Mohon tunggu...
Rois Latif
Rois Latif Mohon Tunggu... Mahasiswa - Penulis

Santri untuk bangsa santri mendunia

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Menuju Pemilu yang Berasas Moral dan Pancasialis

29 Desember 2023   23:22 Diperbarui: 29 Desember 2023   23:22 66
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Pemilihan umum atau pemilu semakin dekat. Semua calon mempersiapkan dirinya melalui visi dan misi yang dibawannya. Tidak terkecuali KPU sebagai badan penyelenggara pemilihan juga mempersiapkan kontestasi dengan baik dan dirancang dengan konsep yang matang. Masyarakat termasuk anak-anak dan remaja melirik pemimpin yang diidolakannya. Mereka melihat dari visi dan misi yang dibawannya dan semuannya baik, untuk kepentingan bangsa ini kedepannya. Tentu manusia adalah makluk yang bebas sesuai dengan jargon pemilu yaitu LUBER JURDIL "Langsung Umum Bebas Rahasia Jujur dan Adil".

Pemilihan secara langsung, tidak titip menitip, bukan aklamasi, bukan juga musyawarah mufakat. Indonesia adalah salah satu negara yang menerapkan pemilihan secara langsung, bukan system turun temurun. Artinnya suara dan kehendak rakyat yang menentukan. Era khalafau rasyidin pemimpin ditunjuk atau aklamasi, Era dinasti Umayyah hingga Turki Usmani pemimpin juga dinasti turun temurun. Semuannya baik jika pemimpinnya juga baik. Namun Indonesia adalah negara yang beragam, beda adat, politik, tradisi, dan budaya. Itulah yang melatar belakangi pemilihan harus secara langsung oleh rakyat. Yang telah ditetapkan dalam undang undang dasar 1945.

Keserataan dalam pemilu sangat diperlukan untuk menjaga marwah demokrasi. Melalui asas umum yaitu untuk semua yang memiliki hak pilih yaitu Masyarakat yang berusia 17 tahun atau lebih yang memiliki hak pilih. Dengan begitu tidak membeda bedakan antara anak presiden, anak Menteri maupun anak pejabat. Jika tidak memiliki hak pilih maka tidak bisa ikut memilih.

Kebebasan menjadi kunci dalam setiap pemilihan. Pemilihan tidak ada yang dipaksakan harus memilih salah satu calon dengan nurani dan kehendak sendiri. Polemik kebebasan sering terjadi di Indonesia dengan iming-iming berupa uang kampannye. Apakah itu sebagai janji politik atau sebagai sadaqah momen tertentu yang diambil suarannya. Tentu menerima adalah hak setiap manusia selama tidak ada paksaan yang mengikat. Dengan begitu menerima uang adalah hak manusia untuk bebas, begitu juga memilih pemimpin.

Rahasia bukan pula tertutup. Pemilihan ini dirahasiakan atas pilihannya tidak diperbolehkan ada yang mengetahi apalagi mencontek sebelah. Hal ini tentu untuk melindungi dari hal hal yang tidak diinginkan baik pemilih maupun calon pemimpin. Dengan demikian TPS atau tempat pemungutan suara didesain bersifat individu.

Kejujuran dalam pemilu sangat diperlukan untuk mengantisipasi dari kecurangan. Kecurangan bisa jadi dari calon, pemilih maupunn panitia sendiri. Antisipasi kecurangan adalah dengan meningkatkan kewaspadaan, mengancam pidana dan pembuatan peraturan undang-undang mengenai pidana kecurangan. Pemilu akan berjalan sesuai yang diharapkan.

Adil dalam pemilihan bersifat mjtlak. Pemilihan serentak dari kalangan atas maupun bawah. Tidak dibeda bedakan, disama ratakan baik orang dipelosok, pejabat, asn, guru, petani semuannya adil sehingga diberi kesempatan untuk memilih calon yang diharapkan untuk masa depan bangsa. Indonesia telah menyelenggaarakan pemilu dengan adil dan seadil adilnnya. Namun begitu pengawasan perlu ditingkatkan untuk lebih berpacu pada hal yang positif.

Dengan demikian jika negara menerapkan prinsip ini, maka kesetaraan, keadilan dan persatuan akan tumbuh dengan sendirinya. Sehingga Indonesia kedepan semakin baik, sejuk, damai dalam persatuan. Teknologi yang modern, kemajuan industry merupakan desain yang tidak boleh dilupakan artinnya semuannya tetap nomor satu, tapi persatuan dan kesatuan dalam koridor Pancasila jangan dinomor duakan. Jika ada persatuan diluar koridor Pancasila, maka jangan dibiarkan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun