Mohon tunggu...
Roihan Rikza
Roihan Rikza Mohon Tunggu... Freelancer - Penulis

Menulis adalah doa yang tak putus-putus

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

KH. Nawawi Abdul Djalil Sang Wali

9 Mei 2024   22:15 Diperbarui: 9 Mei 2024   22:30 154
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber Foto: nu.or.id

Bagi santri dan alumni Pondok Pesantren Sidogiri, adalah tempat belajar agama yang sangat membekas di hati. Termasuk para Kyai atau para guru yang telah mengajarkan bagaimana mengenal Allah Sang Maha Pencipta.

Nah, salah satu Pengasuk Pondok Pesantren Sidogiri yang sekira 3 tahun ini telah wafat, alah KH. Nawawi Abdul Djalil. Salah seorang teman satu angkatan saya menuliskan sebuah tulisan tentang almaghfurlah. Dalam kenangan yang mendalam, sebagai santri. Ia menuliskan catatannya di bawa ini.

Terlahir dari pasangan KH Abdul Djalil bin Fadil dan Ibu Nyai Hanifah Binti Nawawi Sidogiri pada tahun 1943, dari jalur nenek nasab Kyai Ahmad Nawawi bersambung dengan Sayyid Abu Bakar Syatha' Muallif (Pengarang) kitab 'Ianatuth Thalibin, dan dari jalur ayah nasabnya bersambung ke Raden Rahmatullah atau Sunan Ampel.

Ayah beliau, Kyai Abdul Djalil, mondok di Sidogiri atas ajakan Kyai Nawawi sepuh. Selepas ditanyakan di mana cucu Sayyid Abu Bakar Syatha', juga Kyai Abdul Jalil tidak hanya punya jalur nasab yang baik, juga beliau terkenal alim dan wara'. Di sebabkan keteguhannya dalam ilmu serta sifat wara'nya tentang sosok Kiai Fadhil. Kakak Kiai Nawawie, Kiai Dahlan, pernah berkata, "Fadhil iku alim, lek ilmune didekek nang aku gak kiro sedheng, saking de'e iku tuk-makutuk ae" (Fadlil itu alim. Andaikan ilmunya diletakkan pada saya, pasti tidak muat. Hanya saja dia tidak menonjolkan diri).

Sewaktu Kyai Abdul Jalil diambil menantu oleh gurunya Kyai Nawawi Sidogiri, sifat alim dan kewara'an tetap dipegang teguh sampai istrinya, yai Hanifah, berkata "...abah ora sampek koyok ngunu.." (abah tidak wara' seperti itu). Dijawab oleh Kyai Jalil, "abah iku wes wushul aku durung.." Salah satu putra Kyai Abdul DJalil, yakni Kyai Ahmad Nawawi yang menjadi pengasuh ke-12 setelah menggantikan kakaknya KH Abdul Alim (Yai Lim).

Kedalaman Kiai Ahmad Nawawi tentang ilmu tauhid sudah masyhur sejak muda baik di kalangan keluarga juga para santri, perjalanan spiritual serta kegigihannya sampai berada di maqam majdhub, suatu kondisi jiwa yang masuk ranah kedekatan dengan Tuhan begitu dalam.

Jadzab secara bahasa berarti tarikan. Secara istilah, jadzab artinya kondisi yang menggambarkan seseorang ketika ia tiba-tiba ditarik oleh Allah Swt sampai terbuka hijabnya (batas kesadaran). Ia wushul ke hadirat ilahiah, sehingga jiwanya menjadi terguncang. Seorang yang dalam kondisi jadzab disebut sebagai wali majdzub. Kondisi inilah yang dialami Kyai Ahmad Nawawi Abdul Djalil, maka tidak diragukan lagi jika beliau wali min Auliya illah. Karomah atau keramat beliau sangat banyak, akan tetapi karomah abadi beliau tergambar jelas pada kitab karya beliau "Al Makman Mina Ad Dholalah", kitab tauhid yang mudah dipahami masa sekarang.

Konon, ketika beliau mengarang kitab, ada kondisi majdhub tiba-tiba beliau masuk mobil lalu berkata, "jalan", dan mobil jalan tanpa pengemudi. Juga salah satu keluarga mengatakan kondisi jadzab beliau ditandai dengan rokok yang pakai beliau. Jika beliau merokok yang bukan mild, maka dipastikan beliau dalam kondisi jazdab, maka keluarga sudah banyak sering mendampingi. Bahkan penulis pernah merasakan keramat beliau waktu ikut pengajian Ihya' Ulumuddin di surau.

Waktu itu saya tertidur duduk waktu pengajian Ihya' dimulai, tiba-tiba Kiai Nawawi berada di depan saya hingga menampar muka saya untuk bangun. Ini karomah yang luar biasa, bagaimana ribuan santri yang mengaji di surau terpantau siapa yang tidur.
Sosok keramat itu tidak terlihat lagi fisik dan petuahnya. Keramat itu akan abadi dengan karya kitabnya, membendung segala kebutaan tauhid kita, memberikan pengarahan secara langsung kepada para santri alumni, baik berupa ilmu, dakwah, tatanan sosial, bahkan dalam politik beliau tetap memberi arahan dengan jelas. Sosok wali yang bersama ummat serta merangkul semua golongan. 

Konon juga, beliau pernah menyampaikan, "aku iki wali di manja, nek cacak (kiai lim) wali seng dijogo.., yo penak seng di manja.." tutur beliau (saya wali wali yang dimanja oleh Allah, beda dengan kakak dia wali yang dijaga).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun