Mohon tunggu...
Rofinus D Kaleka
Rofinus D Kaleka Mohon Tunggu... Insinyur - Orang Sumba. Nusa Sandalwood. Salah 1 dari 33 Pulau Terindah di Dunia. Dinobatkan oleh Majalah Focus Jerman 2018

Orang Sumba, Pulau Terindah di Dunia

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pentingnya Merawat Eksistensi Empat Konsensus Nasional

8 Januari 2018   22:20 Diperbarui: 9 Januari 2018   01:41 1385
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

BELAKANGAN ini, masyarakat, bangsa dan negara kita terus diguyur isu-isu dan disuguhkan aksi-aksi massa yang mengarah kepada ancaman eksistensi Empat Konsensus Nasional atau yang sebelumnya dikenal dengan Empat Pilar Kekuatan Nasional, meliputi yaitu Pancasila, Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan Bhineka Tunggal Ika.

Sejalan dengan kemajuan teknologi komunikasi, terutama melalui media massa online, isu-isu anti Pancasila, anti UUD 1945, anti NKRI dan anti Bhineka Tunggal Ika, berkembang sangat cepat dan menyebar secara meluas mulai dari Ibukota Jakarta sampai ke daerah-daerah dan bahkan ke luar negeri. Sementara aksi-aksi massa, yang misinya sama dengan isu-isu tersebut, masih berkonsentrasi di Ibukota Jakarta dan kota-kota besar lainnya di Indonesia.

Pengaruh isu-isu dan aksi-aksi massa tersebut, sempat membuat kita semua seluruh komponen NKRI, seperti terhipnotis, tertegun kaget keheranan, merasa gelisah dan bahkan ketakutan. Seolah-olah akan terjadi "bencana" atau "keadaan darurat" secepat mimpi yang menimpa Indonesia, seperti  kekisruhan massal dan perpecahan yang bakalan membawa dampak kerugian raksasa dan penderitaan dalam kehidupan bersama masyarakat, bangsa dan negara.

Bapak Presiden Joko Widodo sendiri, juga tampak panik dan cepat bereaksi untuk menyiagakan kekuatan negara baik TNI maupun Polri. Jokowi juga bergegas melakukan konsolidasi dengan jajaran birokrasi pemerintahannya dan para tokoh nasional, negarawan sejati, untuk bersama-sama bergandengan tangan menjaga dan merawat eksistensi negara dan bangsa Indonesia.

Langkah-langkah strategis Jokowi tersebut disambut baik oleh seluruh komponen negara dan bangsa, yang kemudian diikuti dengan seruan dan sekaligus ajakan moral secara nasional mulai dari Ibukota Jakarta sampai ke daerah-daerah tentang Pentingnya Merawat Eksistensi Empat Konsensus Nasional sebagai kekuatan yang menjadi "harga mati" perekat dan pengikat kuat nasionalisme, persatuan dan kesatuan negara dan bangsa Indonesia. Seruan moral tersebut masih terus bergema dalam berbagai momentum sampai saat ini dan terbukti andal dalam menenangkan situasi negara dan bangsa yang sedang galau.

Sumber Ancaman dari Dalam Negeri

Disamping itu, para penyelenggara negara, khususnya Polri dan TNI, sebagai garda terdepan pertahanan negara dan bangsa, menunjukan loyalitas dan militansi yang tinggi untuk bekerja keras mengusut tuntas "biang keladi" yang menjadi provokator menyeruaknya isu-isu dan meluapnya aksi-aksi massa di atas. Hasilnya sangat menyedihkan, ternyata sumber ancamannya berasal dari dalam negeri kita sendiri.

Lebih tragis lagi, otak intelektualnya adalah  "oknum-oknum" tokoh nasional baik politisi, cendekiawan, agamawan / rohaniwan, purnawirawan TNI, seniman dan aktivis ormas-ormas, sebagaimana sebagian dari mereka telah digelandang oleh para penegak hukum ketika sedang melakukan rencana dan aksi "makar". Ini suatu ironi yang membuat kita semua "gagal paham". Sebab seharusnya merekalah yang menjadi panutan dalam menjaga dan merawat eksistensi Empat Konsensus Nasional. Tapi mereka justeru lebih memilih menjadi pecundang dan pengkhianat terhadap negara dan bangsanya. Ini namanya tokoh nasional yang kablinger.

Yang mengherankan juga, sampai sekarang ini, tidak jelas apa yang menjadi tujuan mereka sesungguhnya. Apakah hanya untuk kepentingan membangun bargaining power politik dan perekonomian? Apakah hanya karena haus posisi kekuasaan dan serakah untuk menguasai kekuatan perekonomian? Apakah hanya karena maniak menciptakan dan menyaksikan hasil kerusakan dan kerusuhan? Jika hanya ini tujuannya, maka tentu sangat tidak berbobot, tanpa nilai dan amoral, yang tidak perlu untuk diteladani oleh generasi penerus negara dan bangsa.

Buah Politik Kekuasaan dan Kleptokrasi

Namun demikian, jika mencermati secara seksama fenomena isu-isu dan aksi-aksi massa di atas, bersamaan dengan momentum politik demokrasi, maka sangat erat kaitannya dengan kepentingan politik kekuasaan. Bahkan dapat dikatakan sebagai "buah yang diproduksi oleh paradigma politik kekuasaan dan Kleptokrasi".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun