Mohon tunggu...
Rofiqoh Laila
Rofiqoh Laila Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Innal chayaata 'aqiidatun wa jihaadun

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Kisah Sepotong Kue

17 Mei 2015   11:22 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:54 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Suatu sore, seorang gadis kecil sedang menunggu mamanya datang di stasiun kereta api. Masih ada beberapa jam lagi sebelum jadwal kedatangan kereta api yang membawa mamanya tiba. Untuk membuang waktu, ia membeli buku cerita bergambar dan sekantong kue di pertokoan yang berada di dalam stasiun kereta api tersebut, lalu menemukan tempat untuk duduk bersandar sambil meluruskan kakinya. Sambil duduk, gadis kecil itu membaca cerita bergambarnya yang baru saja dibelinya. Dalam keasyikannya, ia melihat bocah lelaki di sebelahnya dengan begitu berani mengambil satu atau dua dari kue yang berada diantara mereka.

Gadis kecil tersebut mencoba mengabaikannya agar tidak terjadi keributan. Ia terus membaca buku cerita bergambarnya dan mengunyah kue sembari melihat jam berkali-kali. Sementara si pencuri kue yang pemberani menghabiskan persediaannya. Ia semakin kesal sementara menit-menit telah berlalu.
Gadis kecil itu pun sempat berpikir, “Kalau aku bukan anak yang baik bagi mama dan orang-orang yang mengenalku, sudah aku gigit tangannya dari tadi.”

Setiap ia mengambil satu kue, si bocah lelaki itu juga mengambil satu kue. Ketika hanya satu kue yang tersisa, ia bertanya-tanya apa yang akan dilakukan bocah lelaki itu.
Dengan senyum tawa di wajahnya dan tawa gugup si bocah lelaki itu mengambil kue terakhir dan membaginya menjadi dua.

Si bocah lelaki itu menawarkan separo miliknya sementara ia makan yang separonya lagi. Si gadis kecil itu pun langsung merebut kue itu dan berpikir, “Ya ampun bocah nakal ini berani sekali dan ia juga kasar, malah ia tidak terlihat untuk berterima kasih.”
Belum pernah rasanya si gadis kecil itu begitu kesal. Ia menghela nafas lega saat kereta api yang ditunggu-tunggu sedari tadi telah tiba.

Ia mengumpulkan barang miliknya dan menuju mamanya yang turun dari gerbong kereta api. Menolak untuk menoleh pada si bocah lelaki alias pencuri yang tidak tahu diri dan tidak tahu terima kasih, ia menghampiri mamanya sembari menarik tangan mamanya untuk mengajaknya pulang ke rumah dengan segera.
Sesampainya di rumah ia membuka tasnya lalu mencari buku cerita bergambar yang ia beli di pertokoan di dalam stasiun kereta api tadi, yang hampir selesai dibacanya. Saat ia merogoh tasnya, ia menahan nafas dengan kaget sambil mengernyitkan dahinya.

Ternyata di dalam tasnya terdapat sekantong kuenya yang ia beli bersamaan dengan buku cerita bergambar di pertokoan di dalam stasiun tadi. Di depan matanya ada kue dengan keheranan ia mengerang dengan patah hati, “Kok kue aku ada di sini? Jadi kue tadi adalah milik bocah lelaki itu dan ia mencoba berbagi denganku.”
Terlambat sudah untuk meminta maaf, ia tersandar sedih. Bahwa sesungguhnya dialah yang kasar, yang tak tahu diri, dan yang tak tahu berterima kasih. Dan dialah pencuri kue itu bukan bocah lelaki tadi.
Ia berlari menangis memeluk mamanya dan menceritakan apa yang terjadi tadi dari awal sampai akhir. Mama si gadis kecil tersebut mencoba menenangkannya dan memberinya nasehat secara halus dan perlahan dengan baik sambil mengusap-usap rambutnya.

Bahwa dalam kemampuan kognitif anak seumuran si gadis kecil sering berpikiran buruk dan melihat orang lain dengan kacamatanya sendiri. Serta tak jarang mereka menghina terhadapnya dan orang lain. Padahal mereka sendiri yang sering mempengaruhi, mengomentari, mencemooh pendapat, penilaian atau gagasan orang lain. Sementara sebetulnya anak seumuran si gadis kecil tersebutlah yang tidak tahu betul permasalahannya.

Oleh : Rofiqoh Laila - LYLA

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun