Kemarin, tanggal 21 Maret dikenal sebagai Hari Hutan Sedunia. Hari ini, tanggal 22 Maret dikenal sebagai Hari Air Sedunia. Dan esok, tanggal 23 Maret dikenal sebagai Hari Meteorologi Internasional.
Ketiga hari besar internasional tersebut mempunyai hubungan yang sangat erat ketika bicara tentang air. Kita tahu bersama bahwa air adalah kebutuhan sangat esensial bagi kehidupan seluruh makhluk hidup yang ada di alam semesta ini. Tak terkecuali kita manusia. Artinya, tanpa air maka usai sudahlah kisah kehidupan kita dan makhluk hidup lainnya.
Hutan adalah sumber air. Hutan mengikat, menyimpan dan menghasilkan air. Hutan sebagai penyuplai air, melalui mata air dan sungai. Sementara meteorologi adalah sarana ilmu pengetahuan yang memberikan pemahaman kepada kita bagaimana kondisi cuaca dan iklim. Cuaca dan iklim ini sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan hidup di alam semesta ini, termasuk didalamnya adalah hutan.
Dalam rangka memperingati hari air internasional itu, saya mengajak kita sekalian, untuk memelihara dan melestarikan serta mencintai hutan dan segala isinya, sebagai sumber air di bumi. Mencintai hutan berarti mencintai kehidupan kita sendiri sebagai manusia dan makhluk hidup lainnya.
Oleh karena itu, saya menghimbau kepada kita sekalian untuk tidak merusak hutan, baik langsung maupun tidak langsung. Merusak hutan berarti merusak keberlangsungan hidup kita sendiri.
Jika menyadari bahwa air itu adalah kebutuhan vital kehidupan kita maka marilah kita bersama-sama memelihara, melestarikan dan mencintai air dan sumbernya. Banyak cara konkret yang bisa kita lakukan. Salah satu cara yang sederhana adalah menjadikan air terjun di daerah kita masing-masing sebagai destinasi alam. Dengan menjadikannya destinasi, maka lingkungannya, termasuk hutan di sekitarnya, akan terawasi dan terjaga dari tangan-tangan jahil yang suka merusak. Sehingga sumber air kita bisa terawat dan lestari.
Dalam konteks kami di pulau Sumba, menyeruaknya beberapa air terjun di sana dengan pesona keunikan dan keindahannya sebagai destinasi alam alternatif yang digemari oleh para wisatawan akhir-akhir ini, sesungguhnya adalah salah satu terobosan konkret para pecinta lingkungan di sana untuk melestarikan sumber-sumber air yang ada. Terobosan ini juga telah mulai mengubah cara pandang "orang luar" yang seringkali memberi julukan terhadap Sumba sebagai "daerah kering".
Jumlah air terjun di Sumba cukup banyak dan merata ada di empat kabupaten sedaratan Sumba. Memang belum semuanya menjadi destinasi dan juga barangkali tidak semuanya akan menjadi destinasi. Sebab sangat tergantung dari posisi letak, profil dan performance-nya. Artinya, sangat dipengaruhi oleh daya tariknya, keunikan dan keistimewaannya, apakah sesuai dengan kepentingan pariwisata atau tidak?
Pabeti Lakera
Di Sumba Barat Daya misalnya, cukup banyak air terjun yang ada. Namun yang telah menjadi destinasi favorit baru di tiga lokasi. Selain air terjun Weekelo Sawah dan Loko Mboro, yaitu Pabeti Lakera.
Air terjun Pabeti Lakera ini terletak di sisi Selatan Kabupaten Sumba Barat Daya. Tepatnya di Desa Delo, Kecamatan Wewewa Selatan.
Apa arti Pabeti Lakera? Menurut Andreas Bulu, salah satu tokoh yang tinggal tidak jauh dari lokasi tersebut, Pabeti Lakera berarti tempat atau lokasi pembuangan seorang gadis perempuan.
Wah, kok begitu ceriteranya? "Lain kali saja kawan kita menceriterakannya. Jangan di tempat ini," kilah Ande, pegawai pada Dinas Ketahanan Pangan Kabupaten Sumba Barat Daya, saat kami bersama-sama di lokasi air terjun Pabeti Lakera. Oleh karenanya, lain kali pula baru saya mengisahkannya.
Seperti apakah profil Pabeti Lakera itu? Foto-foto yang saya sajikan ini dapat berkisah sendiri kepada kita sekalian. Tiga foto istimewa Nona Mitra Bili yang sedang menikmati suasana Pabeti Lakera, sengaja saya lampirkan juga, untuk menambah citra branding Pabeti Lakera sebagai air terjun yang memang layak menjadi destinasi favorit.
Dari foto-foto tersebut, telah menyuguhkan pesona Pabeti Lakera yang tidak kalah unik dan indah dibandingkan dengan air terjun lainnya yang ada di Sumba, seperti Weekelo Sawah, Lapopu dan Mata Yangu, yang sudah saya unggah melalui artikel-artikel sebelumnya.
Sumber air Pabeti Lakera berasal dari mata air di bibir tebing yang memuncratkan air dan mengalir ke bawah kaki tebing. Kekuatan airnya sangat tergantung pada musim. Pada musim hujan kekuatan airnya akan besar dan deras serta hampir memenuhi seluruh bidang tebing agak cembung yang dilewatinya. Sedangkan pada musim kemarau kekuatan airnya akan berkurang besar dan derasnya.
Di lokasi ini juga kita dapat menikmati oase oksigennya yang segar. Karena lingkungannya masih utuh dan asri.
Jangan khawatir, jika ingin memanjakan mata menikmati pesona Pabeti Lakera di pulau Sumba. Saya pastikan akan mudah tiba di sana, yang penting sudah mendarat di Tambolaka, bandara udara di Kabupaten Sumba Barat Daya.
Selamat memperingati Hari Air Internasional, jangan lupa mengunjungi sumber air, termasuk air terjun di daerahmu.
Rofinus D Kaleka *)
Tambolaka -- Yogyakarta, 22 Maret 2018
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H