Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

(Sang Motoromo Wona Kaka) Senyum Motoromo

2 Agustus 2019   14:51 Diperbarui: 2 Agustus 2019   15:12 37
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diolah dari ronibora.com

 

(Kisah ini, mudahan-mudahan akan bersambung dan kemudian berbuah menjadi Novel Sejarah tentang Pahlawan Rakyat Sumba Ketika Melawan Kolonial Belanda yang bernama Wona Kaka)

Wajah atmosfer di wilayah suku itu mulai bersih dari noktah bopeng gumpalan mendung. Cuaca siang nyaris cerah menggapai sempurna. Langit makin tinggi jauh meninggalkan bumi. Rupa langit sejauh batas mata memandang, hanya memantulkan corak biru dan putih warna hamparan air laut dan bentangan pasir pesisirnya. Nun jauh di atas sana, seperti kanvas terukir lukisan yang menyuguhkan relief-relief gelombang bukit lembah sabana dan savana. Tak hanya itu saja, juga tersaji potret-potret putih kapas kuda-kuda sandalwood dan sapi-sapi ongole sedang merumput. Masih ada lagi, di sana di kaki cakrawala mempersembahkan goresan sketsa gadis-gadis bersanggul yang mengenakan sarung sampai di dada. Suatu ciri khas daerah itu. Jelas bernas di dekat pelupuk mata orang yang menyaksikannya. Sungguh panorama yang molek bukan!

Namun di saat malam langit masih merenda kepingan hamparan kabut. Pipih seperti kelambu dan transparan sebening kaca. Tampilannya memang tidak secantik di waktu siang, meskipun pijar-pijar cahaya jutaan bintang masih tertembus mata telanjang. Panorama yang cukup mimikat juga bagi orang-orang yang suka bagadang sambil mendendangkan syair-syair lagu dan memainkan melodi musik petik atau gesek yang mereka namakan "Dungga".

Saat itu adalah masa penghujung musim hujan atau menjelang awal musim kemarau. Masyarakat di daerah itu menyebut Righitjo untuk musim hujan dan musim kemarau mereka menamainya Maratana. Para petani telah memanen padi, jagung dan wijen. Di ladang atau kebun mereka masih tersisa ubi kayu, shorgum, dan petatas. Juga kacang-kacangan yang sedang memekarkan kembangnya.

Malam itu, udara dingin, sungguh-sungguh sangat dingin, terasa kering menembus tulang. Suasana biasa bagi masyarakat Kodi di awal musim kemarau. Mereka biasa menyebutnya "Maringi Walla Kembe atau Dingin Bunga Kacang".

Beberapa dusun di wilayah itu, sedang ada hajatan. Biasalah mengikuti tradisi leluhur. Selalu ada pesta ucapan syukur selepas panen padi ladang. Ini khusus bagi warga yang hasil panennya melimpah. Padi bagi warga di wilayah itu diyakini sebagai reinkarnasi dari seorang dewi yang mereka hormati yaitu Mbiri Nyale.

Pada saat malam di dusun-dusun yang sedang ada pesta,  selalu ada musik tradisional yang bergema. Gong, beduk dan tambur ditabuh secara bersama oleh para pemainnya dan menghasilkan irama melodi yang khas. Di sana ada juga laki-laki dan gadis-gadis dewasa yang menari. Laki-laki tampil macho memainkan gerakan-gerakan seperti patriot perang. Gadis-gadis memperagakan gerakan-gerakan lembut dan gemulai.

Sebagai laki-laki dan gadis-gadis dewasa, mereka juga sudah pandai bersolek. Mereka berbusana yang indah-indah dari kain tenun ikat aneka motif. Kain-kain ini jarang dipakai, kecuali ada hajatan. Laki-laki mengenakan kain panjang, menutupi pinggang, panggul dan pahanya. Kepala dihiasi dengan selendang yang diikatkan. Sebagian punggung dan dada tertutup kain panjang yang diselempang miring dari atas pundak kanan, kemudian diikat di pinggul kiri. Sementara gadis-gadis mengenakan sarung yang hanya menutupi tubuh dari dada sampai betis. Kepala bermahkotakan selendang yang diikatkan dan di betis dipasang bunyi-bunyian. Sungguh penampilan yang tampan dan cantik. Aduhai juga seksinya!

Suasana malam pesta di dusun-dusun itu tidak pernah sepi. Ramai dikerumuni warga sekitar. Jangan tanya lagi para pemuda dan pemudi dewasa, sudah pasti merapat di sana. Suatu kesempatan untuk tebar pesona. Siapa tahu bisa bertemu pujaan hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun