KARAKTERISASI AIR SUNGAI DIDEKAT PERTAMBANGAN
EMAS BATANG TORU
Roida Sinaga & Rima Suastika
Jurusan Fisika SAINS Universitas Islam Negeri Sumatera Uatara
ABSTRAK
Penelitian untuk menentukan profil pencemaran air sungai di muara Batang Toru kota Padang dari tinjauan fisis dan kimia berdasarkan nilai total padatan terlarut (TDS), suhu, kekeruhan, warna, pH, dan COD (Chemical Oxygen Demand). Sampel air sungai diambil pada di daerah muara batang toru dengan jarak antara lokasi adalah 80 m. TDS ditentukan dengan metode gravimetry, suhu dengan menggunakan thermometer, kekeruhan dengan menggunakan Nephelometer dalam satuan Nephelometric Turbidity Unit (NTUs), warna dengan metode perbandingan dengan air sumur untuk mengetahui warna dan baunya, pH diukur dengan pH meter dan COD (Chemical Oxygen Demand) dengan menggunakan Photometer. Nilai TDS di daerah muara adalah 211 mg/L. Nilai suhu di daerah muara adalah 24,10C. Nilai kekeruhan di daerah muara 20,77 mg/L.
Kata kunci: Pencemaran sungai, zat padat terlarut, suhu, kekeruhan, warna,ph dan COD.
ABSTRAK
Research to determine the profile of river water pollution in the Batang Toru estuary, Padang city from physical and chemical reviews based on the value of total dissolved solids (TDS), temperature, turbidity, color, pH, and COD (Chemical Oxygen Demand). River water samples were taken at the estuary area of Batang Toru with a distance between locations is 80 m. TDS was determined by the gravimetry method, temperature using a thermometer, turbidity using a Nephelometer in Nephelometric Turbidity Units (NTUs), color by comparison method with well water to determine color and smell, pH was measured by pH meter and COD (Chemical Oxygen Demand) with using a Photometer. The TDS value in the estuary area is 211 mg / L. The temperature value in the estuary area is 24.10C. The value of turbidity in the estuary area is 20.77 mg / L.
Key words: River pollution, dissolved solids, temperature, turbidity, color, pH and COD.
I . PENDAHULUAN
Masyarakat yang berada di delapan desa Kecamatan Muara Batang Toru, Tapanuli Selatan menolak air limbah hasil operasi Agincourt Resources dibuang ke hulu Sungai Batang Toru, karena sungai itu menjadi sumber air utama masyarakat. Padahal perusahaan berproduksi, maka 5% saham Martabe Gold Project akan dimiliki Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan, 40% dimiliki oleh Pemprov Sumut, dan 5% dari keuntungan diberikan kepada masyarakat lingkar luar area pertambangan. Data Dinas Pertambangan dan Energi Sumut, potensi emas di Kecamtan Muara Batang Toru, Tapanuli Selatan mencapai 35 juta ton batuan logam, 2,49 juta ton ounce, emas dan 32,41 juta ton ounce perak, dengan rincian 1 ounce emas setara dengan 31,1 gram. PT Agincourt Resources telah mendapatkan izin usaha pertambangan di kawasan itu sejak 1997, dan total investasi diperkirakan mencapai US$900juta. Mengalirkan limbah melalui sungai dipastikan akan mengurangi kualitas air minum masyarakat, khususnya yang dilalui Sungai Batang Toru, serta merusak lingkungan.[1]
Sungai Batang Toru merupakan salah satu sungai yang berada di kota Padang, Sumatera Barat. Daerah aliran sungai Batang Toru berhulu dari pegunungan Bukit Barisan dan bermuara di Samudera Indonesia. Pada daerah aliran sungai Batang Toru terdapat areal pertanian, perindustrian, rumah sakit, pemukiman, pelabuhan kapal nelayan dan penumpang dan tempat rekreasi. Banyaknya kegiatan yang dilakukan di sepanjang daerah aliran sungai (DAS) Batang Toru mengakibatkan sungai Batang Toru menjadi tercemar sehingga airnya bewarna coklat disertai aroma yang tidak sedap [2]
Tercemarnya sungai Batang Toru dikarenakan tingginya kandungan sedimen yang berasal dari kegiatan pertanian, perindustrian, pembukaan lahan dan aktivitas lainnya sehingga kualitas air sungai Batang Toru menjadi menurun. Sumber pencemaran di sungai Batang Toru antara lain berasal dari limbah pabrik pertambangan emas dan limbah rumah tangga. Limbah pabrik pertambangan emas mengandung air limbah pengolahan emas mengandung kimia di ambang batas seperti, merkuri, timbal, arsen, cadmium, tembaga, nikel, dan zink. Bahkan paling mengejutkan, merkuri yang dibuang mencapai 1,22 mg/l, ambang batas hanya 0,025 mg/l.
Untuk senyawa kimia timbal 0,32 mg/l, ambang batas 0,5 mg/l, dan arsen 0,18 mg/l, ambang batas 0,05 mg/l. Lalu, cadmium ambang batas 0,05 mg/l, namun hasil uji 1,01 mg/l dan tembaga sebesar 1,14 mg/l, padahal ambang batas 0,5 mg/l. Begitu juga nikel, kandungan 1,11 mg/l, ambang batas sebesar 0,5 mg/l serta zink 3,04 mg/l sedang batas boleh dibuang ke alam 2,5 mg/l. Merkuri, baik bentuk unsur, gas maupun dalam garam organik, mengandung racun dan tidak bisa ditawar-tawar. "Jika termakan ikan dan ikan dimakan manusia, dipastikan racun masuk ke manusia, ini sangat beracun.
Larutan sisa ekstraksi langsung dibuang tanpa proses. Setelah dicampur merkuri guna memisahkan kandungan emas dengan senyawa lain, tidak diproses lagi, dibuang begitu saja ke aliran air yang biasa digunakan masyarakat. Ini jelas racun yang dibuang. Secara teori, semua bentuk merkuri baik metal dan alkil, jika terinjeksi tubuh manusia, akan menyebabkan kerusakan otak, ginjal dan hati. Jika dikonsumsi terus menerus akan menyebabkan kerusakan permanen.[3]
Menurut Sablian Sablih, Ketua Komisi Amdah Tapanuli Selatan, PT. AR dan Pemerintah daerah berpendapat bahwa sianida merupakan zat kimia yang lebih ramah lingkungan dibandingkan mercury. Dengan perusahan tidak menggunakan mercury, maka air limbah tersebut sudah termasuk aman untuk lingkungan. Hal ini juga dibuktikan dengan keberanian Gubernur dan bupati untuk meminum air hasil pengolahan limbah. Itu untuk membuktikan bahwa air tersebut aman.Ali Simurung,
Ketua PARTABAGSEL mengatakan bahwa masyarakat atau dirinya sendiri sebagai pengacara dan pendamping masyarakat tidak tahu kapan "ceremoni minum air limbah" tersebut digelar. Terkait penggunaan sianida, warga membantah keras pernyataan sianida sebagai zat kimia yang aman.Karena cukup banyak referensi yang menyatakan bahwa sianida kalah berbahaya dari pada mercury. Warga menuntut pembatalan penanaman pipa dan tidak membuang limbah tambang emas ke sungai Batang Toru. Karena Sungai Batang Toru adalah urat nadi kehidupan masyarakat.
Hasil analisis dan penelitian yang dilakukan BLH, diketahui dalam pengolahan limbah, perusahaan melakukan sedimentasi bertingkat selama empat kali, dan melunakkan zat kimia sianida dengan detoksifikasi. Ini menurut penjelasan perusahaan, sedimentasi dilakukan, agar senyawa kimia Sianida yang keluar sudah tidak lagi berbahaya, karena sudah dilakukan penetralan.
Pada analisis laboratorium dilakukan BLH, pengolahan limbah atau limbah yang akan dibuang tidak mempergunakan senyawa kimia Mercurry. Selama ini pertambangan lain ekstrasinya menggunakan Mercury. Tetapi tambang emas PT Agincourt Resources melakukan pelunakan menggunakan Sianida yang langsung di detoksifikasi oleh pertambangan. Hingga jika dibuang ke alam bebas, baku mutu limbah hanya tinggal sebesar 0.01 mg/liter. Dari analisis dan penyidikan BLH Sumut di tambang emas PT Agincourt Resources Kabupaten Tapsel, juga ditemukan bahwa belum ada produksi atau mengeluarkan limbah dan membuangnya ke alam bebas.
Dalam pengolahan limbah tambang emas, air filling atau air penambangan harus masuk IPAL. Setelah diolah, keluarnya harus seusai sagmen LH Nomor 202 tahun 2004 yang menyatakan limbah tambang adalah air penambangan yang masuk ke badan air, setelah itu baru bisa masuk kebadan air, dan boleh dibuang ke air sungai atau laut. Tetapi dengan catatan harus memenuhi baku mutu PP Nomor 82 tahun 2001, khususnya untuk pembuangan limbah ke air tawar.
Sungai Batang Toru, belum ditetapkan apakah air baku air minum. Sehingga perlu dibuat konsep Pergub soal air baku air minum, hingga masyarakat bisa terproteksi dengan air baku air minum di sepanjang aliran sungai disana.[4]
Tujuannya untuk mengetahui kandungan apa saja yang terdapat pada air sungai yang mengakibatkan air sungai agak keruh sekaligus mencari tau berbahaya atau tidak untuk dikonsumsi masyarakat setempat. Berdasarkan hal di atas maka perlu dilakukan penelitian untuk menentukan profil pencemaran air sungai di Muara Batang Arau kota Padang dari tinjauan fisis dan kimia, khususnya padatan terlarut (TDS), suhu, kekeruhan, warna, pH, dan COD (Chemical Oxygen Demand). Hasil yang telah didapatkan dari uji beberapa parameter tersebut akan dikaitkan dengan standar baku mutu air yang layak dikonsumsi sesuai peraturan pemerintah Republik Indonesia.[5]
II. METODE PENELITIAN
Lokasi yang menjadi tempat pengambilan sampel di daerah muara Batang Toru dengan jarak antar lokasi 80 m. Sebagai sampel pembanding diambil air sumur untuk perbandingan warna dan baunya. Bahan-bahan yang digunakan yaitu air sungai batang toru 5 Liter dan air sumur biasa 50ml. Pada penelitian dilakukan pengukuran padatan terlarut (TDS), suhu, kekeruhan, warna, pH, dan COD (Chemical Oxygen Demand).
Gambar titik pengambilan sampel
Cara Kerja Mengukur Padatan Terlarut (TDS)
Cara kerja Tds meter yaitu dengan cara mencelupkan ujung Tds meter kedalam air uji kira-kira sedalam 5 cm dalam posisi on, dan tahan kurang lebih selama 2 sampai 3 menit sampai angka penunjuk dalam layar digital stabil. Nilai TDS dapat ditentukan dengan Persamaan
Cara Pengukuran Derajat Keasaman (pH) Pengukuran pH dilakukan di lapangan secara langsung dengan menggunakan pH meter untuk mengukur derajat keasamannya, ujung pH meter dicelupkan dalam air limbah, maka angka akan tertera secara digital pada layar pH meter.
Cara Pengukuran Suhu (0 C) Pengukuran suhu air limbah juga dilakukan di lapangan secara langsung dengan menggunakan termometer batang. Ujung termometer dicelupkan dalam air limbah.
Cara pengukuran COD diukur dengan cara mengambil larutan sampel air limbah, kemudian ditetesi dengan indikator PP sebanyak tiga tetes, dititrasi dengan larutan NaOH sampai sampel akan berwarna coklat kemerahan. Pengambilan sampel dilakukan pada Outlet dimasukkan dalam botol jam yang telah diberi label. Masing - masing sampel dengan variasi waktu beserta dengan pengulangan sebanyak tiga kali (3x). Sampel ini untuk pengujian Chemycal Oxygen Demand (COD).
Cara pengukuran kekeruhan. Cara kerja alat yaitu parameter kekeruhan air dideteksi dengan sensor Turbidity SEN0189 yang memanfaatkan transimisi chaya dan hamburan partikel, nilai keasaman dan basa air diukur menggunakan sensor PH dengan batas pengukuran 0 -- 14 PH, nilai suhu air diukur menggunakan sensor DS18B20.
Cara menentukan Warna. Yang pertama Menyiapkan alat dan bahan. Memasukan sampel kedalam masing-masing gelas piala. Memasukan sampel sebagai pembading kedalam gelas. Dan Cium bau sampel dengan indra penciuman
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
3.1 Suhu
Air sungai pada umumnya mempunyai suhu yang lebih tinggi daripada suhu udara setempat. Suhu air limbah merupakan parameter penting, sebab efeknya dapat mengganggu dan meninggalkan reaksi kimia kehidupan akuatik. Limbah yang mempunyai temperatur panas akan mengganggu biota tertentu. Temperatur yang dikeluarkan suatu limbah cair harus merupakan temperatur alami. Suhu berfungsi memperlihatkan aktifitas kimiawi dan biologis. Pada suhu tinggi pengentalan cairan berkurang dan mengurangi sedimentasi. Tingkat zat oksidasi lebih besar pada suhu tinggi dan pembusukan jarang terjadi pada suhu rendah. Suhu air sungai batang toru 24,1 0C dengan SNI 06-6989.23-2005.
3.2 TDS
TDS adalah singkatan dari Total Dissolve Solid yang dalam Bahasa Indonesia berarti Jumlah Zat Padat Terlarut. TDS merupakan indikator dari jumlah partikel atau zat tersebut, baik berupa senyawa organik maupun non-organik. Pengertian terlarut mengarah kepada partikel padat di dalam air yang memiliki ukuran di bawah 1 nano-meter. Satuan yang digunakan biasanya PPM ( Part Per Million) atau yang sama dengan miligram per liter (mg/l) untuk pengukuran konsentrasi massa kimiawi yang menunjukkan berapa banyak gram dari suatu zat yang ada dalam satu liter dari cairan. Zat atau partikel padat terlarut yang ditemukan dalam air dapat berupa natrium (garam), kalsium, magnesium, kalium, karbonat, nitrat, bikarbonat, klorida dan sulfat. Zat padat terlarut (TDS) di air sungai batang toru 211 mg/L. Dengan SNI 06-6989.27-2005.
3.3 Kekeruhan
Kekeruhan adalah ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur keadaan air baku dengan skala NTU (Nephelometrix Turbidity Unit) atau JTU (Jacktion Turbidity Unit) atau FTU (Formazin Turbidity Unit). Kekeruhan dinyatakan dalam suatu unit turbiditas, yang setara dengan I mg/L SiO2. Kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau benda koloid di dalam air. Hal ini membuat perbedaan nyata dari segi estetika maupun dari segikualitas air itu sendiri.
Air yang baik adalah jernih (bening) dan tidak keruh. Batas maksimal kekeruhan air bersih tersebut menurut PERMENKES RI Nomor 416 Tahnu 1990 adalah 25 skala NTU (Nephelometrix Turbidity Unit). Kekeruhan air dapat ditimbulkan oleh adanya bahan-bahan anorganik dan organik yang terkandung dalam air seperti lumpur dan bahan yang dihasilkan oleh buangan industri. Hasil kekeruhan di air sungai batang toru adalah 20,77 mg/L. Dengan SNI 06-6989.25-2005.
3.4 Warna
Air limbah yang baru biasanya berwarna abu-abu, namun apabila bahan organik mengalami dekomposisi oleh mikroorganisme dan oksigen terlarut turun hingga nol, maka air limbah tersebut berubah warna menjadi coklat. Warna dalam air limbah disebabkan adanya ion-ion logam besi dan mangan (secara alami), humus, plankton, tanaman air dan buangan industri. Warna berkaitan dengan kekeruhan, dan dengan menghilangkan kekeruhan kelihatanwarna nyata. Demikian juga warna dapat disebabkan zat-zat terlarut dan zat tersuspensi. Warna menimbulkan pemandangan yang jelek dalam air limbah meskipun warna tidak menimbulkan sifat racun.
Sifat bau limbah disebabkan karena zat--zat organik yang telah terurai dalam limbah mengeluarkan gas--gas seperti sulfida atau amoniak yang menimbulkan bau tidak enak bagi penciuman disebabkan adanya campuran dari nitrogen, sulfur, dan fosfor yang berasal dari pembusukan protein yang dikandung limbah. Timbulnya bau diakibatkan limbah merupakan suatu indikator bahwa terjadi proses alamiah. Dengan adanya bau ini akan lebih mudah menghindarkan tingkat bahaya yang ditimbulkannya dibandingkan dengan limbah yang tidak
menghasilkan bau.
IV. Kesimpulan dan Saran
4.1. Kesimpulan
Dari hasil penelitian suhu air sungai Batang Toru adalah 24,1 0C dengan SNI 06-6989.23-2005.
Dari hasil penelitian Zat padat terlarut (TDS) di air sungai Batang Toru adalah 211 mg/L. Dengan SNI 06-6989.27-2005.
Hasil kekeruhan di air sungai Batang Toru adalah 20,77 mg/L. Dengan SNI 06-6989.25-2005.
Dari hasil gambar terlihat bawah air sungai batang toru sangat butek dibandingkan dengan air sumur biasa. Dan terliat seperti ada busah di air sungai batang toru.
4.2. Saran
Sebaiknya penelitian dilakukan dengan menggunakan berapa sampel agar terliat berbedaan nya .
Dalam pembuatan proposal penelitian ini tentunya saya tidak luput dari kesalahan dan kehilafan. Oleh karena itu, saya mohon kritik dan saran bagi para pembaca agar menjadi perbaikan di masa yang akan datang. Syukran jazaakumullahu / jazaakunnallahu khoiir.