Dalam semangat nada syukur bersama memperingati Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas) di hari yang indah ini, saya teringat  tentang sebuah kegiatan "hebat", yang digelar oleh sekelompok orang muda di Kabupaten Sumba Barat Daya beberapa waktu lalu.
Kelompok orang muda yang masih enggan mempublikasikan nama wadahnya ini, bergerak di bidang inovasi pembinaan pendidikan, khususnya anak-anak pra sekolah sampai sekolah dasar. Waktu itu, mereka menggelar pawai bertajuk "Festival Literasi Anak".
Festival LA ini, melibatkan anak-anak (siswa-siswi) pada sebuah sekolah dasar bersama orangtuanya, di Desa Watu Kawula, Kecamatan Kota Tambolaka. Dengan penuh spirit sambil memegang spanduk aneka tulisan, mereka melaksanakan pawai jalan kaki sekita dua kilometer di bawah pendampingan kelompok orang muda tadi. Kegiatan yang dihadiri oleh Wakil Bupati Sumba Barat Daya, Drs. Ndara Tanggu Kaha, ini diramaikan pula oleh atraksi tarian dari Sanggar Tari Wanno Tura.
![Foto Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/05/02/fla3-foto-adri-rb-fb-img-1555863943446-5ccae5143623ae4a6e694654.jpg?t=o&v=770)
Sebab hanya dengan rajin belajar dan membaca bukulah, anak-anak bisa pintar, cerdas dan berwawasan luas. Hal ini merupakan modal besar bagi anak-anak untuk mewujudkan mimpinya di kemudian hari.
![Foto Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/05/02/fla5-foto-adri-rb-5ccae4ea3ba7f708df596e02.jpg?t=o&v=770)
Festival LA tersebut, menurut saya, seyogianya dapat dijadikan sumber inspirasi, sebagai salah satu contoh model inovasi praktis oleh banyak pihak, jika ingin berkontribusi dalam  Peringatan Hardiknas ke depan. Jika memang tidak bisa lagi melakukan inovasi lain yang lebih kreatif, apa salahnya diadobsi langsung saja untuk memberi suatu makna baru kemeriahan dalam semangat Peringatan Hardiknas.
Daripada model peringatan Hardiknas yang dilaksanakan selama ini, termasuk pada hari ini, terutama yang digelar oleh birokrasi pemerintah, baik pusat maupun daerah provinsi/kabupaten/kotamadya, hanya begitu-begitu saja. Tidak ada bedanya dengan tahun-tahun sebelumnya. Sekadar apel atau upacara, baris berbaris dan pidato yang lama, lalu diakhiri dengan makan-makan, ya minimal ada sneknya. Sangat membosankan bukan?
Memang kita perlu memaklumi untuk lingkungan birokrasi pemerintah. Tidak bisa tidak, mereka harus mengikuti Standart Operating Procedure (Prosedur Tetap) protokoler birokrasi pemerintah. Jika mereka membuat model peringatan yang lain, bisa jadi dianggap melakukan penyimpangan.
Namun demikian, tidak ada juga larangan untuk melakukan inovasi model peringatan Hardiknas. Mengapa misalnya, diperkenankan ada atraksi drum band atau atraksi-atraksi lain setelah upacara? Apakah ini berarti bahwa memang birokrasi pemerintah kurang kreatif berinovasi? Entahlah!
![Foto Pribadi](https://assets.kompasiana.com/items/album/2019/05/02/fla1-foto-adri-rb-la1fb-img-1555863926028-5ccae4a195760e39907f7be2.jpg?t=o&v=770)