merupakan nilai-nilai tertentu yang berhubungan dengan hak asasi manusia. Misalnya, hak untuk perlindungan hidup dan properti. Nilai etis yang berada dalam level ini bersifat dinamis, sesuai dengan kebutuhan masyarakat.
Ketiga, Protectional values adalah nilai-nilai etis yang mendukung tercapainya fundamental values. misalnya larangan mencuri adalah bentuk proteksi terhadap properti individu yang merupakan bagian dari fundamental values.
Keempat, Implementational values adalah aturan spesifik yang digunakan dalam implementasi Protectional values. Larangan mencuri dalam implementasinya berbentuk potong tangan misalnya. Nilai dalam level ini berdasarkan konteks kultural dan bisa berubah. Menurut Abdullah Saeed, aturan tersebut bukanlah objek fundamental Al-Qur’an, melainkan pada tujuannya sebagai pencegahan terhadap perilaku yang tidak diharapkan.
Kelima, Instructional values ialah nilai-nilai etis yang terdapat dalam Al-Qur’an yang dihubungkan dengan problem tertentu pada masa pewahyuan. Ayat Al-Qur’an yang berada dalam level ini sangat banyak dan variatif. Misalnya, instruksi poligami, instruksi menjadikan pria sebagai penjaga perempuan, instruksi untuk tidak menjadikan non muslim sebagai teman
Contoh Penafsiran
- Kasus perzinaan, al – Qur’an menyebutkan :
- وَاللَّذَانِ يَأْتِيَانِهَا مِنْكُمْ فَآذُوهُمَا فَإِنْ تَابَا وَأَصْلَحَا فَأَعْرِضُوا عَنْهُمَا إِنَّ اللَّهَ كَانَ تَوَّابًا رَحِيمًا
“Dan terhadap dua orang yang melakukan perbuatan keji di antara kamu, maka berilah hukuman kepada keduanya, kemudian jika keduanya bertobat dan memperbaiki diri, maka biarkanlah mereka. Sesungguhnya Allah Maha Penerima tobat lagi Maha Penyayang”. (Q.S. an-Nisa’ 4: 16)