Penghapusan Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sesuai putusan Mahkamah Konstitusi dengan No.013-022/PUU-IV/2006, bertujuan agar seseorang bebas berpendapat atas kinerja Presiden dan Wakil Presiden dalam bentuk kritik ataupun saran.
Dalam Pasal tersebut telah jelas bahwasanya siapa yang memuat perkataan ataupun tulisan yang disitu mengandung unsur-unsur kebencian terhadap presiden dapat dipidana. Namun yang menjadi ramai sekarang adalah Pasal tersebut dianggap dihidupkan kembali dalam Rancangan Kitab Udang-Undang Hukum Pidana, yang saat ini sedang di bahas oleh dewan legislatif yang akan segera disahkan.
Namun Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden yang muncul kembali setelah dihapus oleh Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006 tersebut menuai perbincangan hangat dari berbagai elemen masyarakat khususnya oleh Praktisi dan Akademisi hukum Indonesia. Mereka mengganggap munculnya Pasal Penghinaan Persiden dalam RKUHP menjadi faktor dalam menurunnya sistem demokrasi di Indonesia, karena kebebasan berekspresi dalam menyampaikan pendapat terhadap pejabat publik dibatasi.
Namun juga ada alasan lagi bahwa Pasal ini nantinya menjadi senjata bagi penguasa ketika ada seseorang berurusan hukum (bebas berpendapat) dengan pejabat publik yang dalam hal ini Presiden dan Wakil Presiden, sehingga membuat seseorang takut untuk mengkritik atau berekspresi dalam menyampaikan pendapatnya terkait kinerja presiden dan wakil presiden.
Namun sebelum menilai, bahwa Pasal ini menjadi suatu faktor dibatasinya seseorang atau badan untuk berpendapat atau berekpresi dalam bentuk kritis terhadap Presiden dan Wakil Presiden, Perlu terlebih dahulu memahami unsur-unsur pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden dalam Draft Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana dan memahami secara bahasa apa itu Penghinaan.
Penghinaan merupakan suatu tindakan kejahatan yang dilakukan dengan ungkapan atau pernyataan yang tidak sopan atau mencemooh secara sengaja ataupun tidak sengaja yang dimana perbuatan itu dapat membuat orang lain atau kelompok merasa direndahkan.
Dari pengertian Penghinaan diatas, sudah jelas bahwa unsur dari kejahatan dari penghinaan karena adanya perbuatan atau pernyataan yang dinilai merendahkan seseorang ataupun kelompok yang menyangkut dengan harkat dan martabat.
Dalam Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden dijelaskan pada Bab II Tindak Pidana Terhadap Martabat Prsiden dan Wakil Presiden Bagian Kedua Penyerangan Kehormatan atau Harkat dan Martabat Presiden dan Wakil Presiden,
Dalam Pasal 218 ayat 1 deisebutkan bahwa: Setiap orang yang di muka umum menyerang kehormatan atau harkat martabat diri Presiden atau Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 3(tiga) tahun 6 (enam)bulan atau pidana denda paling banyak kategori IV" dan dijelaskan lagi pada ayat 2 yang berbunyi "tidak merupakan menrang kehormatan atau harkat martabat sebagaimana dimaksud ayat 1 jika perbuatan tersebut dilakukan untuk kepentingan umumatau pembelaan diri .
Sementara pasal 219 berbunyi "Setiap Orang yang menyiarkan, mempertunjukan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, atau menyebarluaskan dengan sarana teknologi informasi yang berisi penyerangan kehormatan atau harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden dengan maksud agar isinya diketahui atau lebih diketahui umum dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6(enam) bulanatau pidana denda paling banyak kategori IV.
Dengan dasar tersebut perlu kita pahami lebih cermat lagi bahwa adanya Pasal Penghinaan Presiden ini menyangkut secara personal, dan maksud dari Kepentingan Umum dalam Pasal 218 Ayat 2 RKUHP tersebut adalah meilndungi kepentingan masyarakat yang diungkapkan melalui hak berekspresi dan hak berdemokrasi, artinya bahwa sesuatu yang disitu dinilai mengkritik atau memberikan sebuah argumen terhadap kinerja dari seorang Presiden dan Wakil Presiden bukan sesuatu hal yang dianggap penghinaan, maka hak berekspresi dan berpendapat yang bermaksud untuk kepentingan umum maka diperbolehkan, kecuali pernyataan yang di sampaikan terdapat unsur untuk menyerang secara pesonal yang dinilai telah merendahkan kehormatan atau harkat dan martabat diri dari seorang presidendsn wakil presiden. dan yang perlu dipahami juga, dalam Pasal Penghinaan Presiden dan Wakil Presiden pada RKUHP unsur penghinaan terhadap Presiden dan Wakil Presiden merupakan delik aduan, sehingga hanya seorang presiden dan wakil presidenlah yang dapat menuntutnya, hal ini diatur dalam Pasal 220 RKUHP Ayat 1 yang berbunyi "Tindak Pidana sebagaimana dimaksud dalam Pasal 218 dan Pasal 219 hanya didapat dituntut berdasarkan aduan".