Rekaman video pesan, eh bukan pesan, melainkan harapan dari Presiden ke-6 kita, Susilo Bambang Yudhoyono menurutku wajar saja. Seorang mantan pemimpin kita yang notabene sudah dua periode kita percaya untuk mengemban amanah memimpin negeri ini selama 10 tahun, tentunya berhak memberikan kritikan, masukan, saran terhadap pemimpin yang tengah menjabat sekarang, Presiden Joko Widodo serta pembantu-pembantunya berdasarkan pengalaman yang dia miliki.
Harus diakui dan merupakan fakta yang tidak bisa ditolak begitu saja bahwa dia sudah lebih dulu berhasil memimpin negeri ini selama dua periode melalui pemilu yang dipilih langsung oleh rakyat. Jadi, pahit maupun manis pesan yang disampaikan, ya sebaiknya kita terima saja dengan lapang dada. Toh dia tidak memaksa. Yang sekiranya baik, ya kita ambil, yang sekiranya kurang cocok, ya abaikan saja. Tak perlu baper, emosional bahkan sampai menyerangnya dengan berbagai tuduhan dan hujatan.
Presiden manusia juga, pun mantan presiden manusia juga. Jadi terima saja apa adanya dengan lapang dada. Secara pribadi saya menilai pesan SBY terhadap Jokowi, Luhut dan lainnya cukup baik dan layak untuk diperhatikan. Sekali lagi dia tidak memaksa dan nampak sangat menyadari posisinya sebagai mantan yang hanya bisa memberi saran.
Di luar pesan kritis terhadap Jokowi dan pemerintahannya, saya cenderung lebih senang memperhatikan tulisan beliau mengenang satu tahun meninggalnya sang istri tercinta, Ibu Ani Yudhoyono. Semoga saja tulisan yang diberi tajuk "Setahun Telah Kulalui, Istirahatlah dengah Tenang Istriku Tercinta" ini tidak menjadikan SBY sekali lagi sebagai obyek kritikan personal maupun politis dari orang-orang yang membencinya.
Pasalnya tulisan ini sangatlah personal dan sangat manusiawi sekali. Melalui tulisan ini sangat nampak bahwa sosok SBY sebagai Presiden yang sangat dihormati dan disegani selama 10 tahun kepemimpinannya merupakan manusia biasa juga.
Goresan tulisan yang dibuat SBY mengenang setahun meninggalnya sang istri, 1 Juni 2019 - 1 Juni 2020 memang terasa sangat pribadi. SBY mampu meninggalkan semua embel-embel jabatan dan kepentingan politik maupun lainnya untuk mengenang sang istri yang dicintainya tersebut.
"Hari ini, 1 Juni 2020, ketika aku terbangun dari tidurku..... aku tersadar. Tersadar bahwa ini adalah hari yang baru dalam perjalanan hidupku. Perjalanan jiwa dan hatiku ke depan. Dalam perenungan panjang yang aku lakukan, kini aku tahu bahwa hidup hakikatnya juga tentang "merelakan". Merelakan kepergian orang yang sangat dicintai," lanjutnya.
Selanjutnya SBY juga menuliskan bagaimana selama setahun ini, selain meningkatkan ibadah dan memperkaya makna hidup, dirinya juga melakukan "healing process" atas kepergian Ibu Ani.
"Tak mudah memang. Tapi harus kujalani. Aku harus mengisi lembaran hidupku, sambil mengenang masa-masa indah bersama Ani. Tentu aku berharap agar lembaran itu tak hanya terisi oleh cerita tentang kedukaan, yang saat ini memang belum hilang," ungkap SBY jujur.