Melihat fenomena yang marak dirasakan sekarang ini, bisa dikatakan Indonesia telah menjadi salah satu negara yang sangat rawan terhadap ancaman bencana alam. Terjadinya gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir dan lainnya merupakan bukti dari wacana tersebut.
Letak geografis Indonesia yang dikelilingi "cincin api (ring of fire)" menyebabkan potensi terjadinya bencana selalu mengancam di sembarang waktu. Terjadinya gempa bumi dan tsunami di Palu - Donggala, Sulawesi Utara dan gempa bumi yang juga terjadi di Lombok, Nusa Tenggara Barat merupakan salah satu contohnya.
Karena itulah, seperti yang dilansir kabarindonesia dotcon (17/10), Kadiv Humas Polri, Setyo Wasisto dalam sambutan tertulisnya yang dibacakan Karo Penmas Devisi Humas Polri, Dedi Prasetyo, pada acara Forum Promoter Sinergi Sistem Mitigasi Dalam Upaya Meminimalisasi Dampak Bencana Alam di hotel Amarosa Cosmo, Jakarta Selatan, Rabu (17/10) mengatakan, "Belum selesai penanganan bencana di Lombok yang berkekuatan sekitar 7 skala richter (SR), Indonesia kembali diguncang gempa kekuatan 7,4 SR kali ini di Palu, jadi lebih besar dari Lombok."
Menurut Setyo, penanganan bencana di Lombok ataupun di Palu diakui sempat terjadi chaos kecil yang disebabkan oleh tidak meratanya bantuan paska bencana yang terjadi terutama di Palu.Â
Penyebabnya adalah banyaknya infrastruktur yang rusak, korban berjatuhan dan juga pasokan BBM dan listrik juga mati. Padahal justru di saat-saat seperti itulah, masyarakat yang selamat dari bencana mengharapkan kebutuhan dasarnya bisa terpenuhi.
"Sinergi sistem yang belum maksimal akibatkan penanganan korban tidak cepat. Kurangnya alat berat atau tidak tersedia alat berat yang mengharuskan mendatangkan dari berbagai daerah membuat lambat evakuasi. Bahkan penjarahan terjadi karena tidak meratanya penyaluran bantuan. Ini terjadi karena koordinasi tidak lancar akibat lumpuhnya jalur telekomunikasi," papar Setyo.
Berdasarkan data dari Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG), Indonesia memiliki 295 sumber gempa patahan aktif. Ini mengakib atkan potensi terjadinya gempa sangat besar, namun sayangnya tidak ada satu teknologipun yang mampu memprediksi kapan terjadinya gempa bumi tersebut.Â
Akibatnya, saat gempa menimpa, banyak korban jiwa berjatuhan dan berbagai macam bangunan serta infrastruktur porak poranda seperti yang baru saja terjadi di Palu dan Lombok belum lama ini.
Karenanya, Kepala Bidang Informasi Gempa Bumi dan Peringatan Dini Tsunami BMKG, Daryono menyatakan pentingnya harmoni dan sinergi.
"Jadi kita harus hidup harmoni dengan alam, kita harus siap menghadapi ancaman bencana. Sebab kita punya 295 sesar aktif atau patahan, semua harus kita siapkan menghadapi bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu," ingatnya.
Di tengah ancaman gempa bumi yang beruntun, menurut Daryono masih ada sejumlah permasalahan serius yang harus dituntaskan ke depan. Salah satunya adalah banyaknya bangunan rumah tinggal yang tidak menerapkan konsep bangunan tahan gempa. Akibatnya saat gempa terjadi rumah roboh dan menimpa penghuninya sehingga menimbulkan korban jiwa.