# Aristoteles: Sang Filsuf dan Cendekiawan
Aristoteles merupakan salah satu filsuf paling penting dalam sejarah, yang meninggalkan jejak yang tak terhapuskan pada filsafat, sains, dan berbagai disiplin ilmu lainnya. Perjalanan intelektualnya dimulai sekitar tahun 367 SM ketika ia mendaftar di Akademi Plato di Athena, tempat ia mendedikasikan hampir dua puluh tahun untuk belajar secara saksama hingga Plato meninggal pada tahun 347 SM. Berikut ini sekilas tentang hubungan dinamis antara Aristoteles dan Plato, serta dampak abadi Aristoteles pada filsafat dan sains.
Perjalanan Aristoteles dan Plato
Pada tahun 367 SM, seorang pemuda berbakat dari Stageira, sebuah kota kecil di Makedonia, tiba di Athena untuk menghadiri Akademi yang terhormat. Cendekiawan muda ini adalah Aristoteles, yang ingin belajar di bawah bimbingan filsuf terkemuka Plato, yang telah mendirikan Akademi tersebut dua dekade sebelumnya.
Plato, yang terkenal karena wawasannya tentang bentuk-bentuk ideal dan pentingnya ranah ide, dengan cepat menyadari kecerdasan dan potensi Aristoteles yang luar biasa. Dengan penalaran yang tajam dan rasa ingin tahu yang tak terpuaskan, Aristoteles segera muncul sebagai salah satu murid paling terkemuka di Akademi, mendalami ajaran Plato dan terlibat dalam diskusi mendalam tentang berbagai subjek filsafat.
Selama dua dekade berikutnya, Aristoteles mendalami filsafat, etika, logika, dan ilmu pengetahuan alam di Akademi. Meskipun sangat menghormati Plato, ia sering kali berselisih dengan beberapa ide mentornya. Area utama ketidaksepakatan adalah perbedaan persepsi mereka tentang realitas. Plato berpendapat bahwa dunia nyata hanyalah bayangan dari alam yang lebih tinggi dengan bentuk-bentuk yang sempurna. Sebaliknya, Aristoteles berpendapat bahwa realitas sejati berada dalam objek-objek individual yang kita temui, bukan dalam gagasan-gagasan abstrak.
Setelah kematian Plato pada tahun 347 SM, Aristoteles meninggalkan Athena dan memulai babak baru dalam hidupnya, melakukan penelitian dan mengajar di berbagai tempat. Salah satu periode penting dihabiskan di istana Philip II dari Makedonia, di mana ia mengambil peran sebagai guru bagi putra raja, Alexander, yang kemudian dikenal sebagai Alexander Agung.
Pada tahun 335 SM, setelah Alexander naik takhta dan memulai penaklukannya, Aristoteles kembali ke Athena dan mendirikan sekolahnya sendiri, Lyceum. Di Lyceum, ia mengembangkan ajarannya lebih jauh dan menghasilkan banyak karya yang mencakup berbagai macam subjek, termasuk logika, metafisika, etika, politik, dan ilmu pengetahuan alam.
Pengaruh Aristoteles pada filsafat dan sains tidak terukur. Sering dijuluki sebagai "Bapak Logika," ia meletakkan dasar bagi sistem logika formal yang secara mendalam membentuk jalannya pemikiran Barat. Eksplorasinya dalam metafisika tidak hanya menantang doktrin Plato tetapi juga memperkenalkan konsep revolusioner mengenai substansi dan perubahan.
Dalam bidang etika, Aristoteles merumuskan teori berbasis kebajikan yang kemudian menjadi dasar wacana etika. Ia percaya bahwa tujuan akhir keberadaan manusia---kebahagiaan (atau eudaimonia)---dapat diwujudkan melalui pengembangan kebajikan.