Mohon tunggu...
Rollis Juliansyah
Rollis Juliansyah Mohon Tunggu... Lainnya - Masih belajar baca tulis

Tertarik bidang Kajian Pembangunan Ekonomi dan Lawak-Lawak. hehe

Selanjutnya

Tutup

Ruang Kelas

Ekonomi Tak Hanya Berbicara Angka

6 Oktober 2024   03:29 Diperbarui: 6 Oktober 2024   16:37 55
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ruang Kelas. Sumber Ilustrasi: PAXELS

Apakah Anda membayangkan ekonomi hanya berkutat seputar untung rugi dalam bentuk return atau profit saja? Ataupun istilah modal sekecil-kecilnya; untung sebesar-besarnya? Segala sesuatu di ukur dengan uang.

Ekonomi tak melulu berbicara angka dan bersifat kuantitatif

Psychology of Money yang ditulis oleh Morgan Housel rilis 2022 lalu, menceritakan esensi dari perilaku konsumen. Dimana untuk lebih lanjut tentu membawa kita dalam bab perilaku konsumen dan sub bab utilitas. Manusia sebagai insan yang tidak pernah selesai dengan urusan keinginan. Hingga mendorong terus ke depan dalam kegiatan produksi yang ditawarkan sebagai jawaban atas permasalahan yang dibutuhkan oleh pasar. Mendorong inovasi dalam produksi barang/jasa, mengantarkan pada riset dan pengembangan (R&D) dan peranan pemerintah dalam memutuskan kebijakan fisikal maupun moneter. fenomena dalam kehidupan sering kita melihat banyak miss jinjing seperti yang disajikan oleh Amelia Misniari tahun 2008 silam sebuah ancaman bagi remaja saat ini. hal ini menjadikan konsumerian sejati

Alam bawah sadar membawa kita, ketika mendengar ekonomi adalah aspek moneter semata, kita luput dari tinjauan sosial yang lebih besar. seperti budaya, psikologi, dan seni maupun lingkungan ada di dalam ekonomi itu sendiri. Faktor budaya cenderung membentuk struktur pasar dan ekonomi dari suatu wilayah melalui penduduknya. Konsumen cenderung bersikap heuristic yang mengedepankan privilate atas kepemilikan suatu barang dengan merek atau brand tertentu. Kita mesti membedakan antar ingin dan butuh. Apa yang Anda inginkan belum tentu Anda butuhkah. Sering Kali kita sulit menempatkan secara aksi nyata istilah dari keduanya, dikarenakan lapar mata rakus mulut. Mengedepankan keinginan meninggalkan kebutuhan. Hal ini dalam ekonomi di sebut dengan keinginan yang tak ada habisnya yang diukur dengan utilitas, yang merupakan psikologi ekonomi.

Bagaimana struktur ekonomi dipengaruhi budaya, psikologi, dan seni ataupun lingkungan? Anda pernah berkendara melawan jalur karena banyak pengemudi melakukannya, dan itu adalah kewajaran di wilayah tersebut. Hal ini membawa kita pada environmental determinism yang menceritakan bahwa seorang maupun sekelompok orang dipengaruhi oleh lingkungannya maupun budaya, hingga dari budaya membentuk mental bias yang menyatakan bahwa orang dengan barang A tidak lebih baik dibanding barang B; menghasilkan penghakiman atas pengakuan dan gengsi.

Seni sangat kental dengan ekonomi. Adanya seni yang diterapkan pada ekonomi mendorong kreativitas dan inovasi baru. Dengan seni yang mumpuni dapat meninjau keberlangsungan ekonomi. Adanya dorongan produksi tanpa memperhatikan daya dukung lingkungan tentunya tidak efektif dan berdampak bagi penurunan kualitas lingkungan, adanya ancaman jasa lingkungan yang menurun/terdegradasi, eksploitasi dengan serakah. Seni hadir dalam menata keberlanjutan dan budaya membentuk struktur ekonomi dan perilaku konsumen.

Alhasil ekonomi tidak melulu berbicara dan berkutat tentang angka kuantitatif data-data sett semata. Ada banyak fenomena sosial yang di bahas dalam tinjauan ekonomi, berupa banyak fenomena yang tak pernah ada ujungnya. Seperti yang disampaikan oleh Mochtar Lubis “Jalan Tiada Ujung” yang di abadikan menjadi sebuah karya sastra. Bagaimanakah kita bijak dalam menempatkan ingin dan butuh tanpa mengedepankan dan mengharapkan pengakuan dan acungan jempol tanpa senasional yang nyata. Bagaimana kita bijak dalam menentukan pilihan yang rasional (tradeoff) yang menjadikan kepentingan pribadi bermuara bagi kepentingan sosial yang bermanfaat untuk orang banyak (externalities positif) dan serta Inovasi sosial dalam ekonomi memutuskan hilirisasi pengangguran menuju kemiskinan berkelanjutan tanpa mengorbankan nilai-nilai lingkungan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ruang Kelas Selengkapnya
Lihat Ruang Kelas Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun