Oleh Rofinus D Kaleka
 MENYAKSIKAN fenomena Setya Novanto, Ketua DPR RI, yang dalam jagat sosial politik dan hukum Indonesia sekarang ini, mengunggah kembali memori penulis tentang sebuah dongeng rakyat (ngara kedeko) yang berjudul "Pondi dan Popo". Fenomena Novanto itu seperti reinkarnasi atau daur ulang dari kisah dalam dongeng tersebut.
Dongeng Pondi dan Popo, "hidup secara lisan" sejak nenek-moyang masyarakat di wilayah suku Kodi, Kabupaten Sumba Barat Daya, Nusa Tenggara Timur dan masih dikisahkan oleh para orang tua di kampung-kampung sampai saat ini, tentu yang mempunyai bakat mendongeng. Pondi dan Popo, adalah nama dua orang tokoh yang bersaudara kandung, sangat kompak dan suka bersilaturahim.
Pondi dan Popo digambarkan, dalam istilah bahasa ibu daerah Kodi, sebagai "Toyo Politik (dieja: Toplitik)". Terjemahan harafiahnya adalah orang politik. Disebut orang politik, karena mereka dianggap cerdik-pandai yang banyak intrik, dalam hal ini piawai bersilat lidah, lincah, lihai dan juga licik dalam kehidupan sosial kemasyarakatan. Intrik-intrik mereka tidak terduga dan tepat momentum, sekaligus jenaka dan menggemaskan.Â
Singkatnya, bisa disejajarkan dengan "preman politik berwajah santun", penipu dan perampok bergaya celebriti yang pandai bersandiwara.
      Ketika muncul fenomena seperti Novanto itu, maka secara spontan masyarakat di bumi Nale negeri Pasola itu akan langsung berkomentar jenaka dengan irama sinisme. Mopiro habali nanika a'palitikonna Pondi mono Popo. Terjemahannya adalah Politik Pondi dan Popo Hidup Kembali.
 Intrik-Intrik yang Mirip
Novanto adalah tokoh politik nasional dalam kehidupan nyata di Indonesia. Sedangkan Pondi dan Popo adalah tokoh dalam dunia dongeng di wilayah lokal suku Kodi. Serta merta menyejajarkan status Novanto dengan Pondi dan Popo, tentulah kurang bijaksana.
Namun demikian, jika diamati dari kasus-kasus besar yang menimpa diri Novanto selama ini, menguatkan isyarat adanya kemiripan intrik-intrik yang dimainkan oleh Novanto dengan Pondi dan Popo dalam dongeng itu. Bahkan intrik-intrik Novanto lebih dahsyat lagi.
Masih hangat dalam ingatan kita, bagaimana Novanto terpelanting dari posisi Ketua DPR RI karena kasus pelanggaran kode etik DPR RI akibat kehadirannya dalam kampanye politik Donald Trump, Calon Presiden Amerika ketika itu dan papa minta saham dari PT Freeport Indonesia.Â
Novanto seolah-olah tenang tanpa riak, namun secara sistematis merayap melalui anak tangga Ketua Fraksi Golkar dan melakukan loncatan galah untuk menjadi joki kuda pacu sandelwood Golkar. Dengan kekang di tangannya, sebagai Ketua Umum Golkar, Novanto melenggang leluasa untuk kembali lagi meraih dan menduduki posisi Ketua DPR RI.