Mohon tunggu...
Roi Rahmat
Roi Rahmat Mohon Tunggu... profesional -

Penikmat Kopi Hitam

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

JUNI: Jumat Untuk Nasionalisme Indonesia

1 Juni 2012   13:54 Diperbarui: 25 Juni 2015   04:31 203
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Hari ini, Jumat 1 Juni 2012, 67 tahun silam tepatnya Jumat 1 Juni 1945, Bung Karno berpidato mengemukakan; Kebangsaan, Kebangsaan; Internasionalisme; Mufakat, dasar perwakilan, dasar permusyawaratan; Kesejahteraan; Ketuhanan. Pada saat itu juga nama Pancasila itu diucapkan oleh Soekarno, yang kemudian momen tersebut dikenal sebagai Hari Lahir Pancasila.

Sejenak, kita putar kembali jarum jam ke belakang, memang terdapat kesamaan yang langkah untuk ditemui. Momen hari lahir pancasila yang setiap tahunnya jatuh pada tanggal 1 Juni, pada tahun ini jatuh pada hari yang sama dengan awal lahirnya yakni hari Jumat.

Tulisan ini, saya tulis bukan untuk me-lebay-kan situasi dan kondisi yang ada. Akan tetapi, yang harus kita cerna dan pahami bahwa semangat nasionalis para pendiri bangsa bertumpuh menjadi satu di hari Jumat. Bukan hanya sekedar sejarah lahirnya pancasila melainkan masih banyak lagi sejarah-sejarah penting yang dibuat oleh para pendiri bangsa yang berlangsung pada hari Jumat. Dan yang kemudian menjadi sebuah keharusan sebagai manusia yang berbangsa Indonesia untuk patut selalu dijaga dan terus kekobarkan.

Sekali lagi, bukan karena Jumat yang dikenal sebagai hari religius-nya umat muslim, pasti ada sebuah dasar yang dianggap baik oleh para pendiri bangsa. Nilai-nilai mental-kebudayaan pun salah satunya yang menghidupkan karakter dan semangat dasar para pendiri bangsa. Hal ini, senada dengan apa yang diungkapkan oleh Bung Karno dalam pidatonya pada tanggal 1 Juni,

“Kita  mendirikan negara Indonesia, yang kita semua harus mendukungnya. Semua buat semua! Bukan Kristen buat Indonesia, bukan golongan Islam buat Indonesia, bukan Hadikoesoemo buat Indonesia, bukan Van Eck buat Indonesia-semua buat semua! Jikalau saya peras yang lima menjadi tiga, dan yang tiga menjadi satu, maka dapatlah saya satu perkataan Indonesia yang tulen, yaitu perkataan ‘gotong royong’. Negara Indonesia yang kita dirikan haruslah negara gotong royong!”

Sejarah hari Jumat lainnya yang mendasarkan Pancasila sebagai dasar dan semangat nasionalis pendiri bangsa, juga dapat kita temui dalam pidato yang disampaikan oleh Bung Karno di depan PBB, pada hari Jumat, tanggal 30 September 1960, yang berjudul “To Build the World Anew”. Bung Karno menyangkal pendapat seorang filosof Inggris, Bertrand Russel, yang membagi dunia ke dalam dua poros ideologis. “Maafkan, Lord Russel. Saya kira tuan melupakan adanya lebih daripada seribu juta rakyat, rakyat Asia dan Afrika, dan mungkin pula rakyat-rakyat Amerika Latin, yang tidak menganut ajaran Manifesto Komunis ataupun Declaration of Independence.” Bung Karno pun juga mengatakan bahwa Indonesia tidak dipimpin oleh kedua paham itu; tidak mengikuti konsep liberal maupun komunis.

“Dari pengalaman kami sendiri dan dari sejarah kami sendiri tumbuhlah sesuatu yang lain, sesuatu yang jauh lebih sesuai, sesuatu yang lebih cocok. Sesuatu itu kami namakan Pancasila. Gagasan-gagasan dan cita-cita itu, sudah terkandung dalam bangsa kami. Telah timbul dalam bangsa kami selama dua ribu tahun peradaban kami dan selama berabad-abad kejayaan bangsa,s ebelum imperialis menenggelamkan kami pada suatu saat kelemahan nasional.”

Bangsa ini telah jauh terlelap dalam pengaruh asing, sehingga harga diri ke-bangsa-annya pun terabaikan. Semangat yang ada bukan lagi semangat akan dasar kehidupan berbangsa dan bernegara melainkan semangat ber-keasingan. Sebuah semangat yang telah sejak lama dikatakan oleh Bung Karno merupakan semangat yang tidak kenal oleh bangsa Indonesia.

Semangat Jumat yang berlandaskan pada dasar dan semangat Pancasila oleh para pendiri bangsa kiranya bisa menjadi sejarah penting yang selalu patut kita kenang dan jaga. Serta, menjadikan sejarah itu semangat kedua para generasi penerus bangsa ini, yang lambat-laun kini mulai terlupakan. Semoga sejarah atas semangat Jumat yang kembali terulang pada tahun ini, benar-benar bisa menjadikan semangat nasionalis ke-Indonesia-an.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun