Mohon tunggu...
Rohmat Sulistya
Rohmat Sulistya Mohon Tunggu... Dosen - menulis, karena ingin.

Kesuksesan terbesar adalah mendapat hidayah.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Pelukan

13 November 2019   09:26 Diperbarui: 13 November 2019   10:30 15
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: gambar dari rmol.id

Tulisan ini telah telat beberapa hari. Dan saya menyadarinya.

Pak Presiden berkata belum pernah saya mendapat pelukan dari Pak Surya Paloh, seerat pelukan Surya Paloh pada Pak Shohibul Imam. Saya mendengarnya lafal 'imam' padahal seharusnya Iman, di tayangan TV ketika itu. Mungkin saja saya salah dengar. Atau mungkin beliau salah ucap karena kurang akrab, sebuah efek karena belum pernah berpelukan erat. Suatu saat pelukan itu pasti akan terjadi, walaupun bisa jadi juga tidak akan pernah terjadi dalam 5 tahun ke depan.

Pertama, tentu saya terkejut mendapati pernyataan Pak Jokowi yang mempermasalahkan Pak Surya memeluk Pak Shohibul. Berarti serius ini. Karena pelukan kali ini bukan mengindikasikan kasih sayang dan tumpahan rasa rindu yang tak tertahan.  Pelukan kali ini bermakna follow dan unfollow. Wow...sadis banget kalo gitu. Unfollow berarti mengurangi follower. Kalau followernya sudah satu juta, ditinggal satu jadi 999.999. Ini memang serius pagi pembuat konten.

Tetapi... santuy...

Pak Jokowi akhirnya mengakui kalau itu semua karena cemburu. Kita semua tahu, bahwa cemburu itu bisa mengakibatkan hal-hal tak terduga. Yang paling ringan adalah menulis status di IG dan WA. Dan yang paling berat bisa saja seseorang melakukan bunuh diri. Lalu bagaimana dengan kasus cemburu disini.

Dalam kasus cemburu kali ini,  saya mengaktegorikan sebagai cemburu ringan. Cemburunya diutarakan secara terbuka setelah sebelumnya curhat tentang isi hatinya dalam sebuah forum terbuka yang dibumbui dengan tepuk tangan. Cemburu membuat orang lain bahagia dan bersorak gembira bertepuk tangan. Padahal ada seseorang disana yang mungkin bertepuk sebelah tangan.

Tapi akhirnya happy ending khan? Buktinya? Memeluk erat, seerat-eratnya seakan tak tepisahkan. Lebih erat dari pelukan dengan orang sebelumnya. Katanya.

Bener...nih. happy ending? Politik itu never ending. Tidak ada ceritanya politik berakhir dengan happy atau sad. Seakan-akan happy ehh.. satu hari kemudian sad. Seakan-akan sad ehh seminggu kemudian happy. Seakan-akan cemburu ehh.. tiga hari kemudian happy. Seakan-akan rujuk eh.. satu bulan kemudiam masih happy... tapi tiga bulan kemudian...masih happy. Baru satu tahun setelah itu...? Who knows? Itulah never endingnya perpolitikan. Istilah saya. Semoga original.

Lalu? Politik bukan tempat bagi orang yang baperan. Pak Prabowo jadi rival Pak Jokowi...it's ok. Pak Prabowo jadi meterinya Pak Jokowi...it's also ok. Yang tidak ok itu pendukungnya yang baperan. Buzzer saja tidak abadi, masa kita supporter yang gak dapet apa-apa marah-marah dan cemburu. Santuy sajalah... Cintai istri dan anak-anak untuk masuk surga bersama-sama. It's enough.  

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun