mimpi tersebut bisa menjadi sebuah kenyataan. Pasalnya, banyak orang justru mematikan potensi mereka sendiri dengan menolak adanya pikiran "bagaimana jika?" dan mengabaikan apa yang benar-benar penting bagi mereka dalam hidup. "Anda harus mulai bermimpi sebelum Anda dapat mencapai apa pun," tegas Kalam.
"You have to dream before your dreams can come true," begitu pesan A. P. J. Abdul Kalam, ilmuwan dan insinyur terkemuka di India yang dipercaya untuk menjabat sebagai presiden India periode 2002-2007 lampau. Melalui pesan ini ia mengingatkan pada kita bahwa kita memang harus bermimpi sebelumKalam tidak sendiri, John Wooden juga pernah menuliskan, "Don't give up on your dreams, or your dreams will give up on you." Jangan menyerah pada mimpi kita, atau mimpi itu akan menyerah pada kita. Ketika kita berhenti percaya bahwa kita bisa melakukannya, maka segala sesuatu yang lain akan mulai runtuh. Jadi teruslah bermimpi dan jangan pernah berhenti percaya bahwa mimpi itu bisa menjadi kenyataan.
Tak bisa dipungkiri, kita mengenal adanya beberapa perseteruan dalam dunia politik Indonesia. Misalnya perseteruan di antara mantan-mantan Presiden bangsa ini. Ada perseteruan terpendam antara Soeharto dengan Soekarno yang sepertinya terus tersimpan sampai kepada keturunan mereka, ada juga perseteruan terpendam antara Susilo Bambang Yudhoyono (SBY atau Pak Beye) dan Megawati yang nampaknya sulit untuk didamaikan. Mungkin karena begitu sulitnya terjadi rekonsiliasi antara kedua bapak dan ibu bangsa ini, sampai-sampai menjelma sebagai mimpi Pak SBY yang baru-baru ini viral.
Sebut saja mimpi itu dengan "Mimpi Bulan Juni SBY". Siapa tahu bisa melegenda seperti "Hujan Bulan Juni"-nya Sapardi Djoko Damono. Berikut isi mimpi Pak BeYe tersebut:
"Saya bermimpi, di suatu hari Pak Jokowi datang ke rumah saya di Cikeas untuk kemudian bersama-sama menjemput Ibu Megawati di kediamannya. Selanjutnya kami bertiga menuju Stasiun Gambir. Di Stasiun Gambir, sudah menunggu Presiden Indonesia Ke-8 & beliau telah membelikan karcis kereta api Gajayana ke arah Jawa Tengah & Jawa Timur. Karena masih ada waktu, sejenak kami berempat minum kopi sambil berbincang-bincang santai. Setelah itu, kami bertiga naik kereta api Gajayana yang siap berangkat ke tujuan. Di perjalanan, kami menyapa rakyat Indonesia dengan hangat. Rakyat yang pernah kami pimpin dengan penuh kesungguhan hati. Memimpin bangsa yang tak pernah sepi dari tantangan. Sampai di Solo, Pak Jokowi dan saya turun dari kereta. Pak Jokowi kembali ke kediamannya, saya terus ke Pacitan dengan bus. Sedangkan Ibu Megawati melanjutkan perjalanan ke Blitar utk berziarah ke makam Bung Karno."
Secara lugas mungkin mimpi ini bisa ditafsirkan sebagai keinginan Pak Beye untuk bisa rukun, akrab, hangat dan bersahabat dengan santai dengan Megawati dan Jokowi yang notabene merupakan sesama wakil pemimpin negeri ini. Mereka bertiga bersama-sama bisa kompak menyambut dan mendukung hadirnya Presiden ke-8 Indonesia,junior mereka dengan akrab. Mereka semua juga bisa tetap dekat dan akrab dengan rakyat sebagai bapak dan ibu bangsa, sebelum akhirnya pulang ke tempat masing-masing. Mandeg manditho menyaksikan negeri Indonesia yang rukun, damai dan sejahtera.
Sejalan dengan pesan Kalam dan Wooden di atas, tentu saja mimpi Pak Beye ini bisa terwujud menjadi kenyataan. Toh buktinya banyak pihak dan kalangan menanggapi dan mengapresiasi secara positif, ketika mimpi tersebut tersebar dan diketahui khalayak ramai. Berbagi mimpi bukanlah kegenitan.
Ternyata Pak BeYe tidak berhenti di mimpi semata. Tak lama setelah berbagi mimpi, Pak BeYe segera meluncurkan sebuah buku yang diberi judul ""Pilpres 2024 dan Cawe-cawe Presiden Jokowi". Tentu saja buku ini segera menjadi viral dan bahan obrolan. Mulai dari panggung-panggung politisi, meja-meja akademisi, hingga tongkrongan di warung kopi. Pasalnya Pilpres 2024 memang tengah menjadi masalah aktual, dan statemen Jokowi akan cawe-cawe tengah menjadi banyak perdebatan.
Meskipun tak haram bermain di sosial media, ternyata Pak Beye tidak tergoda untuk turut meramaikan keseruan perang wacana, opini, komentar, analisis instan dan cuitan-cuitan yang terjadi di sosial media. Ia memilih jalan sulit dengan menerbitkan buku tersebut ketika permasalahan yang mengemuka belum dingin dari penggorengan perdebatan yang masih terjadi di sana-sini. Meskipun buku merupakan produk konvensional yang tidak selentur sosial media yang mudah diedit, direvisi, diperbarui, diubah atau yang lainnya, jika ada kesalahan di dalam tulisannya, Pak Beye berani memilihnya.
Lalu apa isi buku tersebut? Adakah kaitannya dengan mimpi yang telah diungkapkan sebelumnya? Tema Pilpres 2024 serta masalah statemen cawe-cawe Presiden Jokowi tentunya merupakan tema yang sangat potesial untuk dijadikan perdebatan dan perseteruan. Tema yang sensitif untuk dibenturkan dengan pihak-pihak yang berseberangan. Namun seperti harapan yang telah disampirkan sebelumnya pada mimpinya, ini buku Pak Beye ini boleh dikatakan bijak atau terkesan hati-hati dalam menanggapi isu yang ada.
Isi buku ini lebih banyak berisi urun rembug, nasehat atau peringatan serta himbauan yang bisa dijadikan solusi pemikiran terbaik bagi permasalahan yang tengah aktual saat ini. Lebih kepada sumbangan pemikiran dari seorang mantan yang notabene memiliki pengalaman yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Pengalaman 10 tahun memimpin pemerintahan setidaknya menjadikan Pak BeYe cukup memiliki kredensial dan kredibilitas yang mumpuni jika sekedar memberikan saran dan pendapat yang diperlukan.