Mohon tunggu...
Rohmat Sulistya
Rohmat Sulistya Mohon Tunggu... Dosen - menulis, karena ingin.

Kesuksesan terbesar adalah mendapat hidayah.

Selanjutnya

Tutup

Politik

PKS dan Masa Depan (Partai) Agama

18 Juni 2013   11:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   11:50 535
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Partai berbasis agama adalah partai yang paling sulit dan paling berat bebannya. Dalam pendapat orang kebanyakan partai agama adalah partai yang harus bersih dari segala dosa, apapun bentuknya. Makanya sekecil apapun kesalahaan atau dosa partai berbasis agama maka reaksi masyarakat akan luar biasa karena harapan masyarakat yang tinggi tersebut. Reaksi ini akan jauh lebih besar daripada reaksi masyarakat terhadap partai tanpa embel-embel agama atau sering disebut partai nasionalis. Ketika para petinggi partai nasionalis melakukan dosa politik maka masyarakat tetap mengecam. Karena bagaimanapun rakyat sangat berharap praktisi-prakstisi politik benar-benar menjalankan kewajibannya membagun alam pemerintahan dan alam kemasyarakatan yang bersih dan menyejahterakan. Tetapi ketika para petingggi partai-partai agama berbuat dosa politik maka kecaman masyarakat akan jauh lebih dahsyat daripada kecaman pada kasus partai non agama. Contoh kasus PKS adalah sebuah contoh nyata yang harus menjadi pelajaran bersama. Kecaman terhadap PKS jauh lebih dahsyat daripada kecaman terhadap Demokrat. Masyarakat sepertinya lebih merasa biasa terhadap kasus Demokrat yang melibatkan banyak petingginya, tetapi rakyat merasa ‘tidak terima’ terhadap apa yang terjadi pada kasus PKS. Ketika KPK menangkap petinggi PKS terkait impor daging sapi, maka pada keesokan harinya dibeberapa kota langsung terpampang hujatan kepada kasus  tersebut melalui spanduk-spanduk yang langsung dapat dilihat publik. Hal tersebut tidak terjadi pada kasus hambalang. Publik cukup mengikuti kasus tersebut dari gegap gempitanya pemberitaan di media. Publik tidak terlalu terlibat ‘menghakimi’ kasus tersebut. Sangat berbeda ketika LHI dan AF dari PKS tertangkap KPK. Publik –entah darimana datangnya- banyak menebarkan hujatan di ruang public juga. Bahkan respon itu seperti spontan karena tidak sampai 48 jam banyak spanduk hujatan dipasang. Saya tidak terlalu menggubris apakah ini sebuah hujatan sistemik dari kekuatan besar lain. Tetapi memang di ruang-ruang public lain seperti kantor-kantor atau tempat-tempat diskusi informal ada nada ketidaksenangan terhadap PKS.

Pertanyaannya adalah apakah memang sedemikian besarnya ketidaksenagan public terhadap partai berbasis agama khususnya Islam? Kekuatan besar yang sering disebut konspirasi sangat mungkin ada. Tetapi saya tidak ingin membahas itu. Saya justru melihat harapan yang amat sangat tinggi terhadap keberadaan partai agama untuk menjadi juru penyelamat atas kondisi bangsa yang karut marut saat ini. Rakyat tidak ingin melihat partai agama –partai Islam- tak ubahnya sama dan sebangun dengan partai lain yang tidak berdasar agama. Rakyat sangat tidak bisa menerima bagaimana mungkin partai agama melakukan korupsi dan kartel terhadap sebuah komoditas. Sesuatu yang pasti diharamkan oleh agama itu sendiri. Rakyat sangat tidak bisa menerima bagaimana mungkin orang-orang dekat –bahkan sangat dekat- dengan petinggi partai yang dalam lisannya berkata berdasar ayat Tuhan bisa melakukan perzinaan. Padahal semua orang tahu perzinaan adalah sebuah dosa besar. Inilah harapan besar public terhadap partai agama. Dalam kasus PKS public pasti mengikuti bagaimana tumbuh kembang partai ini. Kemenangan partai PKS di Jakarta pada pemilu 1999 adalah bukti bagaimana publik sangat mengharapkan perubahan dari sebuah system yang tidak biasa  yaitu system Islam. Dan pemilih Jakarta dalah pemilih cerdas yang mendasarkan pilihan pada rasional yang baik. Tetapi sayang partai sebesar PKS beberapa tahun ini menghilangkan kekhasannya yang cukup didamba rakyat: partai peduli, partai santun, partai dakwah, dan tidak terlalu mementingkan perebutan kekuasaan dalam misinya.   Saat ini PKS tidak nampak sebgaimana keadaannya 10 tahun lalu. PKS sudah menjelma sebagai partai yang terjangkiti apa yang saya sebut sebagai “big party syndrome” atau sindroma partai besar. Sebuah sindrom yang mengutamakan perebutan kekuasaan dengan berbagai cara, pencarian dana dengan berbagai cara, membidik kementerian untuk dipegang kader-kadernya, dan menjauh dari hati rakyat. Kader mungkin tidak setuju dengan hal ini, tetapi saya kira rakyat/publiklah yang lebih berhak menilai.

Nasib masa depan agama.

Kasus PKS adalah kasus yang cukup serius untuk menilai keyakinan orang akan agama yang mampu memperbaiki moral. Publik secara sederhana akan menilai agama –yang dijadikan nafas partai- belum mampu membawa kadernya untuk memiliki moral yang baik, apalagi membimbing masyarakat mencapai tahapan akhlak yang terpuji. Terus, perlukah partai berasaskan agama? Pertanyaan ini terus terang sulit dijawab dan hanya mengingatkan saya pada jargon Islam Yes, Partai Islam No! Padahal sebenarnya Islam dan ajaran-ajaran agama lain pasti memberikan tuntunannya untuk mengutamakan kepentingan umum, mengajarkan kita untuk tidak korupsi berbohong, dan menipu, mengajarkan kita untuk bermanfaat bagi orang lain, mengajarkan untuk berbuat adil, mengajarkan untuk mencari uang halal, mengajarkan untuk tidak berzina, dan hal-hal terpuji lain. Tetapi apakah sifat dasar partai seperti itu? Dapatkah partai –bukan individu- tidak berbohong, tidak mencari uang dengan jalan haram, tidak mengutamakan kekuasaan semata? Padahal kita semua tahu misi partai adalah meraih suara rakyat sebanyak-banyaknya. Bagiamanapun caranya.

Tetapi ada yang lebih saya khawatirkan dari ketidapercayaan terhadap partai agama yaitu ketidakpercayaan pada peran agama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun