Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Uskup Weetebula: Memelihara Bumi sebagai Rumah Kita Bersama

19 Februari 2018   22:16 Diperbarui: 20 Februari 2018   15:42 1419
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Dalam hierarki Gereja Katolik, Pulau Sumba, Provinsi Nusa Tenggara Timur, termasuk dalam wilayah Keuskupan Weetebula, yang berpusat di Tambolaka, Kabupaten Sumba Barat Daya.

Sebagaimana telah menjadi tradisi Gereja Katolik, dalam menjalani masa Prapaskah 2018 ini, yang sekarang ini sedang berjalan, Yang Mulia Uskup Keuskupan Weetebula, Mgr. Dr. Edmund Woga, CSsR, mengeluarkan Surat Gembala yang berjudul "Membangun Solidaritas Demi Keutuhan Ciptaan dalam Tahun-tahun Politik 2018/2019". Surat Gembala ini sudah dibacakan di seluruh Gereja Katolik se-Sumba dalam Misa pada hari minggu kemarin, 18 Februari.

Surat Gembala Uskup Weetebula tersebut menarik untuk disimak. Salah satu isu atau tema utama yang disoroti secara tajam adalah berkaitan dengan peranan bumi.  Mgr Edmund mengacu dari Surat Gembala Bapa Suci Paus Fransiskus kepada seluruh umat Katolik di dunia yang berjudul "Laudato Si" yang berarti "Terpujilah Dikau". Paus menegaskan peranan bumi sebagai rumah kita bersama, yang dibangun oleh Allah Sang Pencipta menjadi tempat tinggal dan tempat mencari nafkah yang nyaman bagi kita ciptaan-Nya.

Bumi kita, tulis Uskup Weetebula, menyiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan seluruh makhluk ciptaanNya. Boleh dikatakan, sambung Uskup Edmund, bagian terbesar hidup kita tergantung pada bumi yang kita beri gelar "ibu pertiwi".

"Karena itu, sebagaimana kita rajin memelihara rumah kita sendiri, demikian juga kita harus memelihara bumi yang adalah anugerah Sang Pencipta kita; sebagaimana kita menjaga agar rumah kita tidak bocor, demikian juga kita harus menjaga agar bumi kita tetap utuh dan tidak rusak; sebagaimana kita menjaga agar rumah kita tidak  terbakar, demikian juga kita tidak boleh membuat bumi kita hangus dengan membakar padang dan hutan.

Kalau kita masih terus membakar dan membakar, maka bumi kita tidak hanya botak dan bopeng, tetapi juga akan mandul serta kehilangan daya untuk memberikan hasil bumi yang lebih baik bagi kita, bagi semua makhluk yang menghuni bumi ini, bagi anak cucu kita. Sudah waktunya kita memikirkan cara baru untuk memberi makan hewan peliharaan kita dengan menanam rumput yang lebih bergizi daripada mengharapkan tunas baru yang kurang gizi dari padang yang sedang kehabisan napas. Suatu kegembiraan bagi bumi, kalau kita semakin banyak menanam pohon di atasnya, karena bumi akan berada di bawah naungan yang sejuk," urai Uskup Edmund sambil memberi penegasan.

Lebih lanjut, tulis Uskup Edmund, seorang doktor lulusan dari Jerman ini, hama belalang dan hama tikus yang telah kita alami berkali-kali, yang merusak segala tanaman kita di kebun dan sawah, adalah akibat dari kebiasaan kita membakar padang dan hutan, karena ketika hutan dibakar, burung-burung dan hewan-hewan lain seperti ular, yang biasanya makan belalang dan tikus, menghabiskan ulat dan walang sangit, melarikan diri dari bumi Sumba dan berpindah ke tempat lain. Penyakit pisang dan tumbuh-tumbuhan lain terjadi, catat Uskup Edmund, karena kita menggunakan bahan-bahan kimia yang tidak bersahabat dengan bumi.

Menurut Uskup Edmund, bumi kita pulau Sumba sedang sakit dan membutuhkan perawatan agar sembuh kembali. "Itulah tanggungjawab kita sekarang terhadap Ina Mangu Tana, Ama  Mangu Loku, yang sebetulnya telah mengajarkan kita untuk menghormati bumi dan ciptaan-ciptaan lain. Nenek-moyang dulu biasanya memohon izin pada pohon yang akan mereka tebang; ketika akan menyembelih hewan, memberi tahu apa maksud dari penyembelihan itu.

Mereka sadar bahwa tidak boleh menyembelih sembarangan; kalau berburu, ambillah secukupnya saja untuk hidup. Darah hewan yang disembelih harus mengalir ke bumi untuk menjadi santapan ibu pertiwi. Itulah petuah dan teladan leluhur yang berpesan kepada kita untuk menghargai bumi  memeliharanya dan bersetia-kawan dengan ciptaan-ciptaan lain, karena kita adalah bagian dari bumi dan hidup kita tergantung juga pada hidup ciptaan-ciptaan lain. Jangan sampai kita nanti tidak bisa lagi mewariskan tanah yang utuh dan subur kepada anak-cucu kita, yang tidak lain adalah juga anak-cucu leluhur, putra-putri Sang Pencipta," papar Uskup Weetebula.

Uskup Edmund kemudian menegaskan, Allah memperuntukkan tanah ini bagi kita, makhlukNya yang istimewa, tetapi tidak dimaksudkan sedemikian rupa untuk kita bisa menghancurkan atau mengubahnya menjadi tanah tandus. Kita umat manusia bukan hanya penerima manfaat saja, melainkan juga menjadi penjaga makhluk-makhluk ciptaan lainnya (Evangelii Gaudium215).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun