Krisis ekonomi adalah dampak yang mengerikan lainnya selain korban yang meninggal dari pandemi Covid-19 sekarang ini. Lihat saja, kabarnya hanya dalam jangka waktu sekitar satu bulan saja, di Amerika konon telah ada lebih dari 10 juta pekerja yang di PHK. Pun di Indonesia, dari kasak-kusuk berita di sosial media saat ini telah lebih dari 1,2 juta pekerja yang telah dirumahkan tanpa gaji atau diberhentikan secara permanen.
Apakah benar krisis ekonomi telah mulai melanda negara kita? Sepertinya hal ini tak bisa ditolak kehadirannya. Karena adanya kebijakan work from home (WFH) di awal ditemukannya pasien positif corona di Indonesia, sudah banyak perusahaan yang merugi karenanya. Apalagi setelah diberlakukannya Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) diizinkan secara resmi oleh pemerintah pusat.Â
Kebijakan ini membuat para kepala daerah seperti Gubernur  DKI Jakarta Anies Baswedan bisa mengeluarkan instruksi agar semua perusahaan benar-benar menghentikan aktivitasnya bahkan dikenakan sanksi dan denda bagi yang melanggarnya. Sontak banyak perusahaan yang praktis mati suri karena tidak bisa dikerjakan secara daring atau online melalui sistem WFH.
Untungnya penerapan PSBB di Jakarta khususnya tidak membuat barang-barang kebutuhan pokok menjadi langka karenanya. Di luar pusat pekantoran dan daerah utama ibu kota, PSBB tidak membuat daerah menjadi senyap dan seperti mati suri. Sekilas banyak gang-gang kecil, jalan-jalan kecil kampung yang diportal dan dijaga. Namun toko-toko kelontong penyedia kebutuhan pokok, tukang-tukang sayur dan warung-warung makanan masih buka seperti biasa. Barang dagangan mereka juga lengkap seperti biasanya.
Entah karena sudah terdampak krisis atau memang memiliki kesadaran yang baik, tidak terjadi panic buying seiring diberlakukannya PSBB oleh Pemprov DKI Jakarta. Yang terjadi justru sebaliknya, para pedagang-pedagang tersebut justru mengalami panic seller. Mereka merasa panik karena pembeli yang datang, justru jauh berkurang dari biasanya. Padahal logikanya mereka yang membutuhkan kebutuhan pokok di rumah, menjadi lebih banyak karena banyak karyawan dan pekerja yang WFH dan yang biasanya makan di kantor menjadi makan di rumah.
Banyak dari para pedagang yang berpikir krisis ekonomi telah terjadi lebih cepat dari yang diperkirakan. Buktinya lapak-lapak kebutuhan pokok mendadak sepi dan menurun pembelinya jauh dari biasanya. Ternyata suasana sepi tak berlangsung lama. Ketika mendekati akhir bulan dan tanggal-tanggal gajian tiba, toko kelontong dan tukang-tukang sayur kembali ramai seperti biasanya.
Rupanya, sepinya pembeli beberapa waktu lalu bukanlah karena krisis ekonomi yang telah tiba, melainkan karena  penerapan PSBB terjadi ketika tanggal tua. Selain ketakutan karena seramnya aturan PSBB yang disosialisasikan dimana-mana, banyak orang menahan diri untuk belanja karena menunggu hari gajian tiba.Â
Kenapa dampak penutupan perusahaan-perusahaan yang menyebabkan karyawan dirumahkan dan di-PHK tidak begitu terasa di daerah sini? Mungkin karena daerah di sini dekat dengan komplek-komplek TNI dan Kepolisian, sehingga tak banyan yang terdampak Covid-19 secara ekonomi. Mereka masih aman menerima gaji meskipun masih was-was bahwa THR belum pasti diterima.
Dan hebatnya lagi, sampai sejauh ini tidak terjadi gejolak kenaikan harga kebutuhan pokok dan bahan makanan yang seringkali melonjak tinggi ketika menghadapi Ramadan dan Idul Fitri. Semoga kondisi ini bisa aman terkendali hingga pandemi Covid-19 selesai nanti. (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H