Sudah sekitar satu tahun lebih saya mendengar nama Maria D Andriana, wartawan Antara, yang tinggal di Kabupaten Sumba Barat Daya, Pulau Sumba. Namun baru pada hari Selasa pagi, 18 Juni 2019 lalu, saya ketemu dengannya.
Pertemuan ini terjadi atas ajakan Tony Kleden, Pemimpin Redaksi Majalah Kabare NTT, yang sedang tugas di Kabupaten Sumba Barat Daya. Saat itu, saya temui Tony di hotel, tempatnya menginap.
Setelah ngobrol seperlunya, Tony, yang juga petinggi PWI NTT, menyatakan keinginannya yang nadanya mengajak saya untuk silaturahim ke Maria D Andriana. Saya tidak keberatan dan kami pun berangkat.
Saat itu, kami diterima secara hangat oleh Maria dan suaminya, Eko Winarto. Suami Maria ini, juga seorang mantan wartawan Harian Surya.
Kedua orang tua yang bersahaja ini mempersilakan kami duduk di serambi depan. Di sini kami berempat berkenalan dan ngobrol satu meja. Karena di Home Stay ini hanya mereka berdua saja, maka Maria sendirilah yang sibuk mempersiapkan kopi hangat.
Obrolan kami saat itu ringan-ringan saja. Tidak ada misi wawancara. Hanya betul-betul silaturahim biasa antar penulis.
Namun obrolan santai hari itu, sebagai penulis yunior, ada beberapa catatan yang tersimpan dalam otak saya, yang ingin saya bagikan siapa tahu ada manfaatnya bagi kita semua. Apakah itu?
Catatan pertama adalah siapakah Maria Andriana? Dia adalah wartawan di Perum LKBN Antara yang sejak awal 2017 bermukim di Sumba. Artinya, Maria dan suaminya sudah dua tahun lebih tinggal di Sumba.
Maria ini adalah mantan manajer Lembaga Pendidikan Jurnalistik Antara (Antara School of Journalism) dan Kepala Biro LKBN Antara Tokyo. Kini pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai redaktur, menulis cerpen, puisi, dan melukis digelutinya sebagai hobi. Disamping itu, ia juga masih aktif menjadi pengajar dan penguji kompetensi wartawan untuk Antara dan Lembaga Pers Dr. Sutomo (LPDS) Jakarta.
Karya sastra Maria yang sudah dibukukan adalah "Ata Mai" yang berkisah tentang kehidupan suku Lio di Ende Flores, diterbitkan tahun 2005 dan saat ini ia sedang mempersiapkan novel berikutnya. Di Sumba ini, Maria juga bergabung dengan beberapa rekan mendirikan sekolah tari tradisional.