Suatu malam di sebuah dusun yang sedang ada pesta, hadirlah seorang pemuda gagah dan tampan. Penampilannya seperti seorang patriot. Ia mengambil posisi nonton dari sisi selatan lingkaran kerumunan warga. Sehingga, walaupun hanya dengan cahaya terang api obor, ia terlihat jelas oleh para gadis penari yang memang berhadapan muka dengannya. Gadis-gadis lain juga selalu mengarahkan lirikan kepadanya.
Seorang gadis penari, idola para warga yang datang menonton, pada malam itu tampil tidak seindah sebagaimana biasanya. Ia tampak tidak bergairah. Menari asal-asalan saja. Tidak ada daya tariknya lagi yang sering hampir menghipnotis dan membuat penonton enggan bergeser dari posisinya.
"Minye Ndaha, mari ke sini dulu," panggil ibu gadis itu, yang sedang duduk di bale-bale dan segera ingin tahu kondisi putrinya. Minye Ndaha setara dengan Nona Cantik. Memangnya gadis itu cantik? Ya cantiklah!
Gadis itu menuju ke arah ibunya. "Apa kamu sakit," tanya ibunya dengan suara yang sangat lembut. Gadis itu hanya menggeleng tapi gerak-geriknya penuh tanda tanya. Seperti salah tingkah.
"Kalau tidak sakit, apa ada laki-laki yang menggodamu?" sambung ibunya bertanya sambil membelai rambut anak gadisnya. Hanya gelengan kepalanya juga yang merespon pertanyaan ibunya.
"Lalu, ada apa sehingga kamu menari tidak menarik sama sekali. Kasihan itu penonton yang datang melihat tarianmu yang indah. Mereka bisa kecewa dan pesta kita tidak ramai lagi. Jujur saja, ibu tidak akan marah. Apa ada laki-laki yang kamu naksir?" kata ibunya, bertanya sekaligus menasehati.
"Ahhh ibu ini. Itu Wona ibu. Jangan dia duduk di depan kami. Tolong panggil supaya dia duduk di bale-bale ini saja," tutur gadis itu. Wona adalah nama laki-laki tampan itu. Wona ini adalah anak dari saudari ayah gadis itu.
"Ada apa dengan Wona. Dia sepupu kandungmu. Orangnya sangat santun. Jarang sekali datang menjenguk kita. Ini saja baru pertama dia datang nonton. Harusnya kamu senang dia datang lihat kamu menari. Kalau ada yang goda kamu, dia bisa melindungimu."
"Saya terganggu kalau dia ada di sana ibu. Itu senyumnya!"
"Kenapa dengan senyumnya?"
"Bikin saya salah tingkah. Kaki dan tangan seperti kaku saat saya menari."