Tanah Papua yang terkenal akan Sumber Daya Alam (SDA)nya yang melimpah, kaya akan minyak bumi, hutan yang lebat dengan keaneka ragam tumbuhan dan spesies makhluknya, kekayaan hasil lautnya beserta keindahan terumbu karangnya, yang semua itu merupakan dari ciri khas Tanah Papua. Begitu pula dengan keanekaragaman suku, budaya dan bahasanya yang membuat Indonesia memiliki kekayaan kebudayaannya.
Kekayaan sumber daya alam yang dimiliki pulau ini tak begitu maksimal dinikmati oleh masyarakat yang ada didalamnya. Apalagi jika kita menengok kearah distribusi bahan bakar, sangat ironis sekali, pulau yang kaya akan minyak tetapi sering terjadi kelangkaan bahan bakar yang siap dikonsumsi oleh penduduknya. Hal ini disebabkan oleh beberapa hal, diantaranya adalah bahwa Negara kita belum bisa menyuling minyak mentah menjadi minyak jadi seperti Premium, Minyak tanah dan lainnya. Bahkan bisa dikatakan kita rakyat yang didalamnya yang ikut dalam proyek tersebut seakan-akan menjadi budak mereka yang mempunyai power.
Tak pernah terfikirkan oleh kita apakah kita selamanya akan menjadi budak Negara asing. Sudah saatnya bagi kita untuk memulai dari sekarang menyiapkan masa depan bagi anak cucu kita sebelum sumber itu habis terkuras oleh mereka. Oleh karena itu, sudah menjadi tanggung jawab bersama, baik pemerintah maupun masyarakat terlebih para orang tua, untuk menyiapkan generasi-generasi masa depan yang gagah, tangkas, gigih yang akan mampu membawa harum namabangsa.
Marilah kita tengok pendidikan yang ada di Negara kita. Dulu Indonesia terkenal oleh orang-orang yang cerdas banyak para cendekiawan dan ilmuan-ilmuan sampai Negara tetangga pun mengakuinya Malaysia misalnya. Namun apa yang terjadi sekarang ?. keadaan menjadi terbalik sekarang Negara tetangga kita menjadi lebih unggul dibanding Negara kita. Apakah penyebabnya ? jawabannya sudah jelas terletak pada diri kita masing, tidak perlu menanyakan kepada orang lain, koreksi diri kita masing-masing.
Namun yang membuat saya prihatin adalah kembali lagi ke Tanah Papua. Saya melihat banyak sekali yang harus ditangani oleh pemerintah khususnya umumnya bagi kita semua. Pendidikan yang ada di Tanah Papua terutama yang swasta yang ada dibawah naungan Kemenag menurut saya perlu penanganan yang serius. Pernah saya mengikuti workshop yang digelar oleh Kemenag mengenai Kurikulum 2013 desember yang lalu, semua peserta bukan focus kepada sosialisasi kurikulum tersebut melainkan lebih banyak menyampaikan keluhan-keluhan mereka yang didapatkan di lapangan. Keluhan-keluhan tersebut diantaranya adalah kurangnya guru, tidak adanya pengawas, persyaratan penerimaan dan pencairan BSM (Bantuan Siswa Miskin), Ijin belajar untuk melanjutkan Pendidikan S2.
Diantara keluhan-keluhan tersebut yang paling menarik untuk saya uraikan disini adalah 2 masalah, yaitu tidak adanya pengawas dan persyaratan penerimaan dan pencairan BSM. Disini sedikit akan saya uraikan kepada para pembaca artikel ini mungkin akan menjadi bahan pemikiran kita terutama bagi pemerintah.
Pertama: Tidak adanya Pengawas. Di Provinsi Papua Barat yang mencakup beberapa kabupaten dan kota, ternyata hampir semua kepala seksi pendidikan Islam tentang kurangnya pengawas guru PAI dan pengawas madrasah bahkan ada yang megeluhkan tidak ada pengawasnya, padahal sudah berulang kali memohon kepada kepala bidang dan juga Kakanwilnya, ternyata belum bisa mengabulkan dengan beberapa alasan diantaranya persyaratan menjadi seorang pengawas dan tidak ada yang bersedia menjadi pengawas karena memang tidak ada biaya operasional yang dapat digunakan. Padahal kita tahu bahwa alokasi dana untuk pendidikan cukup besar. Bahkan salah seorang kepala seksi pendidikan Agama Islam Kaimana pernah berkata dengan lantang “Bagaimana saya akan menunjuk seseorang untuk menjadi pengawas sedangkan guru saja tidak mencukupi permintaan sekolah yang di bawahinya”.
Kedua :Persyaratan penerima dan pencairan dana BSM (Bantuan Siswa Miskin). Dalam hal ini sangat menarik untuk saya tunjukan kepada pembaca. Mungkin semua belum tahu secara persis bagaimana keadaan Papua yang memiliki banyak pulau dengan berbagai macam kendaraan yang bisa digunakan untuk menuju kesana. Persyaratan siswa penerima BSM diantaranya adalah keluarga tersebut telah mendapat kartu PKH dan sejenisnya dari Kementerian Sosial, jika tidak pernah mendapat kartu tersebut boleh dengan surat keterangan tidak mampu dari kelurahan jika memang layak mendapat BSM. Namun permasalahan timbul juga bahwa ada beberapa daerah yang kantor kelurahannya harus ditempuh dengan 5 jam perjalanan dan itupun petugasnya belum tentu ada, bayangkan jika dalam satu sekolah tersebut ada siswa yang dapat 30 siswa, sedangkan tenggang waktu yang diberikan mendadak. sedangkan pencairan dana tersebut harus melalui rekening, ini pun menjadi temuan masalah baru di salah satu tempat hingga kepala sekolah pun tidak mau mengurus dana BSM tersebut dengan alasan biaya yang dikeluarkan untuk membuat rekening tabungan lebih besar dibanding dengan dana yang akan didapatkan karena memang transportasi sangat mahal. Hal semacam ini tidak bisa disamakan dengan daerah yang ada di pulau jawa yang sangat mudah untuk dijangkau segala fasilitasnya.
Dengan beberapa pemaparan tersebut siapapun yang membaca artikel ini, jika anda seorang pejabat yang berwewenang untuk membuat kebijakan, tolong pikir dengan matang sebelum mengeluarkan kebijakan. Berbuatlah dengan adil sesuai kebutuhan jangan menyapu rata hingga ada orang-orang yang terdholimi dengan kebijakan anda. Karena adil itu bukan sama rata, akan tetapi adil adalah sesuai kebutuhan. Cerdaskanlah bangsa ini dengan kejujuran dan kesungguhan serta keikhlasan hati. Sesungguhnya Tuhan tidak pernah tidur.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H