Ayam adalah salah satu jenis ternak kecil yang sangat dibutuhkan oleh manusia. Hal ini dapat dimaklumi karena ayam adalah salah satu sumber bahan pangan esensial, terutama protein. Oleh karena itulah maka ternak ayam juga menjadi komoditi strategis perekonomian.
Bagi kami, masyarakat Sumba, ayam bukan sekadar sebagai sumber bahan pangan dan komoditi perekonomian saja. Tapi ayam juga mempunyai fungsi sosial budaya dan religius tradisional aliran kepercayaan Marapu.
Fungsi Sosial Budaya
Dalam kehidupan sosial budaya masyarakat Sumba, yang masih hidup di daerah pedesaan sampai sekarang ini, mereka mempunyai tradisi menjamu tamu dengan ayam bulat yang direbus dengan santan kelapa. Ayam bulat yang dimaksud ini, tentu setelah dibakar untuk membersihkan bulunya, mengeluarkan isi dalamnya kecuali hatinya tetap dibiarkan, mengeluarkan paruh dan ujung kuku kakinya.
Ayam bulat ini, ayam kampung lho, menjadi lauk pauk yang dihidangkan bersama nasi untuk disantap oleh tamu. Jika tamunya lebih dari dua orang maka ayam bulat yang dihidangkan lebih dari satu ekor. Jika tamu tidak bisa menghabiskannya maka akan dibungkus oleh tuan rumah untuk dibawa pulang oleh tamu. Tradisi ini hanya terjadi di wilayah Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya.
Ayam Marapu ini biasanya selalu lolos dari penyakit. Biasanya juga berkembangbiak secara baik dan meningkat menjadi ternak besar.
Fungsi sosial budaya ayam yang tidak kalah strategisnya yaitu tersirat dalam pitutur adat yang bunyinya Maghale Helu Kuka. Terjemahan lurusnya yaitu ayam jantan pengganti yang berkokok. Maksud sesungguhnya adalah tokoh besar yang muncul melalui generasi penerusnya.
Di samping itu, bulu ayam yang dipasang pada ikat kepala seseorang, menunjukkan status sosial kedudukan orang tersebut. Ikat kepala berbulu ayam ini disebut Wulu Horo atau mahkota kebesaran.
Sebagian masyarakat Sumba, terutama di daerah pedesaan, masih menganut aliran kepercayaan atau religius tradisional yang dikenal dengan nama Marapu. Dalam doa-doa atau sembayang mereka, apapun ujudnya, Imam Marapu yang disebut Rato Marapu, menggunakan ayam sebagai salah satu sarana komunikasi dengan roh-roh leluhur mereka dan roh yang paling tinggi serta suci posisinya yaitu Mori Mawolo Marawi (Sang Pencipta).