Mohon tunggu...
rogihan hanawar
rogihan hanawar Mohon Tunggu... Full Time Blogger - Pribadi

aku si binatang jalang

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Tiada

22 Desember 2024   02:01 Diperbarui: 22 Desember 2024   02:01 22
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Aku tengah duduk di pingiran pantai sembari menunggu gelap, dikau yang kupuja kini telah tiada bersama hilangnya mentari tenggalam di ujunga jauh laut memberikan kiasan rona terkahir dari wajahmu yang rupawan,

Andai tuhan mengizinkanku bertemu denganmu lagi, sembari kupanjatkan doa disetiap detiknya didekat ranjang tempat dikau terbaring lemah sembAri berharap aku dapat menjumpai senyum manismu unutk yang terkahir kalinya,

tapi semesta tidak berkehendak demikian, semesta menjauhkanku darimu dengan segala coba yang mulanya untuk kita berdua dan anak kita nanti, tapi sewaktu diriku semestinya pulang justru cobaan itu datang tak terkira, 

cobaan yang tiada kira itu sudah menghancurkanku sedemikian rupa tanpa menyisakan ruang harap pada relung hati

apakah Tuhan membenciku? apakah Tuhan tengah mempermainkaku? apakah Tuhan tak memahami apa yang sedang aku rasa?

tapi waktu adalah waktu, sekencang apapun aku menangis, sekeras apapaun aku memaki yang tiada tetaplah tiada,

 tiada ruang bagi harapan selain penyesalan yang abadi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun