Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Wujud Nale dalam Tradisi Ritus Nale di Sumba

29 Januari 2018   07:29 Diperbarui: 29 Januari 2018   09:14 1426
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustasi: www.phinemo.com

Dalam beberapa artikel yang sudah saya posting melalui Kompasiana ini, termasuk artikel terakhir yang berjudul Mengenal Tradisi Ritus Nale di Kodi Sumba, 28 Januari 2018 kemarin, para sahabat yang sempat mengikutinya, tentu bertanya-tanya atau ingin tahu tentang satu kata ini yakni: Nale? Apakah gerangan Nale itu?

Sejujurnya saya katakan, sampai sekarang ini, saya sendiripun sebagai putra asli Kodi, tentu saja tahu bahasa ibu daerah Kodi dan juga cukup paham pitutur-pitutur adatnya serta sudah menggali maknanya dari para orangtua yang menekuni adat dan budaya, belum dapat menemukan padanan kata Nale dalam bahasa indonesia. Namun demikian, saya dapat membantu para sahabat untuk mengenal wujud Nale.

Cacing Laut

Nale dalam tradisi nale di Sumba, berwujud makhluk hidup yang ada di perairan laut Sumba. Kalau diamati dari fenotipenya, Nale adalah bangsa cacing laut. Namun untuk mengurainya secara ilmiah, kiranya perlu saya mengacu pada literatur biologi tentang cacing.

Dalam literatur biologi, tercatat bahwa klasifikasi ilmiah cacing termasuk Filum Annelida dalam Kerajaan Animalia.Annelidaberarti tubuh menyerupai gelang atau cincin kecil atau beruas.

Sesuai dengan habitat dan keadaan rambut di permukaan tubuhnya, Annelida dibagi menjadi 3 kelas. Salah satu kelas Annelida yang menjadi komunitas keluarga cacing laut adalah Polychaeta, yang berarti cacing berrambut atau berbulu banyak. Cacing ini hidup di pasir atau menggali batu-batuan di daerah pasang surut air laut. Pada cacing ini alat kelamin jantan dan betina sudah dapat dibedakan (Gonokoris). Larvanya bersilia dan dapat bergerak bebas yang disebut Trokopor. Pada saat musim kawin, bagian tubuh tertentu membentuk Gonad. Pembuahan dapat terjadi di luar tubuh. Jenis cacing ini yang terkenal adalah Nereis viren (kelabang laut), Eunice viridis (cacing palolo) dan Lysidice oele (cacing wawo). Dua jenis terakhir inilah yang dapat dikonsumsi oleh manusia.

Cacing laut tersebut, ternyata ada juga di kawasan perairan laut Indonesia lainnya seperti di Lombok, Flores, Maluku dan kepulauan sekitarnya, Papua dan kepulauan sekitarnya, Sumatera dan Batam. Sebagian masyarakat di wilayah-wilayah ini juga mengkonsumsi cacing laut tersebut sejak nenek moyang mereka dengan cara pengolahannya masing-masing. Selain itu, cacing laut sejenis juga terdapat di wilayah perairan laut Inggris, Jepang dan kepulauan Fiji, Tonga, Samoa, serta pulau-pulau lain yang tersebar di Pasifik Selatan. Masyarakat Maluku dan kepulauan sekitarnya menamainya Laor, nama umum untuk sekitar 13 jenis cacing laut. Sedangkan cacing laut yang mereka konsumsi ada dua jenis yaitu Cacing Wawo dan Cacing Palolo. Informasi lain yang saya sempat baca di perairan laut seperti di Inggris, ada sekitar 8000 jenis cacing laut.

Dalam literatur biologi disebutkan bahwa Cacing Wawo dan Cacing Palolo tersebut, memiliki ciri-ciri yang hampir sama. Artinya, tidak didentifikasi secara jelas masing-masing cirinya. Secara morfologis, Cacing Palolo identik dengan dua moncong, tiga antena dan kepala berbentuk sekop serta tidak ada mulut pengait. Cacing dewasa berukuran sekitar 40 cm dan terbagi menjadi segmen-segmen yang setiap segmennya memiliki kaki semu serupa rambut. Terdapat juga beberapa tentakel sensor yang tumbuh di bagian kepala. Palolo jantan berwarna merah kecoklatan dan betina berwarna biru kehijauan. Cacing ini hidup di pantai pasifik bagian selatan, pada bebatuan karang. Untuk berkembang biak, mereka menumbuhkan ekor khusus yang memuat sperma ataupun sel telur. Selama masa perkembangbiakan, ekor khusus pecah dan muncul ke atas permukaan air laut lalu melepaskan telur atau sperma berupa cairan kental.

Lauk yang Lezat

Dari uraian berdasarkan literatur biologi di atas, meskipun belum ada penelitian khusus tentang Nale di Sumba, jika dilihat dari fenotipe, habitat, morfologi dan ciri-cirinya, maka cukup jelaslah bahwa Nale di Sumba, tidak lain tidak bukan, adalah cacing laut. Klasifikasi ilmiahnya adalah Filum Annelida dalam Kerajaan Animalia.   

Karena masyarakat Sumba sejak nenek moyang mereka, khususnya di empat wilayah suku yaitu Kodi di Kabupaten Sumba Barat Daya dan Wanukaka, Lambayo dan Gaura di Kabupaten Sumba Barat, memanen Nale pada saat muncul di laut dan mengkonsumsinya sebagai lauk yang rasanya sangat lezat setelah diolah, maka cukup jelas pula bahwa Nale di Sumba termasuk cacing laut kelas Polychaetadengan jenisnya Eunice viridis (cacing palolo) dan Lysidice oele (cacing wawo).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun