Penulis juga pernah ada dalam posisi ini. Sepanjang pengamatan penulis selama mengikuti ospek bahkan terlibat sebagai panitia, umumnya para senior yang melakukan kekerasan bersembunyi dibalik alasan ajarkan mereka disiplin.
Ada juga yang semata-mata melakukan tindakan pelonco hanya untuk balas dendam.Â
Katanya, dulu mereka ada dalam pengalaman yang lebih mencekam dan mereka berhasil lalui, jadi tidak ada salahnya jika pengalaman itu diteruskan kepada mahasiswa baru.
Mau dengan alasan apapun, sepanjang pelonco di dunia Perguruan Tinggi menyalahi aturan, ia tetap salah.
Bukankah pelonco kita telah dilarang atau sekurang-kurangnya diminimalisir angka kekerasan?
Yang paling tragis dalam catatan kelam pelonco yakni kegiatan ini biasa disusupi pada masa ospek.Â
Khalayak tahu bahwa ospek itu adalah masa pengenalan lingkungan kampus dan seluruh iklim akademik di dalamnya.
Bagaimana mungkin masa pengenalan kampus dan sepak terjang akademik kampus bersangkutan melegalkan kekerasan?Â
Ini bukan kultur akademik tetapi upaya merusak citra akademik.
Kita menolak alasan pendisiplinan dengan jalan kekerasan sebab ada banyak cara humanis yang bisa kita pakai mendisiplinkan para mahasiswa baru agar mereka menjaga marwah diri dan institusi kelak, selama mereka menimba ilmu.
Implikasi Ing Ngarso Sung Tulodo di Dunia Kampus