Udara berhembus riang menerobos sudut dinding rumah yang terletak di sebuah Perdesaan. Tempat yang sejuk, bahkan siapa saja memandangnya akan dibuat terpana oleh keindahan alam. Kabut putih tebal sepertinya ingin selalu bersemayam dalam pelukan bumi. Banyak Petani menyelesaikan tugasnya, mereka menekuni setiap tanaman yang berada di Sawah. Tak jarang pula dari mereka saling bertegur sapa saat berpapasan di petak sawah.Â
Nampak dari kejauhan, seorang Kakek tua tengah menanam bibit padi di petak sawahnya. Tubuhnya yang sudah termakan usia itu terlihat semangat memulai paginya.
"Kakek" Teriak seorang anak kecil pada Pak Tua itu membuat ia menghentikan aktifitasnya sebentar dan tersenyum sumringah menatap cucu kesayangannya.
Malika Ernanda Samudera, lahir dari hubungan yang dilanggar masyarakat. Defira, ibu kandungnya tak menginginkan kelahirannya di dunia ini, semenjak bocah itu dikabarkan bersemayan dalam kandungan, sang Ayah menolak mentah-mentah kehadirannya, ia memilih pergi meninggalkan Defira begitu saja tanpa ada rasa tanggung jawab sedikitpun. Tentunya, kepergian kekasih Defira membuat gadis itu hancur. Ia begitu merutuki nasibnya dan ingin menggugurkan janinnya. Tapi Damar menolak keras keputusan yang diambil putri semata wayangnya itu. Ia akan merawat Malika sepenuh hati, meski lelaki kecil itu tak mendapat kasih sayang sempurna dari kedua orang tuanya.Â
Kini di bawah pohon rindang, Malika menenteng sebuah kotak berisi bekal sarapan untuk Damar. Damar berjalan mendekati cucunya yang sudah genap berusia tujuh tahun tersebut dengan wajah bangga.
"Kakek makan dulu, yaa! Ini Malika sudah bawain sarapan buat Kakek," seru Malika dengan senyumnya yang manis.
"Terima kasih, Nak,"Â
"Ya sudah, Malika pulang dulu, ya, Kek," Malika mengecup punggung tangan Damar takzim.Â
Damar menatap nanar kepergian bocah kecil bermata sipit tersebut, sungguh miris keadaannya sekarang. Ia tak bisa membayangkan jika ruh tak lagi bersemayam dalam raganya entah seperti apa kondisi Malika? Entahlah.
Sepulang mengantar bekal untuk Damar, Malika berjalan masuk ke rumahnya, ia menatap sendu seorang wanita yang sudah kehilangan akal sehatnya, Defira kini tengah bermain boneka dan tertawa sendiri.
"Sayang gak boleh pergi, kamu sudah aku dekap happpp! Hahahaha," Defira tertawa renyah sendirian dengan penampilan rusuhnya.