Scarcity atau kelangkaan dalam mikroekonomi merupakan dasar terbentuknya permintaan (demand) sehingga dalam waktu konstan (short-run) menimbulkan ketersedian dan diproduksi oleh produsen dalam bentuk barang dan jasa, hal ini disebut suplai. Kelangkaan di pemberitaan bukanlah hal yang baru, seperti gas 3kg yang kita dengar, lihat, dan rasakan beberapa waktu lalu. Kelangkaan kali ini pada minyak goreng. Bukan goreng isu, ya. hehe
Kelapa sawit menghasilkan CPO dan diolah dalam beberapa jenis yang menghasilkan komoditas yang dibutuhkan rumah tangga seperti, minyak goreng, sabun, dan lainnya. Pernahkah anda mendengar pepatah ayam mati di lumbung padi? Inilah sudah kita alami. Kelangkaan minyak goreng belakangan ini menjadi tanda tanya besar. Â Kenapa tidak, pasalnya Indonesia menyuplai no 2 minyak sawit setelah Malaysia. Hal ini menunjukkan bahwa praktek dalam kepengelolaan urusan pasar kita belum kuat dan stabil.
Kelangkaan ini mengantarkan kita jauh kebelakang, era sebelum Sawit menjamur di Indonesia. Masyarakat di pedesaan contohnya, dalam memenuhi demand rumah tangga, mengolah sendiri dari kelapa menjadi menjadi minyak goreng yang prosesnya dilakukan secara manual. Artinya kita sudah terlalu manja dengan segala sesuatu yang instan dan serta impor.
*Surplus Market of LaborÂ
instilah market of labor (MoL) yang diartikan pasar tenaga kerja yang ditawarkan oleh rumah tangga. ketersedian ketenaga kerjaan sudah mencapai tahap lebih yang disebut dengan surplus, artinya ketersediaan lapangan kerja (demand for Labor) lebih sedikit dibandingkan yang ditawarkan. Man vs Machine karanangan Noam Choamsky mengisyaratkan kita bahwa cepatnya laju penggunaan teknologi dan perkembangannya mengalahkan produktivitas kita manusia. Siap tidak siap kita sudah masuk ke zona tersebut. benar, ada pengguran terdidik yang seringkali menciptakan permasalahan baru dalam fenomena ketenagakerjaan, akan tetapi bukanlah itu yang menjadi urgensinya, melainkan seberapa relevan dan sesuai pendidikan mereka peroleh dengan ketersediaan sumberdaya yang kita miliki, guna kelak bisa dilakukan pengolahan lebih lanjut dan menghasilkan nilai tambah daripadanya (add value), sehingga produktivitas para manusia terdidik tersebut bisa dimaksimalkan untuk mencapai outcome dalam pembangunan ekonomi.
Simpulan: Perlunya kerjasama dan menghilangkan egosentris dari berbagai pihak baik legislator dan eksekutor serta pernanan sadar akan ketersedian bahan bakuproduksi oleh masyarakat sangat diperlukan. Menciptakan kemandiarian pangan atau food scurity menjadi hal yang baik dan dibutuhkan. Adanya food estate semestinya tidak bertolak belakang dengan pengurangan dan degradasi lingkungan yang secara langsung berdampak pada depresisasi kwalitas lingkungan yang pada akhirnya menimbulkan permasalahan baru.Â
Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H