Ketika menyinggung tentang Belis dalam perkawinan adat Sumba, banyak orang mengatakan belis perempuan Sumba (sangat) mahal. Benarkah demikian?
Hemat saya tergantung dari sudut pandang atau pendekatan yang dipakai dalam mencermati belis perempuan Sumba.
Pendekatan Sosial Budaya
Jika dicermati dengan pendekatan sosial budaya, perkawinan adat Sumba, sebetulnya tidak bisa dikatakan mahal atau berat. Memang, tidak bisa juga dibilang murah atau ringan.
Dalam urusan belis atau pembelisan, sepanjang sejarah peradaban orang Sumba, tidak ada satu keluarga pun yang mengandalkan kekuatan pribadinya. Meskipun orang tua calon pengantin laki-laki, sesungguhnya mampu menanganinya secara pribadi karena mempunyai ternak peliharaan yang cukup, namun urusan belis identik menjadi urusan keluarga besar dan juga para sahabat secara bersama-sama.
Belis standar seorang gadis atau perempuan Sumba memerlukan ternak dalam jumlah sekitar 16 ekor sampai dengan 20 ekor. Untuk memperoleh ternak sejumlah tersebut, orangtua calon pengantin laki-laki wajib mengumpulkan keluarga besarnya, terutama pihak saudari dan anak perempuannya yang sudah berkeluarga serta keponakan-keponakannya yang sudah berkeluarga dan para sahabatnya. Mereka ini dimintai bantuan ternak dalam bentuk arisan ternak. Hanya dengan 20 orang keluarga dan sahabat, ternak belis tersebut dapat dikumpulkan.
Keluarga besar dan para sahabat akan merasa sangat tersinggung jika mereka tidak dilibatkan dalam urusan pembelisan. Bahkan akan menyebabkan hubungan kekeluargaan akan terganggu dan tidak harmonis lagi.
Ceriteranya menjadi lain, jika orang tua calon pengantin laki-laki, selama hidupnya, tidak pernah melibatkan diri dalam arisan ternak untuk urusan pembelisan anak laki-laki keluarga dan sahabatnya. Tentu ia akan merasa kesulitan ketika ia menghadapi urusan belis. Jika ia sendiri tidak punya ternak peliharaan yang cukup, maka ia akan kewalahan.
Pendekatan Ekonomi
Jika dicermati dengan pendekatan ekonomi, maka siapa pun akan mengatakan belis perempuan Sumba mahal. Sebab harga ternak di Sumba sekarang ini, tentu sesuai dengan ukuran daya beli masyarakatnya, sudah sangat mahal. Kondisi ini merupakan akibat dari makin kurangnya populasi ternak, seiring dengan penjualan ternak ke luar pulau yang tidak terkendali dan pesta adat (pemotongan ternak) yang berlebihan.
Mari kita sama-sama menghitung biaya yang dipersiapkan oleh orang tua pengantin laki-laki, khususnya di wilayah suku Kodi, untuk keperluan belis standar, mulai dari awal lamaran sampai pembelisan secara tuntas. Perhitungan biaya ini berdasarkan harga ternak di Sumba pada posisi sekarang ini.
Mari juga kita sama-sama menghitung biaya yang dipersiapkan oleh orang tua pengantin perempuan, khususnya di wilayah suku Kodi, untuk keperluan belis standar, mulai dari awal lamaran sampai pembelisan secara tuntas.

Tapi yang jelas data pada dua tabel di atas menunjukkan secara cukup gamblang bahwa dari pendekatan ekonomi, belis seorang gadis atau perempuan Sumba memang mahal. Disamping itu, juga menunjukkan bahwa pihak orang tua perempuan memperoleh "Keuntungan Besar" dari belis anak gadisnya.
Dampak Positif dan Negatif
Belis perempuan Sumba yang MAHAL dari sisi pendekatan ekonomi tersebut, membawa dampak positif dan juga negatif. Dampak positifnya, sulit terjadi perceraian antara suami dan isteri. Seorang suami harus berpikir seribu kali dulu untuk menceraikan isterinya. Fakta di Sumba, memang sulit ada perceraian. Suami dan isteri hanya dipisahkan oleh maut.
Dampak positif lainnya, yaitu masyarakat Sumba, tidak bisa tidak, harus selalu berusaha untuk memelihara/memiliki ternak dan menenun kain panjang dan sarung.
Sedangkan dampak negatifnya, suami dan isteri yang menjadi rumah tangga baru, apalagi jika hanya petani, sangat sulit membangun ekonomi rumah tangganya. Sebab disamping mereka harus berusaha untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, mereka juga harus berusaha keras mengembalikan ternak arisan belis tadi jika anak laki-laki dari keluarga mereka sudah siap untuk menikah. Artinya, ternak arisan belis adalah utang adat istiadat yang wajib dilunasi di kemudian hari.
Tambolaka, 14 April 2019
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI