Melalui akun sosial media miliknya, seorang teman semasa kuliah curhat habis-habisan mengenai pandemi ayng sekarang tengah terjadi. Menurutnya, dampak paling absurd dari dua bulan menjalani keharusan #dirumahaja, tiba-tiba banyak hari yang menghilang secara misterius.Hari-hari seperti hari Selasa, rabu, Jumat, Sabtu dan Minggu mendadak tidak lagi dimiliki oleh banyak orang. Yang tersisa tinggal hari Senin dan Kamis. Lho kok bisa? Apa ini maksudnya?
Ternyata kawan lamaku ini tengah berusaha mengolok keadaan dengan perumpamaan atau peribahasa orang-orang Jawa tentang keadaan yang sangat sengsara. Dalam budaya Jawa, keadaan sengsara, serba kekurangan dan kemiskinan biasanya disebut dengan "Napase wes Senin Kemis". Mungkin dalam bahasa Indonesia istilah ini bisa diartikan, napasnya sudah Senin Kamis.
Loh kenapa napasnya kok bisa Senin Kamis saja? Napas itu adalah perumpamaan untuk energi, kemampuan, kesehatan, kesejahteraan atau apapun yang terkait dengan keberdayaan. Sedangkan Senin Kamis adalah bukan perumpaan. Senin dan Kamis benar-benar merupakan nama hari secara harfiah.
Seharusnya dalam kondisi normal, hari-hari yang berlaku dalam seminggu adalah Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu dan Minggu. Itu semua orang juga tahu. Nah apa artinya jika napas yang dimiliki tinggal ada di hari Senin dan Kamis semata. Itu artinya kita sudah tidak berdaya. Napasnya sudah kembang kempis tak beraturan. Megap-megap dalam ketidakberdayaan atau bisa diistilahkan sudah sekarat dan tinggal menunggu kematian. Â
Nah itulah ternyata yang dimaksudkan oleh kawan lamaku tersebut. Pandemi Covid-19 ini telah membuat banyak orang kelimpungan dan kehilangan mata pencaharian. Banyak usaha gulung tikar, pekerja-pekerja dirumahkan bahkan di PHK tanpa memiliki pekerjaan cadangan.
Banyak masyarakat yang tak bisa lagi bernafas secara normal. Mereka terpaksa hanya bisa bernapas kembang kempis. Bernapas Senin Kemis dan merelakan banyak hari-hari yang diibaratkan hilang secara misterius karena tergerus oleh serangan virus dan pemerintah yang kurang tanggap urus alias dalam bahasa Jawa bisa disebut sebagai tabiat "Ora Urus" alias tidak peduli. Tabik.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H