Mohon tunggu...
Rovit Ginatra
Rovit Ginatra Mohon Tunggu... Aktor - Pekerja

Saya seorang pakar masalah. Mencari masalah,menemukan masalah,dan jika sudah membuat masalah maka saya lari dari masalah

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Lenin dalam Pandangan Stalin

19 Juli 2024   11:33 Diperbarui: 19 Juli 2024   11:34 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.


Vladimir Ilyich Lenin adalah salah satu pemimpin revolusi paling berpengaruh dalam sejarah modern, dan warisannya terus diperdebatkan hingga hari ini. Bagi Joseph Stalin, yang menjadi penggantinya sebagai pemimpin Uni Soviet, Lenin bukan hanya seorang mentor tetapi juga simbol ideologis yang digunakan untuk melegitimasi kekuasaannya. Memahami bagaimana Stalin memandang dan memanfaatkan warisan Lenin adalah kunci untuk memahami perkembangan Uni Soviet di bawah pemerintahannya.

Lenin dan Stalin pertama kali bertemu pada awal abad ke-20 ketika keduanya terlibat dalam gerakan revolusioner Bolshevik. Lenin mengakui Stalin sebagai organisator yang berbakat dan pekerja keras, meski dia tidak pernah menganggap Stalin sebagai pemikir teoretis besar. Ketika Revolusi Oktober 1917 berhasil dan Bolshevik mengambil alih kekuasaan, Stalin memperoleh berbagai posisi penting dalam partai dan pemerintah, terutama sebagai Komisaris Rakyat untuk Kebangsaan dan kemudian sebagai Sekretaris Jenderal Partai Komunis.

Pandangan Stalin terhadap Lenin sangat kompleks. Di satu sisi, Stalin mengidolakan Lenin dan berusaha untuk menunjukkan kesetiaannya pada ajaran-ajaran Lenin. Dalam karya-karyanya, Stalin sering mengutip Lenin untuk mendukung kebijakan-kebijakan yang diambilnya, berusaha menggambarkan dirinya sebagai penerus sejati dari visi Lenin untuk Uni Soviet. Stalin juga berperan penting dalam mempromosikan kultus individu terhadap Lenin setelah kematiannya pada tahun 1924. Lenin digambarkan sebagai pahlawan revolusi yang tak tergantikan, dan nama serta citranya digunakan secara luas dalam propaganda negara.

Namun, hubungan antara Lenin dan Stalin tidak selalu harmonis. Menjelang akhir hidupnya, Lenin mulai mengkhawatirkan ambisi dan metode Stalin. Dalam apa yang dikenal sebagai "Testamen Lenin," yang ditulis pada akhir 1922 dan awal 1923, Lenin mengkritik Stalin dan merekomendasikan agar dia dicopot dari posisinya sebagai Sekretaris Jenderal. Lenin menggambarkan Stalin sebagai terlalu kasar dan tidak cocok untuk memimpin partai. Dokumen ini, meskipun tidak dipublikasikan secara luas pada saat itu, menjadi sumber ketegangan dalam politik internal Partai Komunis.

Setelah kematian Lenin, Stalin menghadapi persaingan sengit untuk mengendalikan partai. Dia harus bersaing dengan tokoh-tokoh lain seperti Leon Trotsky, Lev Kamenev, dan Grigory Zinoviev, yang juga mengklaim sebagai penerus sejati Lenin. Stalin menggunakan berbagai taktik politik, termasuk aliansi sementara dan manuver intrik, untuk mengkonsolidasikan kekuasaannya. Dia berusaha keras untuk menyingkirkan pesaing-pesaingnya dan menggambarkan dirinya sebagai penjaga setia warisan Lenin.

Dalam proses ini, Stalin mulai merevisi beberapa aspek ajaran Lenin untuk menyesuaikan dengan kebijakan dan tujuannya sendiri. Salah satu contoh utama adalah konsep "sosialisme di satu negara." Lenin percaya bahwa revolusi sosialis harus bersifat internasional, sementara Stalin berpendapat bahwa Uni Soviet dapat membangun sosialisme tanpa perlu menunggu revolusi di negara-negara lain. Perbedaan pandangan ini menunjukkan bagaimana Stalin menafsirkan dan memodifikasi ajaran Lenin untuk menguatkan posisinya.

Di sisi lain, Stalin juga menggunakan warisan Lenin untuk melegitimasi kebijakan-kebijakan represifnya. Pembersihan besar-besaran terhadap para pesaing politik dan perwira militer pada tahun 1930-an sering kali dibenarkan dengan dalih melindungi revolusi Lenin dari musuh internal. Stalin menciptakan narasi bahwa dirinya sedang melanjutkan perjuangan Lenin melawan "musuh-musuh rakyat," meskipun metode yang digunakan sering kali jauh lebih brutal.

Dengan demikian, Lenin dalam pandangan Stalin adalah gabungan antara seorang mentor yang dihormati dan alat politik yang sangat efektif. Stalin memanfaatkan citra Lenin untuk membangun kultus individu, mengonsolidasikan kekuasaan, dan melegitimasi kebijakan-kebijakan otoriternya. Warisan Lenin di bawah rezim Stalin menjadi alat propaganda yang kuat, sementara visi asli Lenin sering kali disesuaikan atau bahkan diubah untuk memenuhi kebutuhan penguasa baru.

Pada akhirnya, hubungan antara Lenin dan Stalin mencerminkan dinamika kekuasaan dan ideologi dalam Uni Soviet. Melalui pandangan dan tindakan Stalin, kita dapat melihat bagaimana warisan seorang pemimpin revolusioner dapat digunakan dan dimanipulasi oleh penerusnya untuk membentuk arah negara dan masyarakat.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun