Mohon tunggu...
Warisan Literasi Mama
Warisan Literasi Mama Mohon Tunggu... Freelancer - Meneruskan Warisan Budaya Literasi dan Intelektual Almarhumah Mama Rohmah Tercinta

Mama Rohmah Sugiarti adalah ex-writerpreneure, freelance writer, communications consultant, yogini, dan seorang ibu yang sholehah dan terbaik bagi kami anak-anaknya. Semoga Mama selalu disayang Allah. Alfatihah.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Duh Dewi Perssik, Sosmed Memang Sakti, Tapi Banyak Ranjau Musti Diwaspadai

30 Juni 2023   09:12 Diperbarui: 30 Juni 2023   12:33 289
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Capture Live IG@dewiperssik9 

Kemulian, kedamaian dan kebahagiaan masyarakat pada perayaan Hari Raya Idul Adha tiba-tiba dinodai oleh munculnya pernyataan kasus penolakan sapi kurban dan pemerasan yang katanya menimpa selebritis Dewi Persik (DP). Melalui live diplatform sosial media (sosmed) instagram DP curhat bahwa dirinya diperas Ketua RT tempat tinggalnya dan diancam sapi untuk kurbannya akan dilepaskan jika tak mau membayar Rp 100 Juta.  Berkat kekuatan sosmed, curhatan DP ini pun segera viral di jagad warganet. Merangsek ke berbagai gadget yang dimiliki masyarakat, menembus lintas batas semua platform sosmed yang ada. Melanglang buana di jagad Twitter, Youtube, FB, Tiktok, media massa dan platform-platform lainnya. 

Bagai bola salju yang terlanjur digelindingkan dari puncak bukit, isu ini semakin membesar dengan bumbu-bumbu dan opini yang dimiliki masing-masing kalangan yang mengunyahnya. Apalagi ada informasi bahwa pemotongan dan pengelolaan sapi kurban DP ini akan dilakukan oleh Sahabat Ganjar dan sementara Pak RT merupakan tetangga Anies Baswedan.  Plesetan ke isu politis pun ikut
menari dan bergoyang.

Dus, didukung cuaca tahun politis yang memang sensistif maka penggorengan isu kasus ini pun semakin membesar dan memanas tak terkendali. Merasa difitnah dan dipermalukan via sosmed, akhirnya Pak RT pun buka suara dan menjelaskan bahwa apa yang diungkapkan DP tidaklah benar. Ia menjelaskan bahwa dirinya dapat informasi dari ustadz bahwa DP akan berkurban sapi di wilayahnya. Sapi tersebut datang sebelum waktunya hari penyembelihan. Ternyata setelah beberapa jam, Asisten Rumah Tangga (ART) DP datang dan menginformasikan bahwa sapi akan diambil dan akan dipotong dan dikelola di tempat lain. Menurut Pak RT tentu saja dirinya dan warga merasa kecewa dan merasa tidak dipercaya, namun tidak keberatan ketika sapi tersebut akan diambil.

Terkait masalah pemerasan bahwa Pak RT meminta uang sebesar Rp 100 Juta, justru ART DP, Rosmini, yang akhirnya mengklarifikasi. Ia menjelaskan bahwa Ketua RT, tak pernah memeras uang DP, karena ingin menaruh hewan kurban di situ. Isu itu muncul saat sopir DP datang dan meminta tolong kepada panitia kurban, untuk mengangkat sapi majikannya untuk dibawa dan dipotong di tempat lain. Sang sopir menawarkan untuk memberi uang rokok, jika mau menbantu mengangkat sapi tersebut. Namun karena tidak memiliki kemampuan untuk memindahkan sapi yang besar tersebut ketua RT menolak dan mengatakan, "Jangankan uang rokok, uang Rp 100 juta pun saja saya tak mau". Ternyata si sopir salah mendengar bahkan salah menafsirkan jika Ketua meminta uang Rp 100 juta. Konon dikatakan oleh sang ART bahwa sang sopir memang agak-agak terganggu pendengarannya.

Akhirnya permasalahan ini pun menjadi semakin berisik di sosmed dan berkembang liar kemana-mana. Bahkan sampai akhirnya mediasi dilakukan pun permasalahan tidak bisa diselesaikan dengan baik. Apalagi melalui akun IG-nya DP terus melakukan curhat hingga bersambung ke bagian-bagian selanjutnya dengan pernyataan-pernyataan cenderung tidak mau mengalah dan menerima kasus tersebut sebagai  kesalahpahaman yang terjadi.

Terlepas dari siapa yang benar dan salah atas kasus ini, setidaknya memberikan banyak pelajaran berharga terkait pemanfaatan sosial media dalam permasalahan yang menimpa kita. Sejak awal mula perkembangan sosmed, seorang pengarang Amerika, Jay Baer pernah mengingatkan, "Content is Fire, Social Media is Gasoline." (konten adalah api dan sosial media adalah minyaknya-terjemahan bebas). Namun peringatan Jay ini sepertinya kurang banyak dipahami dan menjadikan kita hati-hati dalam bersosial media. Terus saja bermunculan kasus-kasus heboh di sosmed, bahkan yang berakhir di jalur hukum karena ketidakhati-hatian orang dalam bersosial media.

Di Indonesia sendiri, juga sudah banyak program-program peringatan akan bahaya kesalahan penggunaan sosmed ini. Kampanye "Saring sebelum Sharing" sudah diamplifikasi dimana-mana. Namun hasilnya tetap saja bermunculan kasus-kasus memprihatinkan yang berawal dari postingan salah atau ceroboh di sosial media.

Memang ada banyak kasus positif bahwa jalur sosmed mampu berperan efektif dibandingkan jalur konvensional. Sosmed dianggap sakti karena banyak kasus-kasus hukum yang terpendam, akhirnya mampu mendapatkan perhatian dan terselesaikan berkat peran sosial media. Pun kasus-kasus sosial yang akhirnya berhasil mendapatkan solusi dan penyelesaian karena viral di dunia sosmed.

Tapi jangan jadikan kesaktian sosmed tersebut sebagai ajang perjudian peruntungan. Berhati-hatilah jika ingin mengungkapkan kasus yang terjadi ke sosial media. Pastikan terlebih dahulu untuk melakukan beberapa upaya validasi, kroscek, dan klarifikasi yang diperlukan jika ingin upaya penyelesaian jalur sosmed kita tidak menjadi blunder yang merugikan. Bukan posting dulu dan klarifikasi kemudian. Justru lakukan klarifikasi dulu, jika mentok atau menemui jalan buntu, baru jalur perjuangan melalui sosial media mulai kita lakukan.

Kecuali memang panjat sosial (pansos) yang memang menjadi tujuan kita. Pasalnya memang banyak kalangan yang sengaja menempuh jalur sosmed untuk sekedar mencari popularitas atau viral semata. Rela menjadi pihak yang salah, dianggap bodoh, atau dicaci maki pun semua dianggap urusan belakangan. Yang penting, tenar dan terkenal meski dalam hal keburukan ataupun kesalahan. Bahkan ketika banyak sosial media menawarkan keuntungan melalui monetisasi, maka kenekatan-kenekatan aksi di sosial media semakin menjadi-jadi. Ranjau-ranjau sosial media yang bisa jadi menghancurkan diri tak lagi diperhatikan dan diwaspadai.

Kasus DP ini mungkin bisa menjadi pengingat kembali akan bahaya sosial media yang wajib kita teladani. Kasusnya tidak akan sememalukan sekarang ini, jika DP tidak emosional dan buru-buru melakukan curhatan di sosial media sebelum klarifikasi. Tentu akan sangat berbeda jika sebelum bikin konten dan posting di sosial media DP melakukan klarifikasi dulu ke pihak RT. Jika memang sibuk DP bisa menyuruh orang kepercayaan atau malah mungkin pengacaranya untuk mempertanyakan apa yang didengarkan ke RT. Baru setelah yakin bahwa memang begitu kejadiannya, DP bisa membuatnya sebagai konten di akun sosial media miliknya. Bukan hajar dulu bleh, mohon maaf urusan remeh belakangan. Tabik.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun