Sebagaimana rupa daerah lain di seluruh tanah air yang mempunyai kekhasan tersendiri, maka demikian pula dengan wajah wilayah Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, Â Provinsi Nusa Tenggara Timur. Salah satu kekhasan Kodi adalah komoditi padinya.
Ada apa dengan padi di bumi Pasola tersebut? Toh yang namanya padi di mana-mana sama saja.
Di sana dapat ditemui berbagai varietas padi lokal yang boleh dibilang istimewa, terutama karena rasanya. Namun yang paling unik dan istimewa adalah padi Gogo, istilah masyarakat Kodi. Tapi yang jelas tidak sama dengan padi Gora (Gogo Rancah) seperti dikenal di daerah Nusa Tenggara Barat dan Jawa.
Padi Gogo Kodi tersebut sudah terkenal namanya untuk masyarakat sewilayah Sumba dan Provinsi Nusa Tenggara Timur. Juga harum namanya untuk kalangan orang-orang tertentu seperti wisatawan dan peneliti.
Secara morfologis dan anatomis, tanaman padi Gogo Kodi, tidak ada perbedaan yang menonjol dengan tanaman padi lainnya, baik padi ladang maunpun padi sawah. Bentuk daun, tinggi fisik, besar batang, jumlah tunas/anak, panjang malai, jumlah dan besar bijinya tidak berbeda jauh dengan variestas tanaman padi umumnya.
Demikian juga umur padi Gogo mulai dari tanam sampai panen dan potensi produksinya juga relatif sama dengan tanaman padi lainnya. Responsivitasnya terhadap input teknologi, daya tahannya terhadap hama dan penyakit, juga setara dengan tanaman padi lainnya.
Plasma Nutfah Asli Kodi
Padi Gogo Kodi adalah plasma nutfah asli Kodi. Hal ini bukan hanya orang Kodi dan Sumba umumnya yang mengatakannya. Tapi juga telah diakui oleh beberapa akademisi, baik dari Universitas Nusa Cendana Kupang dan Universitas Udayana Denpasar, Â yang telah melakukan penelitian terhadap padi Gogo Kodi.
Padi tersebut adalah murni jenis padi ladang. Artinya padi di lahan kering. Tidak bisa dikembangkan atau ditanam di lahan basah (sawah).
Satu dekade yang lalu, sebelum Kabupaten Sumba Barat mekar menjadi tiga kabupaten, Dinas Pertanian Tanaman Pangan Kabupaten Sumba Barat dan Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi Nusa Tenggara Timur, telah melakukan uji coba untuk mengembangkannya di lahan sawah pada Balai Benih Utama yang berlokasi di Waimanu, wilayah Kabupaten Sumba Tengah saat ini. Hasilnya sangat signifikan, gagal total.