Mohon tunggu...
Rolan Sihombing
Rolan Sihombing Mohon Tunggu... profesional -

Kita tidak perlu otak jenius untuk memulai perubahan. Kita hanya perlu hati tulus yang tergerak mengulurkan tangan kepada penderitaan anak-anak bangsa yang tidak seberuntung kita. -www.rolansihombing.wordpress.com-

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ayahku, Pahlawanku

8 Oktober 2010   03:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   12:37 194
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Jika Anda menanyakan kepada saya, siapakah pribadi yang menjadi teladan dan inspirasi saya, maka saya dengan cepat akan mengatakan Bapak saya, Lantas Edward Sihombing (alm). Bukan pendeta ataupun ketua sinode, karena saya punya pengalaman pahit dengan pribadi-pribadi yang katanya diurapi Tuhan. Bukan pula dosen-dosen saya, walau ada dosen-dosen yang sangat saya hormati dan menjadi teman saya, tapi nasehat dan petuah Bapak sayalah yang banyak menyiapkan saya untuk menjadi seorang pria seperti sekarang ini.

 

 

Bapak saya lahir di sebuah keluarga yang besar. Dikarenakan perekonomian yang sulit pada masa kecilnya, dan ditambah Opung saya hanya seorang pedagang kecil-kecilan, tak jarang Bapak harus makan seadanya. Beliau pernah mengatakan, suatu kali mereka harus berbagi sebutir telur ayam untuk satu keluarga yang terdiri kurang lebih dari (kalau tidak salah) 6 orang waktu itu. Tak heran di kemudian hari, beliau selalu memarahi kami anak-anaknya jika kami membuang makanan atau juga bertengkar karena memperebutkan makanan. Jika kami membuang makanan, beliau akan berkata banyak anak-anak di luar sana yang tidak makan hari ini. Dan jika kami memperebutkan makanan, beliau akan berkata kelakuan kami seperti orang-orang yang tidak diberi makan selama setahun.

 

Bapak memulai karirnya dari bawah. Pekerjaan pertamanya adalah menjadi tukang cat gedung pemerintahan di Banjarbaru, Kalimantan Selatan, karena waktu itu beliau hanya mengantongi ijasah STM. Lalu beliau bekerja di proyek PLTA Riam Kanan sebagai mandor yang mengawasi pembuatan turbin waduk terbesar di Kalimantan Selatan. Lalu Bapak mendapatkan kesempatan untuk menjadi pegawai PLN, dan hanya dalam satu kali ujian Bapak lulus. Kemudian takdir membawa Bapak, Mama, dan kakak saya yang masih kecil waktu itu pindah ke Pontianak. Dengan penuh pengorbanan waktu, tenaga, dan biaya, Bapak berhasil menyelesaikan pendidikan S1 di fakultas Hukum Universitas Tanjungpura, Pontianak.

 

 

Berdasarkan pengalaman studinya yang penuh lika-liku, Bapak selalu menomorsatukan pendidikan. Beliau selalu berusaha memberikan pendidikan yang terbaik. Tapi beliau juga selalu meminta kami memberikan nilai akademis yang terbaik. Bapak selalu mengatakan kenyamanan hidup kami di masa depan ditentukan level pendidikan yang kami dapatkan. Karena kerasnya didikan Bapak soal pendidikan, kami sangat dilarang keras pacaran sebelum waktunya.

 

Tahun 1991 saya mengalami kecelakaan saat bermain sepakbola yang mengakibatkan saya cacat selama belasan tahun kemudian. Puji Tuhan, sekarang saya bisa kembali normal. Saya ingat di saat-saat saya tidak bisa berjalan dan hanya bisa dipapah, tanpa menghiraukan ukuran tubuhnya yg lebih kecil dari saya, beliau selalu bersedia menggendong saya bahkan utk keperluan buang air besar. Sewaktu saya didiagnosis kanker, Mama mengatakan saat itu Bapak hanya menangis dan berkata seandainya penyakit yang saya alami bisa dipindahkan ke beliau saja.

 

Dari beliau saya belajar mengenal kasih Bapa Surgawi yang selalu tersedia untuk saya. Kasih Bapa yang selalu menerima baik buruk keadaan saya.

 

 

Tahun 1993 Bapak terkena serangan jantung. Selama 22 bulan ia terbaring lumpuh, tak bisa berjalan dengan baik, dan tak bisa berbicara dengan jelas. Masih teringat dalam ingatan saya, Bapak bersikeras pergi ke kantor meskipun kondisinya sangat tidak memungkinkan untuk mengendarai mobil dan bekerja seperti layaknya orang normal. Beliau mengajarkan saya pekerjaan adalah anugerah Tuhan yang mesti dipertanggungjawabkan di hadapan Tuhan. Pekerjaan bukan sekedar sarana mendapatkan nafkah tetapi pekerjaan adalah wujud pengabdian dan kecintaan kita kepada Sang Khalik.

 

 

15 September 1995, pahlawan saya, pujaan hati saya, dan sosok yang selalu ingin saya tiru sejak dari kecil, berpulang untuk selamanya ke rumah Bapa di surga. Tepat seminggu sebelum ulangtahun saya yang ke 18. Sebuah nasehat terakhir beliau sampaikan beberapa jam sebelum kepergiannya. Nasehat ini saya tuliskan di halaman depan skripsi S1 saya. Begini nasehatnya:

 

"Amang, kamu putra Bapak satu-satunya. Kalau Bapak tdk ada, kamulah yang berdiri mewakili Bapak dan membawa marga Sihombing. Kamulah yang jadi penopang untuk Mamamu, kakak, dan kedua adikmu. Karena kamu penopang, kamu harus janji sama Bapak, kamu akan kuat walau goncangan sana-sini menerpa hidup kami. Kamu harus menjaga mereka, membela mereka kalau mereka mendapat perlakuan yg tdk menyenangkan. Apapun yg terjadi, jangan pernah mengabaikan keluargamu. Dan yang terakhir Amang... Opungmu itu hanya tukang pisau di pasar kecil Panyabungan. Tapi Bapak berhasil keluar dari kemiskinan dan hidup melampaui Opungmu. Kamu harus janji sama Bapak, kamu harus mencapai kehidupan yang lebih baik dari Bapak. Jadi pemimpin, pergi ke tempat yang Bapak ga pernah injak, dan melakukan hal-hal yang ga pernah Bapak lakukan."

 

 

Sampai hari ini nasehat terakhir Bapak selalu saya ingat dan pegang. Di saat saya sedih, selalu perkataan beliau yang menjadi penyemangat saya. Walau kadang saya pun mengecewakan sebagai anak, tapi hari ini saya masih berjuang utk menjadi anak yang membanggakan almarhum, Mama, dan saudara-saudara saya.

 

Akhir dari tulisan ini, saya mendorong teman-teman untuk selalu menghormati kedua orangtuamu. Karena mereka diutus Tuhan untuk menjaga kehidupan kita. Merekalah percikan cinta Tuhan yang tak pernah lekang. Merekalah perpanjangan tangan Tuhan untuk memberkati hidup kita. Firman Tuhan dengan jelas mengatakan, hormatilah ayah dan ibumu sehingga panjang umurmu di bumi. Jika hari ini teman-teman memiliki masalah dengan orangtua, berdamailah. Mereka menjadi orangtua bkn krn mereka ahli dalam menjadi orangtua. Tetapi bukan berarti pula mereka tidak mau menjadi orangtua yang terbaik untuk kita. Mereka hanya tidak tahu bagaimana caranya. Oleh karena itu, alih-alih kita berselisih paham, lebih baik kita berusaha memahami jika mereka pun sedang belajar menjadi pribadi yang lebih baik tiap hari.

 

 

Pak, detik ini...anakmu merindukanmu. I love you so much, Dad....

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun