Implementasi Kurikulum Merdeka kini semakin dekat. Saya meyakini bahwa perubahan kurikulum adalah sesuatu yang tidak dapat dihindari dan merupakan bentuk penyempurnaan dari kurikulum sebelumnya. Kurikulum ini memiliki beberapa poin menarik, terutama konsep guru sebagai pemimpin pembelajaran, serta memberikan kebebasan kepada pendidik dan peserta didik dalam proses belajar.
Sebagai pemimpin pembelajaran, guru diharapkan mampu menciptakan pembelajaran yang berkualitas. Guru memiliki peran penting dalam keberhasilan sekolah, sebagaimana dikemukakan oleh Direktur Guru dan Tenaga Kependidikan Kemendikbud. Menurutnya, guru bertanggung jawab untuk menyelaraskan berbagai elemen di sekolah, memanfaatkan sumber daya yang ada, dan merancang program yang berdampak positif bagi siswa. Guru juga harus mampu bekerja sama dalam mengembangkan potensi peserta didik secara menyeluruh, baik dalam aspek rasa, cipta, karsa, maupun karya, demi menciptakan kesejahteraan siswa dalam jangka pendek maupun panjang. Di samping itu, kebebasan belajar harus dirasakan baik oleh guru maupun murid.
Pandangan ini sejalan dengan pemikiran Ki Hajar Dewantoro. Beliau percaya bahwa pendidikan adalah kunci utama untuk mencapai kemerdekaan bangsa. Dalam "pratap triloka," Ki Hajar menegaskan bahwa guru harus mampu memainkan tiga peran: menjadi teladan di depan murid (ing ngarso sung tuladha), membangun semangat dan kerja sama di tengah murid (ing madya mangun karsa), dan memberikan dukungan dari belakang (tut wuri handayani). Oleh karena itu, guru harus mampu menciptakan kegiatan yang berdampak positif, baik di dalam maupun di luar kelas.
Sebagai pemimpin pembelajaran, guru harus memberikan ruang kepada murid untuk mengekspresikan suara, membuat pilihan, dan memiliki kepemilikan atas proses belajar mereka. Kemerdekaan berpikir yang diperoleh melalui pendidikan berkualitas akan menciptakan manusia yang mandiri, baik lahir maupun batin. Bagi Ki Hajar, manusia yang merdeka adalah mereka yang mampu hidup tanpa bergantung pada orang lain dan berdiri di atas kekuatan sendiri. Pendidikan yang baik juga memungkinkan siswa berkembang secara utuh sehingga mampu memuliakan diri sendiri dan orang lain.
Ki Hajar mengibaratkan pendidik sebagai petani kehidupan, pendidikan sebagai lahan, dan siswa sebagai benih. Benih yang ditanam di lahan yang baik dan dirawat dengan optimal akan tumbuh menjadi tanaman yang kuat. Sebaliknya, tanpa perawatan yang baik, bahkan benih yang unggul sekalipun tidak akan tumbuh maksimal. Pendidik dituntut untuk memberikan kebebasan kepada siswa, tetapi tetap memberikan bimbingan dan arahan agar siswa tidak kehilangan arah.
Dalam menghadapi perubahan zaman, pendidik juga perlu berhati-hati. Guru harus mampu menyesuaikan konten pembelajaran dengan kondisi sosial-budaya murid dan tantangan zaman. Dengan memadukan ilmu pengetahuan dengan budaya lokal, murid dapat mengembangkan potensi kognitif, afektif, dan psikomotorik yang menghasilkan karakter dan budi pekerti luhur.
Keluarga juga memiliki peran penting dalam pendidikan, terutama dalam membentuk karakter anak. Keluarga adalah tempat pertama dan terbaik untuk menanamkan nilai-nilai moral dan sosial. Orang tua berperan sebagai guru, teladan, dan pembimbing yang memperkenalkan tradisi dan norma masyarakat kepada anak. Ki Hajar percaya bahwa keluarga yang baik akan menanamkan nilai-nilai positif, sementara keluarga juga berperan untuk mengoreksi nilai-nilai yang tidak sesuai dengan budaya.
Selain itu, sinergi antara keluarga, sekolah, dan masyarakat sangat penting untuk mendukung pendidikan. Orang tua tidak boleh sepenuhnya menyerahkan pendidikan anak kepada sekolah, begitu pula sekolah harus aktif berkomunikasi dengan orang tua. Masyarakat juga berperan sebagai pengawas dan mitra aktif dalam mendukung pendidikan yang berkualitas. Kolaborasi ini akan memperkuat pendidikan untuk menghasilkan peserta didik yang unggul.
Ketiga semboyan Ki Hajar---ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karsa, dan tut wuri handayani---tetap relevan hingga kini. Semboyan ini mengingatkan bahwa pendidik harus menjadi teladan, membangun semangat murid, serta memberikan motivasi meskipun murid telah mandiri. Nilai-nilai ini terus menjadi pedoman dalam pendidikan Indonesia, bahkan di tengah tantangan zaman yang disruptif.
Dengan perubahan kurikulum yang terus berkembang, kita harus mempertanyakan kembali apakah pembelajaran yang kita lakukan sudah sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantoro. Jika belum, mari bersama-sama memperbaiki pembelajaran agar lebih memerdekakan pendidik dan siswa demi kebahagiaan hidup bersama.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H