Kompetisi
Selain akomodasi, kerjasama ataupun toleransi yang berifat asosiatif, hubungan antara Muslim dan Hindu Bali juga bersifat disosiatif. Salah satu bentuk dari pola tersebut adalah kompetisi atau persaingan. Hal tersebut terlihat jelas pada bidang ekonomi. Bali yang berkembang menjadi destinasi pariwisata dunia, menarik banyak pendatang untuk mengunjunginya. Ada yang datang sebagai wisatawan, ada juga yang datang untuk melihat peluang ekonomi kemudian menetap di Bali. Pendatang sebagai wisatawan barangkali menguntungkan masyarakat Bali. Sebaliknya pendatang yang kemudian menetap di Bali untuk mengadu nasib dan mencari rizki menjadi masalah bagi masayarakat Bali, sebab hampir semua sektor ekonomi terutama sektor informal dikuasai oleh pendatang mulai dari penjual nasi keliling, pengelola warung nasi, penjual gorengan, penjual bakso keliling, pengelola pasar senggol, semuanya adalah pendatang.
Konflik
      Meskipun hubungan umat Muslim dan Hindu di Bali terlihat rukun dan harmonis, hubungan kedua agama ini sejatinya diselimuti sejumlah ketegangan hingga konflik. Salah satunya merupakan masalah rumah ibadah, menurut beberapa informan bagi Muslim di Bali, mendirikan rumah ibadah baik dalam bentuk masjid maupun mushola bukan hal yang mudah untuk dilakukan.Â
      Hubungan antara umat Muslim dan Hindu di Bali tidaklah tunggal. Hubungan kedua warga yang agama ini, tidak hanya kerja sama, toleransi dan akomodatif, tetapi juga kopetitif dan konflik. Ada kalanya harmonis dan ada kalanya dililit oleh kendala-kendala yang melahirkan konflik. Tetapi, secara umum pola hubungan keduanya adalah harmonis. Menumbuhkan kesadaran akan pentingnya hubungan yang harmonis di tengah-tengah warga Muslim dan Hindu Bali merupakan tugas bersama semua pihak, baik tokoh agama, tokoh adat, pemerintah dan masyarakat.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H