Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Mengenal Kornelius Kodi Mete, Dokter, Bupati dan Petani

30 Maret 2019   18:08 Diperbarui: 30 Maret 2019   19:57 719
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Foto Arsip Kornelius Kodi Mete

Kornelius Kodi Mete, adalah salah satu putra terbaik Kabupaten Sumba Barat Daya, yang lahir di wilayah Kodi, 56 tahun lalu. Nelis, begitu sapaannya dari masa kecil sampai menyelesaikan studinya. Teman-teman dekatnya menyapanya dengan nama kampungnya yakni Kodi Mete.

Nelis lahir dari keluarga sederhana di pedesaan. Ia adalah anak pertama dari sebelas orang bersaudara, sembilan laki-laki dan dua perempuan.  Ayahnya, Wilhelmus Wora Kaka (almarhum), adalah guru sekolah dasar dan ibunya, Paulina D Walu, ibu rumah tangga. Sebagai keluarga guru di pesedaan, maka ayah dan ibunya, juga gemar bertani di ladang dan memelihara ternak.

Nelis menyelesaikan SD dan SMP di tanah kelahirannya dan SMA di Waingapu Sumba Timur. Tamat SMA kemudian ia melanjutkan studinya ke Yogyakarta.

Tak dinyana keberuntungan dan berkat berpihak kepadanya. Nelis lulus tes pada Fakultas Kedokteran Umum, Universitas Gadjah Mada. Ia menyelesaikan studinya sebagai dokter muda pada tahun 1990.

Waktu tersiar kabar bahwa Nelis lulus tes masuk UGM, apalagi pada fakultas kedokteran, maka namanya menjadi buah bibir di kampungnya. Maklum, baru ia satu-satunya anak Kodi dan juga putra Kabupaten Sumba Barat, yang menjadi calon dokter.

Memang ketika itu ada juga putra asli Kodi yang menjadi calon dokter di Universitas Air Langga, yaitu Marthen Kaley. Namun karena ia lahir dan besar di Waingapu, Kabupaten Sumba Timur, maka namanya tidak seheboh dengan Nelis, di wilayah Kodi.

Foto Arsip Kornelius Kodi Mete
Foto Arsip Kornelius Kodi Mete

Dokter

Setelah menyelesaikan studinya dari UGM, Nelis sebagai dokter muda, kembali untuk mengabdi di tanah kelahirannya di Kabupaten Sumba Barat. Ia mengawali kariernya sebagai dokter di Puskesmas Wanu Kaka, Kecamatan Wanu Kaka, arah selatan Waikabubak, ibukota Kabupaten Sumba Barat.

Di Puskesmas pedesaan ini, Nelis bekerja dengan tulus melayani masyarakat. Tipikalnya yang gesit dan rajin serta sikapnya yang sangat familiar, berimbas positif pada kinerja dan prestasi pelayanannya yang bersinar pada kesehatan masyarakat. Kesiagaan dan kebaikannya dalam menolong orang kecil, membuatnya dicintai oleh masyarakat Wanu Kaka.

Beberapa tahun kemudian, Nelis pindah ke Kupang, Provinsi Nusa Tenggara Timur. Hanya sebentar di Kupang dan dipindahkan lagi ke Kabupaten Rote Ndao sebagai Kepala Rumah Sakit Umum Daerah. Di sana nama dan juga kinerjanya harum dalam mengelola RSUD Rote Ndao.

Karena prestasinya harum di Rote Ndao, maka Bupati Sumba Barat waktu itu, Thimoteus Langgar, SH, (periode 2000 -- 2015), mendekatinya untuk pindah ke Sumba Barat dan menjadi Kepala RSUD Waikabubak. Hanya dalam waktu sekitar dua tahun, RSUD Waikabubak, mencetak prestasi nasional, sebagai Rumah Sakit peringkat pertama Sayang Ibu dan Anak.

Atas prestasinya itu, Nelis berkesempatan menginjakkan kakinya ke Istana Negara untuk menerima penghargaan dari Presiden RI. Saat itu yang menjadi presiden adalah Susilo Bambang Yudhayono.

Foto Arsip Kornelius Kodi Mete
Foto Arsip Kornelius Kodi Mete

Wakil Bupati

Sejak saat itu nama Dokter Nelis, laki-laki berbadan sedang ini, makin harum dan berkibar di mata masyarakat. Jadilah ia sosok lokal yang mempunyai keunggulan tersendiri. Imbasnya, ketika proses Pilkada Kabupaten Sumba Barat, Pilkada langsung pertama (2005-2010) bergulir, ia dilirik oleh berbagai partai politik untuk diusung sebagai calon Wakil Bupati.

Partai Golkar bersama partai pengusung lainnya, akhirnya memasangkan Dr. Kornelius Kodi Mete, sebagai calon Wakil Bupati dengan Drs. Julianus Poteleba, M.Si, sebagai calon Bupati. Waktu itu, Julianus Poteleba adalah Wakil Bupati Sumba Barat.

Keikutsertaannya dalam Pilkada 2005 waktu itu, Nelis dianggap remeh oleh lawan-lawan politiknya. "Anak kemarin sore, anak kecil dan tidak tahu apa-apa. Hanya nekat bodoh," kira-kira begitulah penilaian para seniornya. Maklum, saat itu Nelis baru berumur 43 tahun dan berada pada jabatan struktural eselon III/B, setara dengan jabatan Camat.

Tapi berkat masing-masing orang hanya Tuhanlah yang tahu. Ternyata, Nelis didukung penuh oleh rakyat dari wilayah kelahirannya di Kodi yang terdiri dari empat kecamatan. Satu kecamatan di luar Kodi yaitu Loura, juga memberikan dukungan yang sama. Dan hasilnya pasangan Julianus Pote Leba dan Dr Kornelius Kodi Mete menang telak.

Foto Arsip Kornelius Kodi Mete
Foto Arsip Kornelius Kodi Mete

Bupati Sumba Barat Daya

Saat Dokter Nelis sedang dalam jabatannya sebagai Wakil Bupati Sumba Barat, pada tahun 2007, terjadilah pemekaran Kabupaten Sumba Barat menjadi tiga kabupaten, yaitu Kabupaten Sumba Barat (sebagai induk), Kabupaten Sumba Tengah dan Kabupaten Sumba Barat Daya. Dengan penuh percaya diri, Dokter Nelis mengundurkan diri dari jabatannya sebagai Wakil Bupati untuk maju sebagai Calon Bupati Sumba Barat Daya periode 2008 -- 2013.

Dokter Nelis didampingi oleh Calon Wakil Bupati, Jacobus Malo Bulu, BSc, Kepala Pertanahan Kabupaten Sumba Barat. Pasangan dengan nama sandi KONCO, yang diusung oleh PDIP dan partai-partai yang lain, ini menang mutlat. Mereka menyisihkan tiga pasangan calon bupati dan calon wakil bupati lainnya.

Selama lima tahun kepemimpinannya, disamping menggenjot pembangunan infrastruktur publik dan pembinaan satuan kerja perangkat daerah, Bupati Dokter Nelis bersama Wakil Bupati Jack Bulu, bekerja keras dengan fokus percepatan pembangunan desa, dengan visi dan misi Empat Isu Pokok, yaitu Desa Berair, Desa Bercahaya, Desa Cukup Pangan, dan Desa Aman dan Tertib. Empat isu pokok ini, menurut Dokter Nelis, merupakan barometer kesejahteraan.

Dinilai berprestasi dan sukses membangun Kabupaten Sumba Barat Daya dalam waktu lima tahun tersebut, maka PDIP dan partai-partai lainnya, kembali mengusung Dokter Nelis maju sebagai Calon Bupati Sumba Barat Daya periode 2013-2018. 

Saat itu, Dokter Nelis didampingi oleh Drs. Daud Lende Umbu Moto. Wakil Bupati sebelumnya, Jack Bulu, maju sendiri sebagai Calon Bupati bersama Drs. Yohanes Geli, sebagai Calon Wakil Bupati. Satu pasangan Lainnya yaitu Markus Dairo Talu, SH, sebagai Calon Bupati dan Drs. Ndara Tanggu Kaha, sebagai Calon Wakil Bupati.

Sebagaimana sudah menjadi rahasia umum nasional bahwa Pilkada 2013 di Kabupaten Sumba Barat Daya adalah yang Terpanas dan Kontroversial di Indonesia. Pasangan Dr Kornelius Kodi Mete dan Drs. Daud Lende Umbu Moto dengan sandi KONCO OLE ATE ini "DIKALAHKAN" secara sadis, mulai dari KPU sampai di MK.

Sebagai manusia biasa, Dokter Nelis tentu sakit hati. Tapi ia legowo saja dan tetap tegar. Kemudian ia pindah ke Kupang, ibukota Provinsi NTT. Di sana, Dokter Nelis, setelah lolos dalam Pansel untuk jabatan tinggi pratama, ia dilantik menjadi Kepala Dinas Kesehatan Provinsi NTT dengan eselon II/A oleh Gubernur NTT, Drs Frans Leburaya.

Dalam Pilkada serentak 27 Juni 2019 lalu, Dr Nelis maju kembali sebagai Calon Bupati Sumba Barat Daya periode 2018-2023 yang didampingi oleh Drs Christian Taka dengan sandi KONTAK. Awalnya, banyak pihak yang pesimis dengan KONTAK. Karena dihantui oleh bencana politik tahun 2013. Namun karena semangat patriotisme dan militansi relawan, maka berkat kembali berpihak kepada KONTAK dan melenggang sebagai pemenang. Sekarang ini tinggal menunggu jadwal pelantikan.

Pasangan KONTAK ini mengusung visi dan misi Tujuh Jembatan Emas, yaitu Desa Berair, Desa Bercahaya, Desa Cukup Pangan, Desa Aman dan Tertib, Desa Pintar, Desa Sehat dan Desa Pariwisata. Masyarakat Sumba Barat Daya sekarang sedang menanti-nantikan perwujudan dari Tujuh Jembatan Emas tersebut.

Foto Arsip Kornelius Kodi Mete
Foto Arsip Kornelius Kodi Mete

Hobi Bertani

Sesuatu yang menarik dari sosok Dokter Nelis ini adalah hobinya atau kegemarannya dalam bertani. Memang bertani sudah menjadi kebiasaan anak-anak pedesaan di Sumba. Tentu, sejak kecil, Nelis sudah menemani orangtuanya bekerja di ladang.

Menurut teman-teman dekatnya, waktu mereka masih sama-sama kuliah di Yogyakarta, Nelis selalu membantu Bapak Mertuanya bekerja di sawah pada sore hari. Demikian pula waktu bertugas di Puskesmas Wanu Kaka, menurut informasi dari teman-teman dekatnya di sana, di luar tugas utamanya sebagai dokter, Nelis juga gemar bertani di sawah. Bersama isterinya, Margaretha Tatik W Mete, ibu asal Yogyakarta, Nelis menggarap sawah dan selalu memanen hasil yang cukup banyak. Di Rote Ndao pun, ia melakukan hal yang sama.

Waktu menjadi Kepala RSUD Waikabubak, setiap sabtu, Dokter Nelis pulang kampung di Kodi untuk berladang. Dan yang paling menonjol, ketika menjadi Wakil Bupati Sumba Barat,  ia mendorong pembukaan lahan kosong tempat penggembalaan ternak di wilayah Ikit, Kecamatan Kodi Utara sebagai ladang pertanian. Lebih dari 300 hektar lahan di tempat ini kini menjadi ladang padi, jagung dan umbi-umbian.

Di wilayah Ikit tersebut, Dokter Nelis tidak hanya mendorong petani dengan kata-kata dan memberikan bantuan sarana produksi pertanian saja, seperti hand tracktor, benih dan pupuk.  Di sana, ia  bersama isteri dan saudara-saudaranya, betul-betul ikut terlibat menggarap ladang sekitar 6 hektar. Masyarakat sunguh-sungguh heran, saat melihatnya ikut menanam/menugal, menyiang gulma, memupuk dan memanen, meski di bawah terik matahari dan hujan sekalipun.

"Kerja keras, termasuk kerja di ladang itu sehat dan panjang umur," selalu ini jawaban yang terlontar dari mulutnya jika ada yang bertanya kepadanya, untuk apalagi ia masih bersusah payah bekerja di ladang, padahal sudah berprofesi dokter dan bupati lagi.

Ladang Dokter Nelis bukan hanya di Ikit saja. Masih ada di beberapa desa lainnya. Ia juga masih mempunyai sawah di Desa Waikarara, Kecamatan Kodi Bhalaghar.

Seminggu yang lalu, Dokter Nelis baru saja selesai panen padi ladang di wilayah ikit dengan produksi yang cukup optimal. Rata-rata produksinya mencapai sekitar 4,5 ton per hektar. Padi yang dipanennya adalah varietas unggul nasional Pare Wangi Kodi dan varietas unggul lokal Pare Kalenggo Rara. Padi ini berkualitas nomor satu di daerah tersebut karena berasnya "pulen".

Bagi masyarakat Sumba Barat Daya, sosok Dr Kornelius Kodi Mete, tidak ada habis-habis dibicarakan. Penampilannya sederhana saja. Tutur katanya santun, singkat, padat dan jelas. Gesturnya familiar dan penuh senyum. Ringan tangan juga menolong orang-orang miskin.

Tambolaka, 30 Maret 2019
Rofinus D Kaleka

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun