Pengadilan harusnya bisa bebas dari praktik ketidakadilan. Hal ini penting sebab di pengadilan, orang berusaha untuk mencari keadilan. Semua bukti harus diteliti. Tidak boleh ada perasaan tertekan ketika proses peradilan sementara berlangsung.Â
Pengadilan hanya akan adil apabila sang hakim jujur dan tidak mau memberi diri dibisiki oleh kepentingan. Sayangnya, dalam dunia kita, kita menyaksikan bahwa ada banyak hakim yang tidak jujur. Mereka bekerja atas kepentingan. Mereka juga bekerja asal ada bayaran yang mahal bisa menutupi kecurangan dan kelaliman. Jika pengadilan saja sudah tidak adil, bagaimana kemudian kita harus mencari keadilan?
Narasi Yohanes 18:28-40 juga memperlihatkan sisi gelap dari dunia peradilan. Pilatus mendapatkan kepercayaan untuk mengadili Yesus karena tuntutan orang banyak pada saat itu. Hanya saja, kita akan melihat bahwa konspirasi terjadi. Orang banyak dari kalangan Yahudi menghendaki harus ada hukuman bagi Yesus.Â
Lucunya, mereka tidak mau masuk ke dalam ruang pengadilan karena akan segera makan Paskah. Harusnya, mereka bisa untuk menahan diri menghakimi sebagai upaya menahirkan diri ketika hari raya suci itu sudah di depan mata. Janggal juga sebab menolak untuk masuk ke ruang pengadilan karena ingin makan Paskah tetapi ngotot untuk menghakimi orang. Rasa benci dan iri menutupi mata hati mereka.Â
Sentimen pribadi atas diri Yesus membuat mereka membabi buta di dalam menghakimi. Ini kejanggalan pertama. Kejanggalan kedua bahwa dalam proses mengusut masalah, Pilatus tidak mendapati adanya kesalahan pada diri Yesus. Jika demikian hasilnya maka Yesus harus dibebaskan dari proses peradilan itu. Apa yang terjadi? Â
Harusnya Pilatus bisa menunjukkan sisi keadilannya. Hanya saja Pilatus dilema. Ia cuci tangan. Melanjutkan hukuman dengan membebaskan salah satu penyamun. Pilatus malah memberikan opsi untuk masa pada saat itu. Masa setuju pada opsi ini. Penyamun yang berdosa terbebas, Yesus yang murni tidak bersalah dihukum. Nasib naas menimpa diri Yesus.
Kita boleh protes dan geram atas tindakan Pilatus dan masa. Tetapi, menarik untuk kita lihat ayat 32 bahwa cara ini harus Yesus tempuh. Kita bisa menafsirkan ayat ini sebagai hutang dosa hanya bisa lunas apabila yang suci, tiada bernoda menghapus hutang itu. Ini hanya bisa dijumpai dalam diri Yesus.Â
Kalau masa menuntut yang tidak bersalah menjadi bersalah dan Pilatus cuci tangan maka itu adalah gambaran dosa yang sudah menguasai manusia. Yang putih jadi hitam. Yang salah jadi benar. Yang benar ditindas.Â
Konspirasi ini menyedihkan tapi itu cara membuat manusia sadar. Lihat saja kesaksian dari Kepala Prajurit yang mengaku Yesus itu Anak Allah pasca hukuman sudah terlanjur ditanggung oleh Yesus.
Salib itu sudah Yesus pikul. Maut itu sudah Yesus rasakan. Yang paling keji atau hina itu sudah ditanggung Yesus. Yang menyalibkan Yesus boleh bersorak-sorai. Semua ini harus terjadi supaya manusia ditebus. Pada akhirnya, keangkuhan, kelaliman, rasa bersalah semua akan campur-aduk ketika Yesus  sendiri menanggung siksa dan beban dosa manusia. Imanuel
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H