Mohon tunggu...
Arofiq Rofiq
Arofiq Rofiq Mohon Tunggu... profesional -

Nama lengkap arofiq biasa dipanggil rofiq, kenapa di kompasiana Username URL-nya menggunakan inisial rofiq70, ya karena sudah terlanjur dan sekedar memberi tanda lahir di tahun 1970, maksudnya biar nggak bandel lagi karena umurnya udah semakin tua……hehehe. Pernah menjadi wartawan majalah remaja dan mode 15 tahun yang lalu. Sekarang berkiprah di dunia per-konsultan-an bidang manajeman, komunikasi perusahaan, media sosial, etc…….

Selanjutnya

Tutup

Catatan

SOS Pemberantasan Korupsi!

30 September 2012   22:58 Diperbarui: 24 Juni 2015   23:26 439
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_215505" align="aligncenter" width="500" caption="Pic: Istimewa"][/caption]

Tanda darurat internasional dalam kode SOS, biasanya dipakai oleh kapal untuk minta tolong, ditafsirkan secara populer sebagai kependekan Save Our Souls (selamatkan jiwa kami). Sengaja penulis menggunakan judul SOS untuk menandakan gentingnya situasi saat ini dalam jihad melawan korupsi. Situasi saat ini sebenarnya mirip yang terjadi di Hongkong hampir empat dasawarsa yang lalu, pertengahan tahun 70-an. Dalam usianya yang masih seumur jagung KPK Hongkong berhadap-hadapan langsung dengan penegak hukum lain yaitu Kepolisian Hongkong. Kita sedikit telusuri tentang KPKnya Hongkong bernama The Independent Commission Against Corruption atau singkatannya ICAC berdiri pada tanggal 15 Februari 1974 yang diprakarsai oleh Gubernur Hongkong saat itu Murray MacLehose. Tujuan utama didirikan lembaga ini adalah untuk membersihkan wabah korupsi yang merajalela diberbagai departemen pemerintahan di Hongkong. Gerakan anti koruspi ini melalui penegakan hukum, pencegahan dan community education. Lembaga ini dipimpin oleh sebuah komisi pemberantasan korupsi. Salah satu kasus korupsi kepolisin yang menonjol ke permukaan saat itu adalah kasus Peter Fitzroy Godber. Peter Fitzroy Godber sebelumnya adalah kepala kepolisian Sector Wanchai dan kemudian menjadi kepala kepolisian di Kai Tak Airport di Hongkong. Ketika mendekati masa pensiunnya ia diketahui mempunyai uang sebanyak HK$ 4.3 juta (kira-kira 600 ribu US dollar) di rekening bank luar negerinya. Ia beserta istrinya berhasil melarikan diri dengan mengunakan wewenangnya saat itu sebagai seorang kepala polisi, ia melarikan diri pada minggu ketika oleh pengadilan ia diberikan waktu seminggu untuk menjelaskan sumber dana dari asset-assetnya (familiar dengan di negara kita?). Protes besar-besaran kemudian muncul dari mahasiswa yang melakukan long march ke Victoria park. mahasiswa saat itu menganggap pemerintah gagal mengatasi korupsi.berdasarkan desakan demonstran, maka Gubernur Hongkong saat itu mendirikan ICAC. Pada akhirnya Godber tertangkap di London, diekstradisi ke Hongkong dan menjalani pengadilan. ICAC saat itu dibentuk untuk menghapus korupsi hingga akar-akarnya, tidak seperti cabang kepolisian Hongkong yang mengurusi korupsi, ICAC hanya akan bertanggung jawab langsung kepada Gubernur Honkong untuk menghindari penyalahgunaan wewenang. Dalam melakukan tugasnya, ICAC mengalami tantangan berat. Bagi masyarakat China, memberi "angpaw" adalah tradisi yang telah berjalan ribuan tahun sebagai tanda "penghormatan" (di Indonesia mungkin lebih kita kenal sebagai uang kekeluargaan) dan tradisi ini bukan dilakukan oleh Triad atau bisnisman lainnya untuk melancarkan bisnis haramnya, tapi juga dilakukan oleh masyarakat biasa sebagai "tanda terima kasih" karena sudah dilindungi dan merasa aman. Hal ini kemudian memunculkan anekdot di kalangan Masyarakat Hongkong ICAC disebut "Investigating Chinese Ancient Customs" atau bahkan "I Can Accept Cash". Dalam upaya menindak korupsi dikepolisan ICAC, taktik dan metoda yang dilakukan dalam penyelidikan/penyidikan kadangkala terlalu "kasar" dan "ekstrim" kadangkala mereka "menyapu" seluruh anggota polisi dalam satu kesatuan hingga atasan-atasannya, dan kadang mereka memanggil seluruh petugas yang berdinas pada shift tertentu. Metode ini terkadang dilakukan hanya untuk "memancing" dan sebagai "shock therapy" untuk para pelaku korupsi. Namun metode ini dipandang berhasil untuk meredam korupsi di kalangan kepolisian. Pada masa awal-awal pembentukan ICAC, terjadi bentrokan antara ICAC dan kepolisian yang menyerang kantor Utama ICAC dengan lemparan batu dan demo besar-besaran. Situasi ini berakhir dengan pengumuman adanya amnesti kepada tindakan korupsi kecil-kecilan yang dilakukan sebelum tahun 1977. Tetapi secara bertahap ICAC kemudian menangkap para petugas kepolisian yang korupsi dan berhasil mengajukannya ke meja hijau, sisanya dipaksa untuk mengundurkan diri. Hasilnya pada tahun 1978 dikeluarkan hasil investigasi yang menyebabkan sekitar 119 petugas kepolisian dipaksakan untuk keluar, 24 orang petugas dikenakan tuduhan konspirasi, 36 orang petugas dan 1 petugas khusus diberikan amnesti. Tindakan ini memunculkan berbagai respon dari publik. Mulai dari yang memuji tindakan ICAC, hingga menganggap ICAC kurang garang dan hanya menangkap pelaku korupsi kecil saja bukan sumber utamanya.

[caption id="attachment_215506" align="alignnone" width="386" caption="Pic: Youtube"]

1349045881870135216
1349045881870135216
[/caption]

Mengingat begitu dramatisnya awal kelahiran ICAC di Hongkong maka oleh sutradara kawakan Wong Jing (Treasure Inn), didokumentasikanlah dalam sebuah film dengan judul I Corrupt All Cops atau disingkat ICAC. Dalam film tersebut Eason berperan sebagai Gale Chan, salah satu kaki tangan Kepala Polisi Hong Kong yaitu Lak Chui (diperankan Tony Leung Ka Fai, Bruce Lee My Brother), yang menguasai negeri itu dengan cara korupsi. Diproduksi tahun 2009, film ini juga menghadirkan aktor ternama lainnya seperti Anthony Wong Chau Sang (Initial D), Bowie Lam (War and Beauty) dan Alex Fong Lik Sun (L For Love L For Lies). Film ICAC adalah sebuah film yang menceritakan cikal bakal terbentuknya ICAC (Independent Commission Against Corruption) tahun 1974. Sebelum ICAC ada, Hongkong dikenal sebagai salah satu negara paling korup sedunia. Semua lapisan masyarakat, bahkan aparat kepolisian, nyaris tidak ada yang terbebas dari praktek korupsi dan suap seperti yang dilakukan Kepala Polisi Lak. Itulah sekilas kisah tentang success story KPK Hongkong yang berhasil dalam upaya perang melawan korupsi, khsusnya pada aparat penegak hukum lain, misalnya kepolisian. Pada konteks Indonesia upaya pemberantasan korupsi selama ini belum menyentuh pada akar yang sesungguhnya. Pemberantasan korupsi memerlukan solusi yang komprehensif di berbagai aspek kehidupan yang dilaksanakan secara terus-menerus dalam jangka panjang. Hal ini identik dengan lari maraton, bukan sebuah lari sprint, dimana semua itu memerlukan energi dan stamina yang kuat. Disamping itu strategi pemberantasan korupsi memegang peranan penting, upaya "shock therapy" lewat berbagai penindakan pada oknum pejabat negara yang terlibat kasus korupsi harus disertai pembangunan sistem pencegahan guna meminimalir tindakan tersebut terulang di kemudian hari. KPK sebagai garda terdepan dalam pemberantasan korupsi hendaknya mengajak setiap komponen bangsa untuk dilibatkan dalam perang bersama ini. Mereka yang berada di area bisnis dapat dimulai dengan memperbaiki cara dan model berbinis, para pendidik menerapkan governance yang baik di sekolah dan mengajarkan perilaku antikorupsi kepada siswa, para peneliti mencoba mendalami aspek apa saja yang bisa dimanfaatkan untuk memberantas korupsi, dan media dapat sebagai watchdog atau "anjing pengawas" jalannya pemerintahan. Sementara polisi sebagai salah satu penegak hukum harus mengkampanyekan say no to suap, anggota DPR harus lebih transparan dan akuntable terhadap konstituennya, dan yang terpenting masyarakat harus bisa menjadi perpanjangan tangan dari aparat penegak hukum untuk melaporkan berbagai penyimpangan di lapangan serta berupaya sekuat tenaga untuk tidak terprovokasi memberikan suap. Penulis berkeyakinan kalau praktek korupsi itu bukanlah sebuah budaya yang mustahil untuk kita berantas. Apabila semua upaya diatas dapat kita lakukan secara gradual, konsisten, terukur dan menggunakan strategi yang tepat, maka berbagai sendi kehidupan kita akan mengalami perbaikan dan integritasnya akan terbangun. Kemudian ketika tipping point (saat ajaib ketika sebuah ide, perilaku, pesan, dan produk menyebar seperti wabah menular) tertentu sudah tercapai, maka kita akan dikagetkan dengan fakta baru di masa depan bahwa Indonesia berhasil mentransformasikan diri menjadi negara yang bersih dari korupsi. Sampai kini kita belum merasakan adanya tipping point tersebut dalam upaya pemberantasan korupsi. Seperti jargonya Liverpool, jangan biarkan Our KPK Never Walk Aloneatau bahkan malah dikeroyok untuk menjadi musuh bersama. Namun KPK juga jangan hanya terkesan "genit" melakukan berbagai upaya penangkapan para "selebriti koruptor" namun kedodoran dalam upaya penyelidikan, penyidikan dan penuntutan, belum lagi upaya pembangunan sistem anti korupsi serta berbagai upaya pencegahan relatif masih terbengkalai. Kita hanya bisa berharap mudah-mudahan SOS pemberantasan korupsi ini segera berakhir, dan kita semua komponen bangsa harus berusaha bahu-membahu berkomitmen untuk mewujudkan Indonesia yang bersih dari praktek-praktek korupsi. FB: arofiq aja Twitter: @rofiq70

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun