Mohon tunggu...
ROHMAT METANAPRAKOSO
ROHMAT METANAPRAKOSO Mohon Tunggu... Mahasiswa - MAHASISWA

Hobi mendaki dan memancing

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Ancaman Gelombang Laut China Selatan: Menghadang Badai di Batas Kedaulatan Indonesia

31 Mei 2024   22:50 Diperbarui: 31 Mei 2024   23:27 52
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Laut China Selatan, bagaikan permata biru yang menyimpan harta karun berupa kekayaan alam berlimpah dan menjadi urat nadi pelayaran dunia. Namun, di balik keindahannya, laut ini menyimpan potensi badai konflik yang mengancam kedaulatan Indonesia. Klaim "Sembilan Garis Putus" China bagaikan hantu yang menghantui ketenangan kawasan, menerjang batas maritim Indonesia dan membahayakan masa depan maritim bangsa.

Indonesia, dengan garis pantai terpanjang di dunia, tak luput dari incaran. Kepulauan Natuna, gugusan pulau di selatan Laut China Selatan, menjadi benteng terdepan yang harus dijaga. Aktivitas ilegal Tiongkok seperti penangkapan ikan dan patroli maritim  di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia merupakan bukti nyata pelanggaran kedaulatan.

Ancaman tersebut selain merupakan pelanggaran batas wilayah,  juga berpotensi mengganggu stabilitas kawasan, mengancam jalur pelayaran penting, dan menghambat potensi ekonomi maritim Indonesia.

Keterkaitan Pulau Natuna dengan Sengketa Laut China Selatan :

  • Lokasi strategis: Pulau Natuna terletak di ZEE Indonesia yang berbatasan langsung dengan Laut China Selatan, menjadikannya wilayah strategis dan kaya akan sumber daya alam.
  • Klaim Nine-Dash Line: Klaim Nine-Dash Line China yang mencakup sebagian wilayah ZEE Indonesia di sekitar Natuna menjadi dasar bagi pelanggaran wilayah dan aktivitas ilegal oleh China.
  • Penangkapan ikan ilegal: Kapal-kapal penangkap ikan China kerap memasuki ZEE Natuna secara ilegal, mencuri ikan dan merusak sumber daya laut, menimbulkan kerugian ekonomi bagi Indonesia dan mengancam ketahanan pangan nasional.
  • Pelanggaran wilayah: Telah terjadi beberapa insiden di mana kapal penegak hukum China memasuki wilayah Natuna, seperti pada tahun 2016 dan 2020, memicu protes dan meningkatkan tensi di kawasan.

Akar Permasalahan :

  • Klaim Sembilan Garis Putus: China mengklaim hampir seluruh Laut China Selatan berdasarkan garis imajiner yang disebut "Sembilan Garis Putus". Klaim ini bertentangan dengan Konvensi Hukum Laut Perserikatan Bangsa-Bangsa (UNCLOS 1982) yang diakui Indonesia, dan memicu protes dari negara-negara yang memiliki wilayah tumpang tindih, seperti Vietnam, Filipina, Malaysia, Brunei Darussalam, dan Taiwan.
  • Penafsiran UNCLOS 1982: Terdapat perbedaan interpretasi terhadap UNCLOS 1982, khususnya mengenai fitur maritim seperti pulau, karang, dan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Hal ini memperumit penyelesaian sengketa dan membuka celah bagi klaim-klaim yang tidak sah.

Gelombang Bahaya yang Menerjang :

  • Pelanggaran Kedaulatan: Aktivitas ilegal China di ZEE Indonesia, termasuk penangkapan ikan dan patroli maritim, jelas merupakan pelanggaran hak kedaulatan dan yuridiksi Indonesia. Hal ini bukan hanya merugikan ekonomi negara, tetapi juga mencederai martabat bangsa.
  • Militerisasi dan meningkatnya ketegangan: Ekspansi militer Tiongkok di Laut China Selatan, termasuk pembangunan pulau-pulau buatan dan latihan militer, dapat menyebabkan meningkatnya ketegangan dan  konflik terbuka.
  • Gangguan Jalur Pelayaran: Laut China Selatan merupakan salah satu jalur pelayaran tersibuk di dunia. Gangguan terhadap stabilitas di kawasan ini dapat menimbulkan konsekuensi yang mengerikan bagi transportasi maritim global, termasuk Indonesia, dengan dampak ekonomi yang signifikan.
  • Ancaman Potensi Ekonomi Maritim: Kekayaan laut di ZEE Indonesia, termasuk potensi perikanan dan energi, terancam oleh aktivitas ilegal dan klaim berlebihan China. Hal ini dapat menghambat pemanfaatan optimal sumber daya laut oleh Indonesia dan menghambat pembangunan ekonomi maritim.

Menangkis Badai dengan Diplomasi dan Ketegasan :

Indonesia, dengan komitmennya pada penyelesaian damai, tak tinggal diam. Diplomasi proaktif terus dijalankan, memperkuat hubungan baik dengan negara-negara ASEAN dan membangun kerjasama maritim regional. Di sisi lain, Indonesia tak segan-segan mengambil sikap tegas. Peningkatan kekuatan angkatan laut dan patroli di ZEE merupakan bukti nyata tekad Indonesia untuk mempertahankan kedaulatannya.

 Langkah-langkah praktis untuk mempertahankan kedaulatan :

  • Memperkuat Diplomasi: Memperkuat kerjasama dengan negara-negara ASEAN dan membangun koalisi internasional untuk menegakkan hukum internasional di Laut China Selatan.
  • Meningkatkan Kemampuan Maritim: Memodernisasi alutsista maritim, meningkatkan profesionalisme TNI AL, dan memperkuat patroli di ZEE Indonesia.
  • Meningkatkan Kesadaran Maritim: Mengedukasi masyarakat tentang pentingnya laut bagi Indonesia dan membangun budaya maritim yang kuat.
  • Memaksimalkan Potensi Ekonomi Maritim: Mengembangkan potensi ekonomi maritim Indonesia secara berkelanjutan dengan tetap menjaga kelestarian lingkungan laut.

Menjalin Solidaritas dan Memperkuat Pertahanan :

Menghadapi ancaman ini, Indonesia tak bisa berjuang sendiri. Solidaritas dan kerjasama regional menjadi kunci. Memperkuat ASEAN dan memajukan kerjasama maritim antar negara anggota adalah langkah krusial. Di sisi lain, modernisasi alutsista maritim dan peningkatan profesionalisme TNI AL menjadi investasi penting untuk memperkuat pertahanan maritim Indonesia.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun