Menjejaki yang belum dijejaki oleh telapak kaki banyak orang adalah ciri khasku. Menjamah yang belum dijamah oleh langkah banyak orang adalah kebiasaanku. Mempromosikan sesuatu yang indah dan belum dikamerakan oleh mata banyak orang adalah cara unikku. Sehingga teman-temanku sulit menolak jika aku mengajak mereka untuk travelling.
Pagi hari ini, Rabu 10 Juli 2019, kami (sepuluh orang), menuju sebuah spot pantai yang belum pernah kami jejaki dan juga belum dijejaki oleh banyak orang. Nama pantai itu adalah Kawoto. Nama ini baru saya saja yang mendengarnya namun belum pernah menginjakkan kaki di pantai itu. Menurut kabar sih sangat indah. Seperti apa ya indahnya? Pertanyaan ini masih dalam bayang-bayang kami saat itu.
Kendaraan yang membawa kami, satu roda empat dan tiga roda dua, melaju tanpa hambatan di atas jalan lintas pantai utara. Jalan baru dengan hotmix baru. Ya tentu muluslah.
Dari pondok ini kami menuju sasaran yang jaraknya sekitar satu setengah kilometer. Kendaraan kami parkir di bibir Pantai Mara Marapu. Dari sini kami jalan kaki ke arah timur di antara pohon cemara dan pandan pantai serta pohon asam dan kesambi. Sekitar seratus meter lebih, kami tiba di bibir Pantai Kawoto. Inilah untuk pertama kalinya kami menginjakkan kaki di Pantai Kawoto.
Jujur, saat itu kami terperanjat kegirangan. Bagaimana tidak? Spot pantai yang terpampang di depan mata kami jauh lebih indah dari yang kami dengar. Lebih indah rupanya dari yang dikabarkan. Sungguh sangat menawan.
Namun pesona daya tariknya tak bisa dianggap enteng. Sangat unik dan punya keunggulannya. Apakah itu? Di atas pasir putihnya berserakan batu-batu lempeng atau ceper yang lebar menyerupai batu megalit yang biasa dipakai sebagai batu kubur oleh orang Sumba. Batu ceper seperti ini jarang ditemui di pantai-pantai indah sedaratan Sumba. Kecuali di Pantai Halete di sisi timur Pantai Kawoto.
Keunggulan lainnya, yaitu bentuknya seperti busur dan diapit oleh dua tanjung kecil. Tanjung di sisi timurnya, menurut Agustinus Wakur Kaka, merupakan bekas perkampungan sebagian leluhur orang Kodi. Seperti apakah bekas perkampungan itu, belum sempat kami kunjungi.
Pantai Kawoto ini memang masih perawan. Belum tersentuh polesan kemajuan dunia pariwisata sama sekali. Tentu saja kondisinya tak akan selamanya begitu. Namun kita berharap setelah mendapat polesan pariwisata, semoga tidak banyak intervensi rekayasa yang merusak lingkungannya.