Istilah dukun pada umumnya diartikan sebagai sebutan untuk orang pintar dalam arti non cendekiawan, non intelektual atau sains. Yaitu orang yang dianggap pintar bukan karena pendidikannya yang tinggi, tetapi dianggap pintar karena kemampuannya dalam hal-hal yang sulit dijelaskan nalar seperti supranatural, klenik, mistis maupun hal-hal yang dianggap tak masuk akal lainnya.
Tentu saja sudah galib jika orang pintar karena sekolah atau pendidikannya yang tinggi, biasa disebut sebagai cendekiawan atau intelektual seperti di atas.
Nah, bagaimana dengan kalangan orang-orang yang mumpuni, yang handal dan terkemuka karena talenta uniknya, kecerdasan abnormalnya, keberanian, kreativitas, semangat dan gairahnya yang selalu berkobar-kobar? Mungkin inilah alasan bagi Robert Nio alias Mang Ucup (MU) rela dirinya disebut dukun
Nampaknya, Robert Nio yang dulu sempat dikenal sebagai Yusuf Randy --mantan raja komputer Indonesia zaman dulu yang pernah bekerja di IBM Jerman dan kini tinggal di Belanda, bahkan tidak berkeberatan jika dirinya disebut sebagai dukun semata. Bahkan Mang Ucup juga rela disebut Gokil atau lengkapnya "Dukun Gokil" sebagai judul buku terbarunya.
Di era industri 4.0, era centennial atau generasi Z sekarang tentunya sebutan sebagai dukun bukanlah sebutan yang membanggakan. Bisa dianggap sebagai sebutan jadul, bahkan melecehkan. Apalagi tak tanggung-tanggung, Mang Ucup kali ini disebut sebagai "Dukun Gokil".
Apakah sebutan tersebut merupakan strategi memancing penasaran publik atau malah merupakan clickbait semata? Ternyata tidaklah demikian jika kita runut kenyataannya.
Nyatanya jika kita ketemu dan berbincang dengan Mang Ucup baik secara langsung maupun melalui media komunikasi apa saja, MU memang bolehlah kita beri gelar sebagai dukun tersebut. Pasalnya ucapan atau obrolan MU kerap sulit kita duga namun benar adanya.
Seperti laiknya laga pendekar dewa mabuk, melalui jurus kata-kata atau tulisan yang dilontarkannya, kita seperti dibacakan mantra-mantra yang membuat kita melek atas berbagai hal yang sebelumnya tidak kita sadari, nilai-nilai yang terkandung di dalamnya.
Melalui kekuatan ingatannya dalam menceritakan pengalamannya yang gokil, pengetahuannya yang luas, keberaniannya yang jempol, kejeliannya dalam melihat sesuatu secara subtil, dan kelakarnya yang kocak dan menyentil, kita memang seperti berhadapan dengan orang pintar atau dukun yang gokil.
Kumpulan tulisannya yang tersajikan dalam 198 halaman buku ini boleh jadi merupakan mantra utama sang dukun gokil ini yang siap menghipnotis kita untuk mempelajari segala hal di sekitar kita sebagai sesuatu yang pantas kita syukuri sepenuh hati.
Namun jangan khawatir, mantra-mantra yang dituliskan dukun gokil ini merupakan tulisan-tulisan MU yang menurut warganet penggemarnya di sosial media merupakan tulisan yang lezat untuk dikunyah pembacanya, enak untuk dimengerti dan diambil hikmahnya serta enteng gaya bahasa yang dijadikan bumbu-bumbunya.
Alhasil meskipun saat ini MU sudah tergolong manula, mendekati 80 tahun, namun gaya, pola dan corak penulisannya bisa mengimbangi gaya, selera dan kemauan generasi zaman now atau generasi Z.
Bahkan jika tak mengenal sosok sebenarnya dari MU, tapi hanya mengenalnya dari kegokilan tulisan dan gaya bahasanya, maka banyak pembacanya yang menduga bahwa MU itu masih termasuk generasi milenial atau centennial.
Meski kemasannya dan cara penyajiannya sangat kekinian, sebenarnya serita Mang Ucup yang dirangkum dalam buku ini banyak kisah tentang keseharian anak negeri di jaman old meskipun tak terlupakan juga dihadirkan kisah-kisah aktual era teknologi industri 0.4 saat ini.
Misalnya kisah gokil tentang pengalaman petualangan masa kecil Mang Ucup yang berhasil menyelundup menjadi penonton tercilik di bioskop yang memutar film dewasa.
Namun di luar kisah old tentang pengalaman masa kecil, dan masa muda dari masa lampau, Mang Ucup juga menyajikan kisah-kisah aktual masa milenial di hari-hari ini,dengan tulisan yang mengalir sehingga bisa menjadi catatan sejarah peradaban masyarakat, baik lokal, nasional, regional, maupun global.
Kelenturan tema tulisan yang amat beragam juga menjadi warna-warni pelangi hidup yang akan terasa mengasyikkan bagi pembacanya. Analisa tulisannya yang mampu menghadirkan pemikiran yang Out of The Box juga bisa membuat kita tercengang, terperangah, manggut-manggut, dan terkadang senyam-senyum dikulum sendirian.
Meskipun disebut sebagai dukun yang kerap diapresiasi sebagai sesuatu yang negatif, namun Mang Ucup bisa menghadirkan tulisan yang mendamaikan alias no SARA, no gender-oriented, bahkan no age-limit, sehingga tak ada batasan unuk dibaca oleh semua kalangan dan dari manapun juga.
Adapun yang terpenting diantara berbagai penjelasan di atas adalah buku ini dijamin akan mampu menggairahkan siapa pun, yang saat ini mungkin dalam keadaan letih-lesu serta merasa terbebani oleh hidup yang teramat berat. Semoga melalui mantra tulisan yang ditorehkan dukun gokil tersebut, pembacanya bisa kembali bergairah dalam menapaki hidup yang serba riweh. Tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H