"Ibu percaya takdir Tuhan kan?"
"Pasti nak"
"Selamanya dia tetap anak ibu, milik ibu, walau dunia memisahkan sekalipun"
"Jangan siksa diri ibu dengan kenangan, mungkin kerinduan tidak akan lepas dari bayang-bayang namun  masih ada doa yang menyatukan bu, percayalah Tuhan sudah mengatur segalanya untuk kita"
Wanita tua itu tersenyum, raut wajahnya tampak jauh lebih teduh dari sebelumnya
"izinkan ibu menikmati sisa-sisa umur di gubuk ini nduk. Sering-seringlah bertandang, rumah ini akan selalu riang menunggu kedatanganmu"
Mendengar pernyataan tersebut, tidak ada alasan bidan muda itu untuk memaksakan pilihan sang ibu.
Malam menjeru, ingatan itu kembali menerawang. anak semata wayang telah ditutupi kain jarik menghadap sang khalik. Sang ibu yang telah renta berbaring persis disamping tubuh dingin anaknya, tampak batang tubuh ibunya tidak bisa menyaingi besar dan tinggi badan anaknya. Sang ibu hanya bisa memeluknya sambil memejamkan mata menahan agar tetesan air mata tak menyakiti anaknya sembari mengingat kembali saat memeluk anaknya ketika pertama kali hadir ke dunia sebagai pelengkap warna di kehidupannya, melepas segala beban dalam benak lalu mencoba bertahan; tersenyum; dan akhirnya mengikhlaskan.
Bintuhan,07 Mei 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H