Bisikku Pada Hujan
Racun, aku meminta setenggak racun yang mematikan. Biar diriku menghilang bersama serpihan kerinduan.
Kita menari dibawah tangisan langit. Berderai membasahi luka-luka. Kita berjanji melangkah bersama namun tidak pernah kudapati langkahmu mengiringi dukaku.
Kita menari dibawah wajah bulan yang kalut akan kabut. Lagi, hujan lebat mengguyur wajah-wajah yang tak saling mengingat. Sekalipun tidak pernah kudengar namaku kau sebut bersama rindu yang tak bertaut.
Kita menari dibawah hujan dengan sebuah payung hitam.
Duka dan luka saling menghantam wajah-wajah terlupakan.
Aku meminta racun biar diri tak lagi meratapi kepergian.
Terbangmu terlampau tinggi untuk diriku sandingkan. Sayap-sayapku terlalu rapuh untuk menggapai genggamanmu dan diriku pada akhirnya akan terhempas kembali kepada bumi.
Janji, aku meminta janji pada dirimu yang semakin mendingin namun kau tetap tak bergeming.
Aku meminta janjimu pada Tuhan tapi lagi-lagi takdir yang datang menyadarkan.
Hujan lebat terus mengguyur diriku yang kacau. Aku terus menari-nari dibawah awan suram yang mencari arti.
Kakiku terus menari, tubuhku terus melenggang. Sampai pada akhirnya tidak ada yang kudapatkan selain keputus-asaan didalam sebuah kesedihan.
Bintuhan, Â 27 Desember 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H